Keterpeliharaan Al-Qur'an

"Supaya Dia mengetahui bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-2 Tuhannya, sedang sebenarnya ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu." (al-Jinn 72: 28).

Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan hitungan-aladad: peredaran bintang, keseimbangan alam semesta, pembentukan manusia, atom, kuantum mekanik, dan bahkan ayat-ayat dalam al-Qur'an sendiri. Mereka terstruktur dengan hitungan yang sistematis dan teliti.

Al-Qur'an dalam bahasa Arab berarti "pembacaan". Al-Quran mungkin kitab yang paling banyak dibaca di dunia. Perlu diketahui, sesungguhnya kata Kitab Suci tidak ada di al-Qur'an. Yang ada adalah sebutan Kitab Mulia, Kitab Agung, Kitab Pemurah, dan lainnya. Kitab Suci dikenal karena media, terpengaruh sebutan kitab suci lainnya. Kesempurnaan dalam bahasa tidak dapat ditentang oleh para pujangga. Bahasa dan makna dipadukan. Irama, keselarasan melodi, ritmenya menghasilkan sebuah efek hipnotis yang kuat. Barangkali bagi orang awam, kandungan al-Qui an sulit dimengerti, karena ia tidak dimulai secara kronologis ataupun narasi-narasi sejarah seperti halnya kitab Yahudi. Ia juga tidak mendasarkan teologinya dalam cerita-cerita dramatis sebagaimana epik-epik India. Tidak pula Tuhan diungkap dalam bentuk manusia sebagaimana dalam Bibel dan Bhagavad Gita. Ia berbicara langsung soal pendidikan-sebagaimana sering dikemukakan oleh para penulis modern-berbicara mengenai membaca, mengajar, memahami dan menulis (al-'Alaq 96 : 1-5). Di dalam al-Qur'an sendiri ada pemakaian kata "al-Qur'an" dalam arti bacaan, sebagaimana tersebut dalam ayat 17,18 Surat 75 al-Qiyamah:

"Sesungguhnya mengumpulkan al-Qur'an (dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu), jika Kami telah membacakannya maka ikutilah bacaannya."

Kata pertama di dalam al-Qur’an dan Islam adalah sebuah perintah yang ditujukan kepada Nabi, yang secara linguistik menunjukkan bahwa penyusunan teks al-Qur'an berada di luar kewenangan Muhammad saw. Gaya serupa ini tetap dipertahankan di sepanjang al-Qur'an. Ia berbicara kepada atau tentang Nabi dan tidak mengizinkan Nabi berbicara atas kehendaknya sendiri. Al-Qur'an menggambarkan dirinya sendiri sebagai sebuah kitab yang "diturunkan" Tuhan kepada Nabi; ungkapan kata "diturunkan" atau anzalna dalam berbagai bentuk digunakan lebih dari 200 kali. Secara intrinsik, ini berarti bahwa konsep dan isi al-Qur'an benar-benar diturunkan dari langit. Sebagaimana dalam beberapa ayat yang lain, Tuhan juga menurunkan besi, mizan (keadilan, keseimbangan, harmoni) dan 8 pasang binatang ternak. Al-Qur'an diturunkan secara bertahap dalam berbagai peristiwa yang memakan waktu 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Ia dikutip langsung dari catatan di Lauh Mahfuzh, yang berarti Kitab Utama atau bermakna "Pusat Arsip".

Al-Qur'an berpandangan bahwa bacaan tersebut tersusun rapi, sempurna dan tidak ada yang ketinggalan. Ia dalam peng­gambarannya sangat unik. Nabi pun kadang-kadang dikritik dan ditegur dalam beberapa peristiwa. Al-Qur'an juga selalu menyisipkan ayat-ayat tertentu, seperti "intan yang berkilauan", dalam pelajaran metafisisnya. Ia mendesak pembaca agar menggunakan kemampuan intelektualnya, mengenali isyarat isyarat ilmiah berupa "intan yang berkilauan", tanda-tanda kebesaran Pencipta melalui alam semesta, sumber Metafisis Tertinggi. Muslim modern mengatakan ada sekitar 900 ayat yang memuat tanda-tanda ini, dari total 6.236 ayat. Hanya 100 ayat yang berbicara persoalan peribadatan, dan puluhan ayat yang membahas masalah-masalah pribadi, hukum perdata, hukum pidana, peradilan dan kesaksian. Al-Qur'an berbeda cara penyajiannya, bisa saja membahas masalah keimanan, moral, ritual, hukum, sejarah, alam, antisipasi masa mendatang, secara sekaligus dalam satu surat. Ini memberikan daya persuasi yang lebih besar, karena semua berlandaskan keimanan kepada Tuhan Yang Esa dan Hari Akhir. Jumlah surat dalam al-Qur'an ada 114, nama-nama tiap surat, batas-batas tiap surat dan susunan ayat-ayatnya merupakan ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh Nabi sendiri.


Sejarah Ringkas Pemeliharaan al-Qur'an

Pada awal Islam, bangsa Arab adalah bangsa yang buta huruf, hanya sedikit yang pandai menulis dan membaca. Bahkan beberapa di antaranya merasa aib bila diketahui pandai menulis. Karena, orang yang terpandang pada saat itu adalah orang yang sanggup menghafal, bersyair, dan berpidato. Waktu itu belum ada "kitab". Kalaupun ada hanyalah sepotong batu yang licin dan tipis, kulit binatang, atau pelepah korma yang ditulis. Termasuk kutub, jamak kitab, yang dikirim oleh Nabi kepada raja-raja di sekitar Arab, sebagai seruan untuk masuk Islam.

Setiap kali turun ayat, Nabi menginstruksikan kepada para sahabat untuk menghafalnya dan menuliskannya di atas batu, kulit binatang dan pelepah korma. Hanya ayat-ayat al-Qur'an yang boleh ditulis. Selain ayat-ayat al-Qur' an, bahkan termasuk Hadis dan ajaran-ajaran Nabi yang didengar oleh para sahabat, di larang untuk dituliskan, agar antara isi al-Qur'an dengan yang lainnya tidak tercampur.

Setiap tahun, malaikat Jibril, utusan Tuhan mengulang (repetisi) membaca ayat-ayat al-Qur'an yang telah diturunkan sebelumnya di hadapan Nabi. Pada tahun Muhammad saw wafat, yaitu tahun 632 M, ayat-ayat al-Qur' an dibacakan dua kali dalam setahun. Ini menarik sekali, karena seolah-olah akhir tugas dan kehidupan Nabi di dunia ini telah diantisipasi akan selesai.

Pada masa khalifah pertama, Abu Bakar, banyak terjadi peperangan melawan orang-orang yang murtad dan para nabi palsu. Di antara mereka yang gugur dalam peperangan banyak penghafal ayat-ayat al-Qur'an. Umar bin Khaththab mengusulkan untuk mengumpulkan para penghafal al-Qur'an, disuruh membacakan al-Qur’an, menjadikan satu, meneliti dan menulis ulang. Kumpulan itu yang ditulis oleh Zaid bin Tsabit, suhuf, berupa lembaran-lembaran yang diikat menjadi satu, disusun berdasarkan urutan ayat dan surat seperti yang telah ditetapkan oleh Nabi sebelum wafat. Sedangkan pada masa Utsman bin Affan, tentara Muslim telah sampai ke Armenia, Azerbaijan di sebelah Timur dan Tripoli di sebelah barat. Kaum Muslim terpencar di seluruh pelosok negeri, ada yang tinggal di Mesir, Syria, Irak, Persia dan Afrika. Naskah beredar di manamana, tetapi urutan surat dan cara membacanya beragam, sesuai dialek di mana mereka tinggal. Hal ini menjadikan pertikaian antarkaum Muslim sehingga menjadikan kekhawatiran pemerintahan Utsman. Maka kemudian Utsman membentuk panitia untuk membukukan ayat-ayat al-Qur'an dengan merujuk pada dialek suku Quraisy, sebab ayat al-Qur'an diturunkan dengan dialek mereka, sesuai dengan suku Muhammad saw. Buku tersebut diberi nama al-Mushaf, ditulis lima kopi dan dikirimkan ke empat tempat: Mekkah, Syria, Bashrah, dan Kufah. Satu kopi disimpan di Medinah sebagai arsip dan disebut Mushaf al-Imam.

Walaupun telah disatukan dan diseragamkan, namun tetap cukup banyak al-Qur'an di Afrika dengan dialek berbeda, termasuk jumlah ayat yang "berbeda" karena perbedaan membaca dalam pergantian nafas (6.666 ayat), tetapi isinya tetap sama. Awalnya, pada zaman Nabi, al-Qur'an memakai dialek Quraisy, tetapi kemudian berkembang menjadi tujuh dialek non-Quraisy. Pada mulanya, ini dimaksudkan agar suku-suku lain lebih mengerti. Ada juga aliran tersendiri (kelompok kecil, pimpinan Dr. Rashad Khalifa, kelahiran Mesir, seorang ahli biokimia dan matematika, yang mempromosikan jumlah ayat 6.234, berbeda 2 ayat dengan naskah Ustman, 6.236 ayat. Sedangkan mayoritas Muslim, baik Sunni maupun Syi ah tetap berpegang teguh pada naskah awal yang dikumpulkan semasa Khalifah Ustman, yaitu dialek Quraisy, hingga kini. Perbedaan kecil ini, menjadi sasaran kritik para Orientalis, bahwa al-Qur’ an tidak asli lagi, karena telah ada campur tangan manusia dalam transmisinya. Walaupun demikian, sebagian di antara mereka, seperti Gibb, Kenneth Cragg, John Burton, dan Schwally dalam bukunya Mohammedanism, The Collection of the Qur’an , The Mind of the Qu'ran, dan Geschichte des Qorans, mengakui bahwa "sejauh pengetahuan kita, kita bisa yakin bahwa teks wahyu telah ditransmisikan sebagaimana apa yang telah diberikan kepada Nabi".


Mushaf Utsmani Disimpan di Mana?

Banyak pertanyaan, di mana copy yang diberikan oleh Khalifah Utsman disimpan? Apakah masih ada? Menurut penjelasan The Institute of Islamic Information and Education of America, naskah tadi disimpan di Museum Tashkent di Uzbekistan, Asia Tengah. Sedangkan hasil copy fax ada di Perpustakaan Universitas Columbia di Amerika Serikat. Keterangan lebih lanjut menjelaskan bahwa copy tersebut sama dengan apa yang dimiliki pada zaman Nabi. Duplikat copy yang dikirimkan ke Syria pada masa Utsman juga masih ada di Topkapi Museum Istambul, duplikat ini dibuat sebelum terjadi kebakaran pada tahun 1892 yang menghancurkan mesjid Jami, di mana mushaf tersebut berada. Naskah yang lebih tua bisa ditemukan di Dar al-Kutub, Kesultanan Mesir. Sangat menarik, terdapat naskah yang disimpan di Perpustakaan Kongres di Washington, Chester Beatty Museum di Dublin (Irlandia) dan Museum di London-isinya tidak berbeda dengan apa yang terdapat di Mesir, Uzbekistan dan Syria. Sebelumnya juga terdapat 42.000 koleksi naskah kuno disimpan Institute for Koranforshung, University of Munich di Jerman. Namun, ketika Perang Dunia II, koleksi ini hancur karena dibom. Sejauh ini, berkat upaya para sahabat Nabi dan atas pertolongan Tuhan Yang Maha Esa, isi al-Qur'an, sejak zaman Nabi hingga sekarang tetap sama. Namun demikian, pertanyaan lainnya muncul. Jika ini semua otentik sesuai dengan aslinya, bagaimana kita yakin bahwa al-Qur'an berasal dari "Sumber Metafisis Tertinggi"? Sebagian besar kaum Muslim sangat yakin bahwa al-Qur'an adalah asli dari Tuhan, karena al-Qur'an sendiri yang mengatakan demikian; misalnya saja, Surat an-Nisa' (4:82); al-An'am (6:19); (6:92); an-Naml (27:6); al-Jatsiyah (45:2). Sebagian Muslim lainnya baru percaya setelah membaca dan memahami isinya dengan baik, berpikiran jernih, dan mau membuka hati dengan hal-hal yang baru. Tetapi dapat dipahami pula, karena "sumbernya dari dalam", bagi orang luar yang skeptis, pendapat apa saja dimungkinkan. Oleh karena itu, bagi orang luar, bukan kalangan Muslim atau siapa saja, pilihannya adalah salah satu dari lima kemungkinan yang "mengarang al-Qur'an".

Pertama, Nabi Muhammad saw.
Kedua, para pujangga-ilmuwan Arab dan kumpulan cerita dari berbagai sumber.
Ketiga, merupakan jiplakan dari kitab suci Injil dan Taurat.
Keempat, buatan makhluk asing.
Dan kelima, dari Tuhan.

Al-Qur' an berpandangan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Ia mengatakan bahwa percaya atau tidaknya seseorang terhadap isi al-Qur'an, semata-mata karena hidayah Allah. Hidayah diberikan bagi yang mau berpikir jernih dan berprasangka baik.

Sebagian Muslim makin percaya karena faktor-faktor eksternal, bukan hanya karena pernyataan al-Qur'an saja. Mereka berpikir begini.

Pertama, Muhammad saw terkenal karena kujujurannya, dapat dipercaya, dan bukan orang yang pandai membaca dan menulis. Di lain pihak, gaya bahasa al-Qur'an sangat berlainan dengan gaya bahasa Nabi ketika bertutur. Al-Qur'an selalu memakai gaya yang unik, dimulai dengan "Katakanlah", "ingatkah", "Tuhan berkata", "Mereka bertanya", dan sebagainya.

Kedua, ada puluhan surat dan ayat yang dimulai dengan huruf-huruf Arab, yang pada awalnya tidak diketahui maknanya. Huruf sisipan atau fawatih. Huruf-huruf ini tidak ada perlunya jika "makhluk biasa" yang membuat, karena tidak dimengerti oleh pembacanya hingga berabad-abad lamanya, membuat bingung.

Ketiga, sesuatu yang menarik lainnya, bahwa nama Muhammad hanya empat kali disebut dalam alQur an. Nama Adam as dan Isa as jauh lebih banyak disebut. Mereka disebut oleh al-Qur'an masing-masing 25 kali. Bahkan nama Musa as paling banyak disebut.

Keempat, cerita atau ungkapan sejarah serupa dengan cerita dalam kitab suci lainnya, namun sangat berbeda dalam detail dan maknanya. Beberapa kisah masa lalu, bahkan tidak ditemukan dalam kitab Yahudi atau Bibel. Seperti kisah bangsa Tsamud, Ad, kota Iram, dialog antara Nuh as dengan puteranya sebelum banjir terjadi, dan "percakapan semut yang didengar Sulaiman as".

Kelima, seruan al-Qur'an bukan saja ditujukan kepada semua manusia (di bumi dan langit--planet dan alam lainnya), tetapi juga golongan jin (beserta seluruh rasnya, seperti setan, iblis, ifrit, dan makhluk asing yang belum diketahui manusia). Ayat-ayat ini tidak ada perlunya bila "makhluk biasa" yang membuat, apa manfaatnya?

Keenam, rincian tentang malaikat, jin, penciptaan (banyak) alam semesta dan (banyak) bumi, fenomena ilmiah, di mana pengetahuan manusia belum atau baru saja mengetahui.

Ketujuh, struktur kodetifikasi yang ditemukan dalam al-Qur'an, di mana ia mengatakan untuk menambah keimanan bagi orang yang beriman dan membuat tidak ragu bagi pembaca Kitab ini (al-Muddatstsir 74 : 30).

Beberapa faktor eksternal tersebut menyebabkan sebagian kaum Muslim makin percaya bahwa al-Qur'an kecil sekali ke­mungkinannya dibuat oleh makhluk biasa, baik manusia maupun jin. Kita juga harus ingat, kaum Muslim lainnya, yang bukan Islam karena "dilahirkan" - Islam karena "pindah agama atau mendapatkan agama", mereka mempunyai alasan yang Iebih spesifik.

Mushaf Utsmani adalah satu-satunya kitab, di mana enkripsi dan kodetifikasi bilangan prima ditemukan secara terstruktur, komprehensif, mulai dari yang paling sederhana hingga yang rumit.


Salah satu mitos yang paling umum tentang Alquran, adalah Usman (ra), Khalifah Islam ketiga mengkonfirmasi dan menyusun satu Alquran, dari sejumlah besar salinan Al-qur’an yang saling bertentangan. Al Qur'an sekarang yang dijunjung tinggi sebagai Firman Allah (swt) oleh Muslim di seluruh dunia adalah Alquran yang sama sperti Al-qur;an yang diutus ke Nabi Muhammad (SAW). Al-qur’an Otentik(terbukti keasliannya) dan ditulis di bawah pengawasan langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Kita akan memeriksa akar dari mitos yang mengatakan bahwa Usman (ra) yang telah membuat Al-Qur’an ini menjadi asli :

1. Nabi Muhammad (SAW) sendiri yang langsung mengawasi dan mengecek AlQur’an yang ditulis oleh Para sahabat.

Apabila Nabi menerima wahyu, dia lah yang pertama menghafalnya dan kemudian mengumumkan wahyu tersebut dan menginstruksikan kepada para sahabat (RA - Radhi Allahu Taala Anhu - Semoga Allah meridhai mereka yang juga menghafal AlQur’an.) Nabi akan segera meminta sahabat untuk menulis wahyu yang dia terima, dan dia sendiri yang mengkonfirmasi dan mengecek ulang (wahyu yang telah ditulis tadi). Nabi Muhammad (SAW) adalah Ummi, tidak dapat membaca dan menulis. Oleh karena itu, setiap setelah menerima wahyu, ia akan mengulangi ke para sahabat. Mereka lalu menulis wahyu tersebut, dan dia akan meminta mereka untuk mengulangi membaca apa yang mereka tulis. Jika ada kesalahan sekecil apapun, Nabi akan segera memperhatikan, mengkoreksi dan mengeceknya ulang. Nabi juga mengecek dan melihat keotentikan ayat-ayat AlQur’an yang telah dihafal oleh para sahabat. Dengan cara ini, Alquran secara lengkap telah ditulis di bawah pengawasan Muhammad (SAW) sendiri.

2. Susunan dan Urutan Alquran yang hebat

Alquran secara Lengkap diturunkan selama 22 ½ tahun, diturunkan bagian demi bagian, dan sesuai dengan kondisi yang diperlukan . Al Qur’an tidak disusun oleh nabi berdasarkan kronologis turunnya wahyu(pen-Susunan Al-Qur an tidak berdasarkan urutan ayat yang turun ) . Susunan dan urutan Alquran adalah sangat-sangat hebat dan disampaikan kepada Nabi oleh Allah (SWT) melalui malaikat Jibril. Apabila wahyu tersebut disampaikan kepada para sahabat, Nabi juga menyebutkan suratnya dan ayat ke berapa dari surat sehingga susunan wahyu yang baru turun benar-benar terjaga.

Setiap Ramadhan semua bagian dari Alquran yang telah diturunkan, termasuk urutan ayat-ayat, dicek dan dikonfirmasikan lagi oleh Nabi ke malaikat Jibril. Pada saat Ramadhan terakhir, sebelum Nabi meninggal, Alquran telah dicek dan dikonfirmasikan kembali selama dua kali.

Oleh karena itu, jelas lah bahwa Alquran telah disusun dan dikonfirmasi oleh Nabi itu sendiri selama masa Nabi, baik yang ditulis maupun yang dihafal oleh para sahabat.

3. Alquran disalin pada satu bahan

Alquran lengkap, bersama dengan urutan ayat-ayat yang benar, telah ada pada masa Nabi (SAW). Ayat-ayat itu ditulis pada lembaran-lembaran terpisah, lembaran dari kulit, batu yang datar, daun, cabang pohon, juga di besi(bahu pedang), dll Setelah kematian nabi, Abu Bakr (ra), khalifah pertama Islam memerintahkan AlQur’an yang telah disalin dari berbagai jenis bahan disatukan dalam satu tempat dan satu bahan, dalam bentuk lembaran. Lembaran ayat-ayat ini diikat dengan kawat sehingga tak satupun dari lembaran ini bisa hilang.

4. Usman (ra) membuat salinan Alquran dari naskah asli

Banyak sahabat Nabi menulis wahyu dari Alquran dengan inisiatif mereka sendiri setelah mendengar wahyu disampaikan oleh nabi. Namun apa yang mereka tulis itu tidak di chek sendiri oleh nabi dan bisa mengandung kesalahan. Semua ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi belum di dengar langsung oleh para sahabat. Ada kemungkinan yang besar bagian AlQur’an yang berbeda-beda dari banyaknya para sahabat . Hal ini menimbulkan sengketa di kalangan Muslim mengenai isi yang berbeda dari Alquran selama masa Khalifah Usman ketiga (ra).

Usman (ra) meminjam naskah asli Alquran, yang diotorisasi langsung oleh Nabi (SAW), dari Hafsha (semoga Allah meridhainya), istri Nabi. Usman (ra) memerintahkan empat sahabat yang pandai menulis, yang menulis Al Qur'an ketika Nabi mendiktekannya, dipimpin oleh Zaid bin Tsabit (ra) untuk menulis ulang naskah asli tersebut dalam beberapa salinan yang sempurna. Lalu Ini dikirim oleh Usman (ra) ke pusat-pusat utama Muslim.

Terdapat koleksi pribadi lainnya dari bagian Al Qur'an yang disimpan oleh masyarakat setempat. Ini mungkin ada kesalahan. Usman (ra) membujuk masyarakat ini untuk memusnahkan semua salinan yang tidak sesuai dengan naskah asli Alquran Untuk melestarikan teks Alquran yang asli. Dua salinan yang disalin dari naskah asli Alquran yang dikonfirmasi oleh Nabi (pen-yang ditulis oleh 4 sahabat dipimpin oleh Zaid bin Tsabit) bisa dilihat sampai hari ini, satu di museum di Tashkent di Uni Soviet dan yang lainnya di Museum Topkapi di Istanbul, Turki.

5. Tanda Baca ditambahkan untuk non-Arab

Naskah asli Alquran tidak mempunyai tanda-tanda vokal dalam tulisan Arab. Huruf vokal ini dikenal sebagai tashkil, zabar, zair, paish dalam bahasaUrdu dan sebagai Fatah, damma dan qasra dalam bahasa Arab. Orang Arab tidak memerlukan vokal dan tanda tanda baca untuk pengucapan yang benar dari Alquran karena Al-Qur’an memakai bahasa ibu mereka. Untuk Muslim non-Arab, bagaimana pun juga , sulit untuk mengucapkan Alquran dengan benar tanpa huruf vokal. Tanda ini diperkenalkan ke dalam naskah AlQur’an pada masa khalifah 'Umayyad' ke lima, Malik-ar-Marwan (66-86 Hijri/685-705 TM) dan beliau menjabat Gubernur Al-Hajaj di Irak.

Beberapa orang berpendapat bahwa saat ini salinan Alquran yang ada pada kita dengan huruf vokal dan tanda baca tidak sama dengan Alquran asli yang ada pada zaman nabi. Tetapi mereka tidak sadar bahwa kata 'Alquran' berarti Tilawah(bacaan). Oleh karena itu, Pengucapan dari Alquran adalah penting, walaupun naskahnya berbeda karena sudah ada tanda bacanya. Jika pengucapan dalam Bahasa Arab adalah sama, secara alami, itu berarti adalah sama.

6. Allah sendiri telah berjanji untuk menjaga Alquran

Allah telah berjanji dalam Alquran:

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.." [Al-Qur'an 15:9]






Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya. 
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb. 
 peraturan komentar: 
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa. 
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit. 
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post