Tafsir Surat Al-Fatihah Pendahuluan

Tulisan ini mengutip Terjemah Tafsir Ibnu Katsir 

Al-Imam Abul Fida Isma'il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi 
Penerjemah : 
Bahrun Abu Bakar, L.C. 
Dibantu Oleh : 
H. Anwar Abu Bakar, L.C. 


Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung


PENGANTAR SEBELUM
TAFSIR SURAT AL-FATIHAH

Abu Bakar ibnul Anbari mengatakan, telah menceritakan kepada ka-mi  Ismail ibnu Ishaq Al-Qadi, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah yang pemah mengatakan bahwa surat-surat yang diturunkan di Ma-dinah ialah Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa, Al-Maidah, Bara-ah (At-Taubah), Ar-Ra'd, An-Nahl, Al-Hajj, An-Nur, Al-Ahzab, 
Muham-mad, Al-Fat-h, Al-Hujurat, Ar-Rahman, Al-Hadld, Al-Mujadilah, Al-Hasyr, Al-Mumtahanah, As-Saff, Al-Jumu'ah, Al-Munafiqun, At-Tagabun, dan At-Talaq serta ayat:Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah meng-halalkannyal (At-Tahrim: 1) sampai dengan permulaan ayat yang kesepuluh, juga surat Az-Zalza-lah dan An-Nasr. Semua surat yang disebut di atas diturunkan di Ma-dinah, sedangkan surat-surat lainnya diturunkan di Mekah. 
Ayat Al-Qur'an seluruhnya berjumlah enam ribu ayat, kemudian selebihnya masih diperselisihkan oleh beberapa ulama. Di antara me-reka ada yang mengatakan tidak lebih dari 6.000 ayat, ada pula yang mengatakan lebih dari 204 ayat. Menurut pendapat yang lain lebih da-ri 214 ayat, pendapat yang lainnya lagi mengatakan lebih dari 219 ayat. Pendapat lain mengatakan lebih dari 225 atau 226 ayat. Ada pu-la yang mengatakan lebih dari 236 ayat. Semuanya itu diketengahkan oleh Abu Amr Ad-Dani di dalam kitab Al-Bayan. 
Jumlah kalimat Al-Qur'an menurut Al-Fadl ibnu Syazan, dari Ata ibnu Yasar, adalah 77.439 kalimat. Jumlah semua huruf dalam Al-Qur'an menurut Abdullah ibnu Kasir, dari Mujahid, adalah 321.180 huruf. Sedangkan menurut Al-Fadl ibnu Ata ibnu Yasar adalah 323.015 huruf. 

Salam Abu Muhammad Al-Hammani mengatakan bahwa Al-Haj-jaj pernah mengumpulkan semua ahli qurra, para huffaz, dan penulis khat Al-Qur'an, lalu ia bertanya, "Ceritakanlah kepadaku tentang se-luruh Al-Qur'an, berapakah jumlah hurufnya?" Al-Hammani melan-jutkan kisahnya, "Lalu kami menghitungnya, dan akhimya 
mereka se-pakat bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat 340.740 huruf." Kemudian Al-Hajjah bertanya, "Ceritakanlah kepadaku tentang pertengahan Al-Qur'an!" Setelah kami hitung, ternyata pertengahan Al-Qur'an jatuh pada humf  fa dari firman-Nya dalam surat Al-Kahfi, yaitu: Dan hendaklah dia berlaku lemah lembut.... (Al-Kahfi: 19) Sepertiga yang pertama dari Al-Qur'an jatuh pada permulaan ayat yang keseratus dari surat Al-Bara-ah (At-Taubah), sepertiga yang ke-dua jatuh pada permulaan ayat yang keseratus atau keseratus satu dari surat Asy-Syu'ara, sedangkan sepertiga yarg terakhir hingga sampai pada akhir dari Al-Qur'an (mus-haf). 
Sepertujuh yang pertama dari Al-Qur'an jatuh pada huruf dal dari firman-Nya: Maka di antara mereka (orang-orang yang dengki itu) ada orang-orang yang beriman kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang menghalangi (manusia) dari beriman ke-padanya. (An-Nisa: 55) 
Sepertujuh yang kedua jatuh pada huruf ta dari firman-Nya dalam su-rat Al-A'raf, yaitu: 
Sia-sialah amalperbuatan mereka. (Al-A'raf: 147) Sepertujuh yang ketiga jatuh pada huruf alif yang kedua dari firman-Nya dalam surat Ar-Ra'd, yaitu: Buah-buahannya tiada henti-hentinya. (Ar-Ra'd: 35) Sepertujuh yang keempat jatuh sampai huruf alif dari firman-Nya da-lam surat Al-Hajj', yaitu: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan .      (kurban). (Al-Hajj: 34) Sepertujuh yang kelima jatuh pada huruf ha dari firman-Nya dalam surat Al-Ahzab, yaitu: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) 
bagi perempuan yang mukmin. (Al-Ahzab: 36) Sepertujuh yang keenam sampai pada huruf wawu dari firman-Nya dalam surat Al-Fat-h, yaitu: yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. (Al-Fat-h-6) 
Sedangkan sepertujuh yang terakhir ialah sampai akhir dari Al-Qur'an. Salam Abu Muhammad mengatakan, kami mempelajari semua itu dalam waktu empat bulan. Mereka mengatakan bahwa Al-Hajjaj setiap malamnya selalu membaca seperempat Al-Qur'an. Seperempat yang pertama sampai pada akhir surat Al-An'am, seperempat yang kedua sampai pada walyatalattaf dari surat Al-Kahfi, seperempat yang ketiga 
sampai pada akhir surat Az-Zumar, sedangkan seperem-pat yang terakhir sampai akhir Al-Qur'an. Akan tetapi, Syekh Abu Amr Ad-Dani di dalam kitab  Al-Bayan meriwayatkan hal yang berbe-da dengan semuanya itu. Dengan adanya pembagian Al-Qur'an ke dalam istilah "hizb" dan "juz", maka dikenallah pembagian Al-Qur'an ke dalam tiga puluh juz, sebagaimana telah terkenal pula istilah "perempatan" di kalangan madrasah-madrasah dan lain-lainnya. Kami mengetengahkan dalam pembahasan yang lalu bahwa para sahabat pun telah melakukan pem-bagian ini terhadap Al-Qur'an. Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dan Sunan Abu Da.id serta Ibnu Majah dan lain-lainnya disebutkan sebuah hadis dari Aus ibnu Huzaifah, bahwa ia pernah bertanya ke-pada sahabat-sahabat Rasul semasa Rasul Saw. masih hidup, "Bagai-manakah kalian membagi-bagi Al-Qur'an?" Mereka menjawab, "Se-pertiga, seperlima, sepertujuh, sepersembilan, 
sepersebelas, dan seper-tiga belas serta pembagian mufassal hingga khatam." Makna lafaz "surat" masih diperselisihkan, dari kata apakah ia berakar. Suatu pendapat mengatakan bahwa "surat" berasal dari pen-jelasan (bayan) dan kedudukan yang tinggi, seperti pengertian yang terkandung di dalam perkataan penyair An-Nabigah berikut ini: Tidakkah kamu melihat bahwa Allah telah memberimu penjelas-an /kedudukan yang tinggi, kamu melihat semua raja merasa bi-ngung menghadapinya. Seakan-akan melalui "surat" tersebut si pembaca berpindah dari suatu kedudukan ke kedudukan yang lain. 

Menurut suatu pendapat, dikatakan "surat" karena kehormatan dan ketinggiannya sama sepertf tembok-tembok pembatas negeri. Me-nurut pendapat yang lain, dinamakan "surat" karena merupakan sepo-tong 
dari Al-Qur'an dan bagian darinya, diambil dari kata asarul ina yang artinya "sisa air minum yang ada pada wadahnya". Dengan de-mikian, berarti bentuk asalnya adalah memakai hamzah (yakni "su-run"); dan 
sesungguhnya hamzah di-takhfif-kan, lalu diganti dengan wawu, mcngingat harakat dammah sebelumnya (hingga jadilah "su-run", sclanjutnya menjadi "surat"). Menurut pendapat yang lainnya lagi, dikatakan demikian karena kelengkapan dan kesempumaannya; orang-orang Arab menyebut unta betina yang sempuma dengan 
se-butan "surat". Menurut kami, dapat pula dikatakan bahwa "surat" berasal dari pengertian "menghimpun dan meliputi ayat-ayat yang terkandung di dalamnya"; sebagaimana tembok pembatas sebuah negeri (kota), dinamakan "surat" karena tembok tersebut meliputi semua perumahan dan kemah yang terhimpun di dalamnya. Bentuk jamak dari "surat" ialah suwarun dengan huruf wawu yang di-fat-hah-kan, tetapi adakalanya dijamakkan dalam bentuk surat dan suwarat. Sedangkan pengertian "ayat" merupakan pertanda terputusnya suatu pembicaraan dari ayat sebelum dan sesudahnya, serta terpisah darinya. Dengan kata lain, suatu ayat terpisah dari ayat lainnya dan berdiri sendiri. Allah Swt. telah berfirman: 

Sesungguhnya tanda ia akan jadi raja. (Al-Baqarah: 248) 
Nabigah, salah seorang penyair, mengatakan: Aku mengira-ngira tanda-tanda yang dimilikinya, akhirnya aku 
dapat mengenalnya setelah berlalu enam tahun dan sekarang ta-hun ketujuhnya. 
Menurut pendapat lain, ayat adalah sekumpulan huruf dari Al-Qur'an atau sekelompok darinya, sebagaimana dikatakan kharajal qaumu biayatihim, yakni "kaum itu berangkat bersama golongannya". Salah seorang penyair mengatakan: 

Kami berangkat dari Niqbain, tiada suatu kabilah pun semisal dengan kabilah kami bersama semua golongannya, kami menggi-ring ternak unta. Pendapat yang lain mengatakan, dinamakan "ayat" karena mempakan suatu keajaiban yang tidak mampu dilakukan oleh manusia untuk membuat hal semisalnya. Imam Sibawaih mengatakan bahwa bentuk asal ayat ialah ayayatun, sama wazannya dengan akamatun dan sya-jaratun; huruf ya berharakat, sedangkan harakat sebelumnya adalah fat-hah, maka diganti menjadi alifhingga jadilah ayatun dengan me-makai hamzah yang dipanjangkan bunyinya. Imam Kisai mengatakan, bentuk asalnya adalah ayiyatun dengan wazan seperti lafaz aminatun, lalu humf ya diganti menjadi  alif, se-lanjutnya dibuang karena iltibas (serupa dengan hamzah). Imam Farra mengatakan, asalnya ialah ayyatun, kemudian ya pertama diganti menjadi alif karena tasydid tidak disukai, hingga jadilah ayah (ayat); bentuk jamaknya ialah ayin, ayatun, dan ayayun. 
"Kalimat" artinya "suatu lafaz yang menyendiri", adakalanya ter-diri atas dua huruf, misalnya ma dan la atau lain-lainnya yang sejenis; adakalanya lebih banyak, yang paling banyak terdiri atas sepuluh hu-ruf, seperti firman Allah Swt.: 

Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa. 
(An-Nur: 55) 
Apa akan kami paksakan kalian menerimanyal (Hud: 28) 
lalu Kami beri minum kalian dengan air itu. (Al-Hijr: 22) 
Adakalanya suatu ayat hanya terdiri atas satu kalimat, misalnya- wal fajri, wad duha, wal 'asri; demikian pula alif lam mim, taha, yasin, ha mim, menurut pendapat ulama Kufah. Ha mim 'ain sin qaf menu- Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa. 
(An-Nur: 55) 
Apa akan kami paksakan kalian menerimanyal (Hud: 28) 
lalu Kami beri minum kalian dengan air itu. (Al-Hijr: 22) 
Adakalanya suatu ayat hanya terdiri atas satu kalimat, misalnya- wal fajri, wad duha, wal 'asri; demikian pula alif lam mim, taha, yasin, ha mim, menurut pendapat ulama Kufah. Ha mim 'ain sin qaf menu- rut ulama Kufah adalah dua kalimat, sedangkan menurut selain me-reka hal-hal tersebut bukan dinamakan ayat, melainkan dianggap se-bagai fawatihus suwar (pembuka surat-surat). 
Abu Amr Ad-Dani mengatakan, "Aku belum pernah mengetahui suatu kalimat yang menyendiri dianggap sebagai suatu ayat selain fir-man-Nya dalam surat Ar-Rahman," yaitu: kedua surga itu (kelihatan) hijau tua warnanya. (Ar-Rahman: 64) 

Imam Qurtubi mengatakan, para ahli tafsir sepakat bahwa tiada suatu lafaz pun di dalam Al-Qur'an yang berasal dari bahasa Ajam. Mereka sepakat pula bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat beberapa nama Ajam, 
misalnya Ibrahim, Nuh, dan Lut. Tetapi mereka berselisih pendapat, apakah di dalam Al-Qur'an terdapat sesuatu dari bahasa Ajam selain hal tersebut? Al-Baqilani dan At-Tabari mengingkarinya, dan mereka mengatakan bahwa se-suatu yang terdapat di dalam Al-Qur'an lagi bersesuaian dengan ba-hasa Ajam, maka hal tersebut termasuk persamaan yang kebetulan. 





Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya. 
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb. 
 peraturan komentar: 
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa. 
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit. 
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post