Pada artikel ini Staff IDI mengkritik pandangan Islam soal Ihsan, dengan mengaburkan makna Ihsan, Staff IDI menggiring pembaca bahwa tidak semua Ihsan itu baik, dan diterima. dan selalu saja Staff IDI pada akhirnya mengajak pembaca untuk percaya akan ajaran sesat Kristen yaitu mempertuhankan Yesus / Isa Al-Masih.
berikut artikelnya:
http://www.isadanalfatihah.com/iyyka-nabudu/ihsan-yang-dihargai-allah#islam
Ihsan Yang Dihargai Allah
- Dibuat pada Senin, 28 Mei 2012 10:42
Ketika kami masih tinggal di Jakarta, kami sekeluarga beribadah di gereja internasional. Ketika itu anak-anak kami masih SMA dan aktif di gereja. Kelompok remaja sering mengadakan pesta Natal yang cukup besar. Selama beberapa bulan mereka bekerja-sama untuk mempersiapkan pesta tersebut, yang diadakan di rumah salah satu teman mereka, di mana ayah anak tersebut seorang pimpinan bank.
Kami punya kenalan yang tidak pernah ke gereja apalagi ke acara remaja walaupun anak-anaknya terlibat. Dia selalu menjauhkan diri dari gereja. Dia bukan anti gereja, tetapi hanya acuh-tak-acuh. Pada malam pesta Natal pemuda, untuk pertama kalinya dia bersedia hadir. Saya sendiri heran, mengapa dia mau mengikuti acara tersebut, pada hal dulu tidak pernah sama sekali.
Beberapa hari kemudian saya mendengar, kenalan saya itu mengajukan pinjaman uang dalam jumlah besar dari bank untuk perusahaannya. Baru saya mengerti mengapa dia bersedia mengikuti pesta Natal remaja tersebut.
Setiap Aktivitas Adalah Ibadah
Bapak M. Quraish Shihab menulis, “Memang, segala aktivitas manusia harus berakhir menjadi ibadah kepada-Nya, sedang puncak ibadah adalah Ihsan” (Tafsir Al-Mishbah, hal. 62). Tetapi apakah semuaIhsan (perbuatan baik, amal) sama harganya?
Walaupun Ihsan adalah puncak ibadah, Ihsan manakah yang diterima Allah? Mungkin Saudara menjawab, “Semuanya!” Kami merasa tidak demikian. Apakah Ihsan teman kami di atas diterima Allah? Jelas motivasinya untuk mendapat uang, bukan? Apakah Allah menerima Ihsan dengan motivasi ketamakan?
Mari kita melihat contoh lain. Seorang isteri bisa mempunyai dua tujuan dalam menyiapkan makanan enak dan nikmat bagi suaminya. Mungkin supaya dia diijinkan untuk bepergian. Mungkin juga tanpa alasan lain kecuali karena dia mengasihi suaminya. Pertanyaannya: Motivasi manakah yang lebih tinggi, murni, bagus dan lebih memberkati suaminya?
Ketulusan Dalam Beramal
Amal yang disajikan pada Allah dengan mengharapkan imbalan tidaklah dihargai Allah. Hanya amal yang dijalankan dengan tulus dan murni dipuji Allah.
Dengan kata lain, bila seorang beramal dengan tujuan meraih hak masuk sorga, apakah amal itu diterima Allah? Amal yang demikian tidak dilakukan karena kasih pada Allah. Tetapi untuk kepentingan diri sendiri, agar masuk sorga. Artinya, amal-amal (ihsan) yang dijalankan untuk diri sendiri ditolak Allah, bukan diterima Allah.
Situs www.isadanislam.com memuat cerpen mengenai “Wortel Untuk Raja” yang menolong kita mengerti pentingnya motivasi hati dalam beramal.
Hanya dengan mengerti dan mengalami keselamatan dari dosa yang ditawarkan Isa Al-Masih, amal Saudara dapat diterima Allah.
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini.
********************
Demikianlah pemaparan tulisan Staff IDI di atas. Staff IDI selalu saja berusaha membohongi pembaca menggiring pembaca untuk membenarkan ketuhanan Isa yang jelas sesat. kali ini Staff IDI mengaburkan makna Ihsan.
Makna Ihsan
Dalam Hadits panjang Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjelaskan makna Iman, Islam dan Ihsan :
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :
Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”
Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” [HR Muslim, no. 8]
Dari Hadits di atas sudah sangat jelas apa makna Ihsan itu sendiri, yakni beribadah, beramal baik dengan mengharap dan tulus karena Allah. merasa bahwa Allah kita melihat Allah jika tidak mampu maka ketahuilah Allah melihat kita.
Maka sangat KONYOL dan DUSTA Staff IDI di atas menyatakan tidak semua IHSAN diterima Allah.
Staff IDI panjang Lebar menjelaskan tentang Ketulusan dalam Beramal... ketulusan dalam beramal jelas merupakan dasar dari Ihsan itu sendiri.
Tidak semua perbuatan baik disebut Ihsan. tapi berbicara Ihsan sudah jelas perbuatan baik yang diterima Allah.
Ihsan adalah ikhlas dan penuh perhatian. Artinya, sepenuhnya ikhlas untuk beribadah hanya kepada Allah dengan penuh perhatian, sehingga seolah-olah engkau melihatNya. Jika engkau tidak mampu seperti itu, maka ingatlah bahwa Allah senantiasa melihatmu dan mengetahui apapun yang ada pada dirimu.
Sabda Rasulullah ketika beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mendefinisikan kata ihsan “engkau menyembah Allah seolah-olah melihatNya dan seterusnya” mengisyaratkan, bahwa seorang hamba menyembah Allah dalam keadaan seperti itu. Berarti, ia merasakan kedekatan Allah dan ia berada di depan Allah seolah-olah melihat-Nya. Hal ini menimbulkan rasa takut, segan dan mengagungkan Allah, seperti dalam riwayat Abu Hurairah: “Hendaknya engkau takut kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya”.
Ibadah seperti ini juga menghasilkan ketulusan dalam beribadah, dan berusaha keras untuk memperbaiki dan menyempurnakannya.
dari pemaparan di atas sangat tampak jelas Staff IDI melakukan kebohongan publik, menggiring opini dan menyesatkan pembaca.
Sikap Menipu Staff IDI adalah perkara wajar. Kristen secara umum juga melakukan demikian. karena mereka memang diajarkan demikian. memberitakan Kristen baik dengan jujur maupun dusta tidak masalah.
Wallahu A'lam.
Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya.
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb.
peraturan komentar:
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa.
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit.
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan
Adapun anugerah sorga, harta, anak sholeh yang dikaitkan dengan amal sholeh adalah murni inisiatif Allaah, sebagai bukti bahwa Allaah Maha Mengetahui, Maha Pengasih, penyayang dan Maha Mengabulkan doa, Namun demikian, didalam niat hati seseorang yang beramal harus tetap ikhlas semata-mata karena Allaah dan bukan mengutamakan anugerahnya.
ReplyDeletePost a Comment