Oleh: Hamdi Pranata
Kedudukan Hadist dalam Tasyri’
Dalam hukum Islam, hadits menjadi sumber hokum kedua setelah al-Qur`an. Penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu al-Qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Al-Quran menekankan bahwa Rasul Saw berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS. 16:44). Karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani oleh kaum muslimin. Sejak masa sahabat sampai hari ini para ulama telah bersepakat dalam penetapan hokum didasarkan juga kepada sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional. Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-Qur`an hanya memberikan garis-garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima.
Di antara ayat-ayat yang menjadi bukti bahwa hadits merupakan sumber hokum dalam Islam adalah sebagai berikut :
An- Nisa’: 80
Dalam hukum Islam, hadits menjadi sumber hokum kedua setelah al-Qur`an. Penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu al-Qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Al-Quran menekankan bahwa Rasul Saw berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS. 16:44). Karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani oleh kaum muslimin. Sejak masa sahabat sampai hari ini para ulama telah bersepakat dalam penetapan hokum didasarkan juga kepada sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional. Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-Qur`an hanya memberikan garis-garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima.
Di antara ayat-ayat yang menjadi bukti bahwa hadits merupakan sumber hokum dalam Islam adalah sebagai berikut :
An- Nisa’: 80
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ … (80)
“Barangsiapa yang mentaati Rosul, maka sesungguhnya dia telah mentaati Alloh…”
Dalam ayat lain Allah berfirman :
Dalam ayat lain Allah berfirman :
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا … (7)
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” (QS. Al-Hasyr : 7)
Dalam Q.S AnNisa’ 59, Allah berfirman :
Dalam Q.S AnNisa’ 59, Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ … (59)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembali kanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)…”
Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak cukup hanya berpedoman pada al-Qur’an dalam melaksanakan ajaran Islam, tapi juga wajib berpedoman kepada hadits Rasulullah Saw. Hal ini juga ditegaskan oleh Syaikh al-Albani bahwa syari’at Islam bukan hanya al-Qur’an saja, melainkan juga as-Sunnah. Barangsiapa hanya berpegang pada salah satunya, maka berarti sama dengan tidak berpegang dengan keduanya, karena Al-Qur’an memerintahkan untuk berpegang dengan as-Sunnah demikian pula sebaliknya. (manzilatus sunnahfil Islam, hal:14, MaktabahSyamilah)
Kedudukan dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Allah. Kitab al-Qur’an adalah sebagai penyempurna dari kitab-kitab Allah yang pernah diturunkan sebelumnya. Dalam al-Qur’an terkandung petunjuk dan aturan berbagai aspek kehidupan manusia. Ayat-ayat Makkiyyah misalnya banyak berbicara tentang persoalan tauhid, keimanan, kisah para nabi dan rasul terdahulu, dan lain sebagainya. Sementara ayat-ayat Madaniayah banyak menjelaskan tentang ibadah, muamalah, hudud, jihad, dan lain sebagainya. Secara umum kandungan al-Qur’an dapat dibagi kepada tiga hal pokok, yaitu prinsip-prinsip akidah, seperti beriman kepada Allah Swt, rasul-rasulnya dan lain-lain, prinsip-prinsip ibadah, seperti sholat, puasa dan lain-lain, prinsip-prinsip syariat, seperti hukum perkawinan, kewarisan dan lain-lain. Namun meskipun demikian al-Qur’an tidak bisa dipisahkan dengan hadits, karena syariat Islam tidak hanya al-Qur’an tapi al-Qur’an dan hadits. Bahkan ada ulama yang menyatakan bahwa al-Qur’an dan hadits berada dalam satu tingkatan dari sisi i’tibar dan hujjah dalam penetapan hukum syari’at. Di sinilah pentingnya mengetahui fungsi dan kedudukan hadits terhadap al-Qur’an.
Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa hubungan hadits dengan al-Qur`an ada tiga :
1. Hadits sesuai dengan al-Qur`an dari berbagai segi, sehingga datang al-Qur`an dan hadits pada
satuhukummenunjukkanadadanbanyaknyadalil (semakin menguatkan).
2. Hadits sebagai penjelas maksud al-Qur`an dan penafsirnya.
3. Hadits menentukan satu hukum wajib atau haran pada sesuatu yang al-Qur`an diamkan.
As-Sunnah tidak akan keluar dari tiga kategori ini, sehingga As-Sunnah tidak akan menentang al-Qur`an sama sekali. (‘Ilam Muwaqi’in: 307, Maktabah Syamilah).
Syeikh al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani juga berpendapat bahwa Rasulullah Saw befungsi untuk menjelaskan al-Qur’an. Beliau memandang bahwa penjelasan yang tertera dalam ayat al-Qur’an mencakup dua jenis penjelasan ;
1. Penjelasan lafadz dan susunannya. Seperti firman Allah dalam surat Al-Maidah: 67, diperkuat
dengan hadits yang diriwayatkan oleh sayyidah ‘Aisyah ra.
Kedudukan dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Allah. Kitab al-Qur’an adalah sebagai penyempurna dari kitab-kitab Allah yang pernah diturunkan sebelumnya. Dalam al-Qur’an terkandung petunjuk dan aturan berbagai aspek kehidupan manusia. Ayat-ayat Makkiyyah misalnya banyak berbicara tentang persoalan tauhid, keimanan, kisah para nabi dan rasul terdahulu, dan lain sebagainya. Sementara ayat-ayat Madaniayah banyak menjelaskan tentang ibadah, muamalah, hudud, jihad, dan lain sebagainya. Secara umum kandungan al-Qur’an dapat dibagi kepada tiga hal pokok, yaitu prinsip-prinsip akidah, seperti beriman kepada Allah Swt, rasul-rasulnya dan lain-lain, prinsip-prinsip ibadah, seperti sholat, puasa dan lain-lain, prinsip-prinsip syariat, seperti hukum perkawinan, kewarisan dan lain-lain. Namun meskipun demikian al-Qur’an tidak bisa dipisahkan dengan hadits, karena syariat Islam tidak hanya al-Qur’an tapi al-Qur’an dan hadits. Bahkan ada ulama yang menyatakan bahwa al-Qur’an dan hadits berada dalam satu tingkatan dari sisi i’tibar dan hujjah dalam penetapan hukum syari’at. Di sinilah pentingnya mengetahui fungsi dan kedudukan hadits terhadap al-Qur’an.
Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa hubungan hadits dengan al-Qur`an ada tiga :
1. Hadits sesuai dengan al-Qur`an dari berbagai segi, sehingga datang al-Qur`an dan hadits pada
satuhukummenunjukkanadadanbanyaknyadalil (semakin menguatkan).
2. Hadits sebagai penjelas maksud al-Qur`an dan penafsirnya.
3. Hadits menentukan satu hukum wajib atau haran pada sesuatu yang al-Qur`an diamkan.
As-Sunnah tidak akan keluar dari tiga kategori ini, sehingga As-Sunnah tidak akan menentang al-Qur`an sama sekali. (‘Ilam Muwaqi’in: 307, Maktabah Syamilah).
Syeikh al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani juga berpendapat bahwa Rasulullah Saw befungsi untuk menjelaskan al-Qur’an. Beliau memandang bahwa penjelasan yang tertera dalam ayat al-Qur’an mencakup dua jenis penjelasan ;
1. Penjelasan lafadz dan susunannya. Seperti firman Allah dalam surat Al-Maidah: 67, diperkuat
dengan hadits yang diriwayatkan oleh sayyidah ‘Aisyah ra.
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ … (67)
“Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu…”
Hal ini diperkuat dengan hadits yang bersumber dari ‘Aisyah ra, “Siapa yang menceritakan kepada kalian bahwa Muhammad menyembunyikan sesuatu yang diperintahkan untuk disampaikan maka telah berdusta besar terhadap Allah. Kemudian beliau membaca ayat tersebut.” (HR Bukhori Muslim). (manzilatussunnahfil Islam, hal:4, MaktabahSyamilah)
2. Penjelasan pengertian lafadz atau kalimat atau ayat yang umat butuh penjelasannya. Terbanyak terjadi pada ayat-ayat yang mujmalah (samar) atau umum atau mutlaq, lalu datanglah hadits menjelaskan yang mujmal, mengkhususkan yang umum dan mentaqyid yang muthlaq. Hal itu dijelaskan dengan perkataan, perbuatan dan persetujuan beliau.
Contoh firman Allah yang berbunyi ;
Hal ini diperkuat dengan hadits yang bersumber dari ‘Aisyah ra, “Siapa yang menceritakan kepada kalian bahwa Muhammad menyembunyikan sesuatu yang diperintahkan untuk disampaikan maka telah berdusta besar terhadap Allah. Kemudian beliau membaca ayat tersebut.” (HR Bukhori Muslim). (manzilatussunnahfil Islam, hal:4, MaktabahSyamilah)
2. Penjelasan pengertian lafadz atau kalimat atau ayat yang umat butuh penjelasannya. Terbanyak terjadi pada ayat-ayat yang mujmalah (samar) atau umum atau mutlaq, lalu datanglah hadits menjelaskan yang mujmal, mengkhususkan yang umum dan mentaqyid yang muthlaq. Hal itu dijelaskan dengan perkataan, perbuatan dan persetujuan beliau.
Contoh firman Allah yang berbunyi ;
الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ (82)
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al An’am : 82)
Para sahabat telah memahami firman Allah di atas sesuai keumumannya yang mencakup seluruh kezholiman baik yang besar ataupun yang kecil. Oleh karena itu mereka bertanya tentang ayat tersebut dengan menyatakan ;
“Wahai Rasululloh! Siapakah diantara kami yang tidak mencampuri keimanannya dengan kezholiman?Maka beliau menjawab: Bukan demikian, ia itu adalah syirik, tidakkah kalian mendengar perkataan Luqman: Sesungguhnya syirik adalah kezholiman yang besar.” (QS Luqman: 13).(HR Bukhori Muslim dan lainnya).(manzilatus sunnah fil Islam, hal:14, Maktabah Syamilah)
Masih banyak lagi contoh yang beliau kemukakan dalam tulisannya tersebut terkait dengan ayat-ayat yang membutuhkan penjelasan dari sunnah Rasulullah Saw.
Syaikh ‘Imad Sayyid Muhammad Ismail Asy Syarbini mengatakan bahwa hubungan antara al-Qur’an dengan As-Sunnah adalah dalam hal penjelasan. Hal ini bias disimpulkan kepada tiga hal ;
1. Menguatkan hukum yang ditetapkan al-Qur`an.
Contoh firman Allah Swt dalam surat Hud : 102.
Para sahabat telah memahami firman Allah di atas sesuai keumumannya yang mencakup seluruh kezholiman baik yang besar ataupun yang kecil. Oleh karena itu mereka bertanya tentang ayat tersebut dengan menyatakan ;
“Wahai Rasululloh! Siapakah diantara kami yang tidak mencampuri keimanannya dengan kezholiman?Maka beliau menjawab: Bukan demikian, ia itu adalah syirik, tidakkah kalian mendengar perkataan Luqman: Sesungguhnya syirik adalah kezholiman yang besar.” (QS Luqman: 13).(HR Bukhori Muslim dan lainnya).(manzilatus sunnah fil Islam, hal:14, Maktabah Syamilah)
Masih banyak lagi contoh yang beliau kemukakan dalam tulisannya tersebut terkait dengan ayat-ayat yang membutuhkan penjelasan dari sunnah Rasulullah Saw.
Syaikh ‘Imad Sayyid Muhammad Ismail Asy Syarbini mengatakan bahwa hubungan antara al-Qur’an dengan As-Sunnah adalah dalam hal penjelasan. Hal ini bias disimpulkan kepada tiga hal ;
1. Menguatkan hukum yang ditetapkan al-Qur`an.
Contoh firman Allah Swt dalam surat Hud : 102.
وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ (102)
“Begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi
keras.”
keras.”
Ayat ini diperkuat dengan hadits riwayat Abu Musa yang maknanya hampir sama. Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah Ta’ala akan menangguhkan
siksaannya bagi orang yang berbuat zhalim, apabila Allah telah menghukumnya maka dia tidak akan pernah melepaskannya. Kemudian Rasulullah Saw
membaca ayat surat Huud : 102 (H.R Muslim)
(kitabaatu a’dau al-islam wamunaqosyatuha, hal: 613, MaktabahSyamilah)
siksaannya bagi orang yang berbuat zhalim, apabila Allah telah menghukumnya maka dia tidak akan pernah melepaskannya. Kemudian Rasulullah Saw
membaca ayat surat Huud : 102 (H.R Muslim)
(kitabaatu a’dau al-islam wamunaqosyatuha, hal: 613, MaktabahSyamilah)
2. Menjelaskan maksud al-Qur’an, yaitu dengan cara merinci yang mujmal, membatasi yang mutlak, mengkhususkan yang umum dan menjelaskan yang musykil.
a. تفصيل المجمل (Merinci yang mujmal)
Contoh tentang kewajiban sholat dalam surat an-Nisa’:103
……فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا (103)
“Maka dirikanlah shalat itu sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Ayat ini hanya berisi tentang perintah sholat tapi tidak menjelaskan bagaimana pelaksanaannya, jumlah rakaatnya, syarat dan rukun, serta sebagainya sampai ada penjelasan terperinci dari Rasulullah Saw melalui sabdanya ;
“Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihataku sholat.” (H.R Bukhori)
b. تقييد المطلقMembatasi yang mutlak
Contoh seperti ayat yang berkenaan potong tangan dalam surat Al-Maidah : 38
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا … (38)
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya…”
Ayat ini dibatasi oleh hadits bahwa yang dipotong hanya sampai pada pergelangan tangan. Hadits ini bisa dilihat dalam kitab Sunan Al-Kubro Imam Baihaqi.
c. تخصيص العام Mengkhususkan yang umum.
Seperti ayat yang berkaitan tentang waris dalam surat An-Nisa’ : 11
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ
Allah mensyari'atkanbagimutentang (pembagianpusakauntuk) anak-anakmu.Yaitu :bahagianseoranganaklelakisamadenganbagahiandua orang anakperempuan
Ayat ini masih bersifat umum yang ditujukan kepada orang tua untuk mewariskan harta kepada anak-anak mereka, tapi kemudian Rasulullah mengkhususkan bahwa warisan hanya berlaku kepada sesama muslim, dan lain sebagainya.
d. توضيح المشكل Menjelaskan lafadz yang musykil
Ada lafadz dalam Al-Qur’an yang tidak diketahui maknanya secara jelas kecuali setelah mendengar keterangan dari Nabi Saw. Bahkan ini pernah terjadi pada ‘Aisyah ra terkait dengan kata حساباdalam surat Al-Insyiqaq : 8. Dari ‘Aisyah, Rasul Saw bersabda: Tidak seorangpun yang dipaparkan hisabnya melainkan akan celaka,” “Wahai Rasulullah bukankah Allah berfirman :
فأما من أوتي كتابه بيمينه فسوف يحاسب حسابا يسيرا
(Barangsiapa yang diberikan kitabnya sebelah kanan, maka ia akan mendapat hisab yang mudah), Rasulullah bersabda: Yang dimaksud ayat itu adalah amal yang diperlihatkan, dan tidaklah seseorang hisabnya diperdebatkan, melainkan ia akan dihisab.” (H.R Bukhori) (kitabaatu a’dau al-Islam wa munaqosyatuha, hal:614-620, Maktabah Syamilah)
3. Menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh al-Qur`an. Karena dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang memerintahkan kepada orang-orang beriman
untuk taat secara mutlak kepada apa yang diperintahkan dan dilarang Rasulullah Saw, serta mengancam orang yang menyelisinya. (kitabaatua’dau al-Islam wa
munaqosyatuha, hal:612, MaktabahSyamilah)
untuk taat secara mutlak kepada apa yang diperintahkan dan dilarang Rasulullah Saw, serta mengancam orang yang menyelisinya. (kitabaatua’dau al-Islam wa
munaqosyatuha, hal:612, MaktabahSyamilah)
Hukum yang merupakan produk hadits/sunnah yang tidak ditunjukan oleh al-Qur’an banyak sekali. Seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari pihak ibu, haram memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas, dan kain sutra bagi laki-laki dan lain sebagainya.Wallahu a’lam.
Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya.
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb.
peraturan komentar:
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa.
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit.
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan
Post a Comment