Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah (2), Ayat: 223
نِسَاؤُكُمْ
حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
(٢٢٣)
223. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat
kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu semaumu,
dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu dan bertakwalah kepada Allah, dan
ketahuilah bahwa kamu sekalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar
gembira orang-orang yang beriman.
Imâm Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh
li al-Bukhârînya (9/257):
حَدَّثَنَا
أَبُوْا نُعَيْمِ, قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنِ ابْنِ الْمُنْكَدِرِ, قَالَ
سَمِعْتُ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ, قَالَ: كَانَ اليَهُوْدُ يَقُوْلُ: لَوْ
أَتَى امْرَأَةً وَهِيَ مُدْبِرَةً, وَلَدُهُ أَحْوَلَ. فَأَنْزَلَ اللهُ:
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا
لأنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلاقُوهُ وَبَشِّرِ
الْمُؤْمِنِينَ (٢٢٣)
“Abu Nu’aim telah bercerita kepada kami (Bukhârî),
katanya (Abu Nu’aim): “Telah bercerita kepada kami (Abu Nu’aim) Sufyan dari
Ibnu al-Munkadir, katanya (Ibnu al-Munkadir): “Saya mendengar dari Jâbir bin ‘Abdullâh,
katanya (Jâbir bin ‘Abdullâh): “Dahulu orang-orang Yahudi mengatakan: “Kalau
menyetubuhi isteri dari belakang anaknya juling”. Maka Allah SWT. menurunkan:
نِسَاؤُكُمْ
حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا
اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (٢٢٣)
223. “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat
kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu semaumu,
dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu dan bertakwalah kepada Allah, dan
ketahuilah bahwa kamu sekalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar
gembira orang-orang yang beriman”.
KETERANGAN:
Imâm Muslim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di
atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya (10/6 dan 10/7) dengan
tambahan: “Kalau dia mau mujbiyah (bersetubuh dari arah belakang, akan
tetapi tetap masuk ke lubang farj/kemaluan isterinya) atau tidak mujbiyah, hanya
saja pada tempat yang satu (lubang farj/kemaluan isterinya)”. At-Tirmidzî
juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan
at-Tirmidzînya (4/75), dan kata beliau (at-Tirmidzî): “Hadis yang ia
riwayatkan berkualitas hasan shahîh”. Abû Dâwûd juga meriwayatkan sebagaimana
Hadis di atas dalam Sunan Abî Dâwûdnya (2/215). Ibnu Mâjah juga meriwayatkan
sebagaimana Hadis di atas dalam Sunan Ibn Mâjahnya (1925). Al-Humaidî
juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Musnad Abû Bakr al-Humaidînya
(2/532).
CATATAN:
1. Ada tiga
jalur periwayatan yang menyatakan bahwa: “Turunnya ayat: 223, Surat
al-Baqarah itu menyatakan tentang bersetubuh lewat dubur (lubang anus)”, yaitu:
a) Jalur
‘Abdullâh bin ‘Umar: Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya dan
Ibnu Hajar al-Asqalanî dalam Fath al-Bâri bi Syarh Shahîh al-Imâm Abî
‘Abdullâh Muhammad bin Isma’îl al-Bukhârî (9/255, 256 dan No. Hadis: 4526).
An-Nasâ-î dalam Sunan an-Nasâ-î al-Kubrânya (8981 dan 8978). Dan Ibnu
Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayâni fi at-Ta’wîl al-Qurâninya (4/406).
b) Jalur Abu
Sa’îd al-Khudriy: Al-Mushilî dalam Musnad Abî Ya’lâ al-Mushilînya (2/354).
Al-Haitsamî dalam Majma’ al-Zawâ-id wa Manba’ al-Fawâ-id nya (6/319). Ath-Thahawî
dalam Syarh Musykil al-Atsârnya (6118), melalui dua jalur: Abû Sa’îd
al-Khudriy dan ‘Abdurrahman bin Sâbith.
c) Jalur ‘Abdurrahman
bin Sâbith: Imâm Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya
(6/305). Ath-Thahawî dalam Syarh Musykil al-Atsârnya (6118), melalui dua
jalur: Abû Sa’îd al-Khudriy dan ‘Abdurrahman bin Sâbith.
2.
Akan tetapi
semua periwayatan di atas dibantah oleh:
a) ‘Abdullâh
bin ‘Abbâs dalam Fath al-Bâri bi Syarh Shahîh al-Imâm Abî ‘Abdullâh Muhammad
bin Isma’îl al-Bukhârî karya Ibnu Hajar al-Asqalanî (130/8).
b)
Al-‘Allamah
asy-Syaukanî dalam Naîl al-Authârnya.
c)
Ibnu Katsîr
dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Adzîmnya (1/588-591).
d)
Ibnu Jarîr
dalam Jâmi’ al-Bayâni fi at-Ta’wîl al-Qurâninya (2/398).
e) Serta
dikuatkan dengan periwayatan yang menyatakan bahwa: “Turunnya ayat: 223,
Surat al-Baqarah itu menyatakan tentang bersetubuh dari arah belakang, akan
tetapi tetap masuk ke lubang farj/kemaluan isterinya”. Hadis-hadis
tersebut yaitu:
· Melalui jalur ‘Abdullâh bin ‘Abbâs:
Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayâni fi at-Ta’wîl al-Qurâninya (4/413). Abû
Dâwûd dalam Sunan Abî Dâwûdnya (2/215 dan No. Hadis: 2164 dan 2143),
melalui dua jalur: jalur Jâbir bin ‘Abdullâh dan jalur ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ath-Thabranî
dalam al-Mu’jam al-Kabîrnya (11/77 dan 12/237), melalui dua jalur: jalur
‘Abdullâh bin ‘Abbâs dan jalur Ibnu Luhai’ah. Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr
Ibn Abî Hâtimnya (1/588 dan 1/589), melalui dua jalur: jalur Jâbir bin
‘Abdullâh dan jalur ‘Abdullâh bin ‘Abbâs.
· Melalui jalur Jâbir bin ‘Abdullâh: Imâm
Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (9/257). Imâm Muslim dalam
al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya (10/6 dan 10/7). At-Tirmidzî dalam al-Jâmi’
ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (4/75). Abû Dâwûd dalam Sunan Abî Dâwûdnya
(2/215 dan No. Hadis: 2164 dan 2143), melalui dua jalur: jalur Jâbir bin
‘Abdullâh dan jalur ‘Abdullâh bin ‘Abbâs. Ibnu Mâjah dalam Sunan Ibn Mâjahnya
(1925 dan 1924). Al-Humaidî dalam Musnad Abû Bakr al-Humaidînya (2/532).
Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî Hâtimnya (1/588 dan 1/589), melalui
dua jalur: jalur Jâbir bin ‘Abdullâh dan jalur ‘Abdullâh bin ‘Abbâs.
· Melalui jalur Ibnu Luhai’ah: Ath-Thabranî
dalam al-Mu’jam al-Kabîrnya (11/77 dan 12/237), melalui dua jalur: jalur
‘Abdullâh bin ‘Abbâs dan jalur Ibnu Luhai’ah.
· Melalui jalur Hasan bin Musâ
al-Asyib: Imâm Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya
(1/268 dan 1/297), melalui dua jalur: jalur ‘Abdullâh bin ‘Abbâs dan jalur
Hasan bin Musâ al-Asyib.
· Melalui jalur Hasan bin ‘Arafah: Ad-Dâruquthnî
dalam Sunan ad-Dâruquthnînya (3/288).
KESIMPULAN:
Kesimpulan secara komprehensif dari semua aspek di
atas:
1. Bahwa Hadis
yang menyatakan: “Turunnya ayat: 223, Surat al-Baqarah itu menyatakan
tentang bersetubuh dari arah belakang, akan tetapi tetap masuk ke lubang farj/kemaluan
isterinya”, itu kualitas Hadisnya lebih kuat dan lebih muhkam (tetap
dan kokoh) dari segala aspek, baik sanad (runtutan para perawi hadis) maupun
matan (isi hadis), dikarenakan:
a) Hadis yang
menyatakan: “Turunnya ayat: 223, Surat al-Baqarah itu menyatakan tentang
bersetubuh dari arah belakang, akan tetapi tetap masuk ke lubang farj/kemaluan
isterinya”, itu diriwayatkan oleh muttafaqun ‘alaihi (diriwayatkan
oleh Bukhârî dan Muslim), karena kita telah mengetahui bahwa: “Muttafaqun
‘alaihi merupakan tingkatan tertinggi persyaratan Hadis yang shahîh”.
b) Hadis yang
menyatakan: “Turunnya ayat: 223, Surat al-Baqarah itu menyatakan tentang
bersetubuh dari arah belakang, akan tetapi tetap masuk ke lubang
farj/kemaluan isterinya”, itu diriwayatkan oleh banyak mukhorrij Hadits
(perawi Hadis) dan banyak jalan periwayatannya (melalui lima jalur) yaitu: “’Abdullâh
bin ‘Abbâs, Jâbir bin ‘Abdullâh, Ibnu Luhai’ah, Hasan bin Musâ al-Asyib, Hasan
bin ‘Arafah”.
c) Sedangkan
Hadis yang menyatakan: “Turunnya ayat: 223, Surat al-Baqarah itu menyatakan
tentang bersetubuh lewat dubur (lubang anus)”, hanya diriwayatkan oleh
beberapa mukhorrij Hadits (perawi Hadis) saja dan sedikit jalan
periwayatannya (melalui tiga jalur) yaitu: “’Abdullâh bin ‘Umar, Abû Sa’îd
al-Khudriy dan ‘Abdurrahman bin Sâbith”.
2. Jadi,
seorang suami boleh menggauli isterinya dari arah manapun (depan, belakang, atas,
bawah atau samping), akan tetapi tetap masuk ke lubang farj/kemaluan isterinya.
3. Diharamkan seorang suami menggauli isterinya
pada duburnya (lubang anus isterinya), sebagaimana Hadis-hadis (yang
mengharamkan menggauli isteri pada dubur) yang telah diterangkan dalam catatan
di atas.
BIBLIOGRAFI
Al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârî (Imâm
Bukhârî/Abû ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’îl bin
Ibrâhîm
bin al-Mughîrah bin Bardizbah al-Ju’fî al-Bukhârî).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslim (Imâm Muslim/al-Imâm
Abî al-Husain Muslim bin al-Haĵâj
Ibnu
Muslim al-Qusyairî an-Naisâbûrî).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzî
(at-Tirmidzî/al-Imâm al-Hâfizh Abî ‘Îsâ Muhammad
bin ‘Îsâ
bin Saurah at-Tirmidzî).
Al-Mu’jam al-Awsath
(ath-Thabranî/Sulaimân bin Ahmad ath-Thabranî).
Al-Mu’jam al-Kabîr
(ath-Thabranî/Sulaimân bin Ahmad ath-Thabranî).
Fath al-Bâri bi Syarh Shahîh al-Imâm Abî
‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî
(al-Hâfizh
Ibnu Hajar al-Asqalanî/Ahmad bin ‘Alî bin Hajar al-Asqalanî).
Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâni (Ibnu
Jarîr/Abû Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin
Jarîr
bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).
Musnad Abî Ya’lâ al-Mushilî
(al-Mushilî/Ahmad bin ‘Alî al-Mutsannâ al-Mushilî).
Musnad Abû Bakar al-Humaidî
(al-Humaidî/‘Abdullâh bin az-Zubair al-Humaidî).
Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbal (Imâm
Ahmad bin Hanbal/Ahmad bin Hanbal Abû ‘Abdullâh asy-Syaibânî).
Naîl al-Authâr
(Al-‘Allâmah asy-Syaukanî).
Sunan Abî Dâwûd (Abû
Dâwûd/al-Imâm al-Hâfizh al-Mushannif al-Mutqan Abî Dâwûd
Sulaimân
Ibnu al-‘Asy’ats as-Sijistânî al-Azadî).
Sunan ad-Dârimî
(ad-Dârimî/Abû Muhammad bin ‘Abdirrahmân ad-Dârimî).
Sunan ad-Dâruquthnî
(ad-Dâruquthnî/’Alî bin ‘Amr Abû al-Hasan ad-Dâruquthnî
al-Baghdâdî).
Sunan an-Nasâ-î al-Kubrâ
(an-Nasâ-î/al-Hâfizh Abû ‘Abdurrahmân Ahmad bin Syu’aib bin
‘Alî bin
Bahr bin Sunân an-Nasâ-î).
Sunan Ibn Mâjah (Ibnu
Mâjah/al-Hâfizh Abî ‘Abdillâh Muhammad bin Yazîd al-Qazwînî).
Syarh Musykil al-Atsâr
(ath-Thahawî).
Syarh Musykil al-Hadîts
(ath-Thahawî).
Tafsîr al-Qurân al-‘Adzîm (Ibnu
Katsîr/Abû al-Fidâ-u Ismâ’îlu bin ‘Amr bin Katsîr
al-Qurasyî
ad-Dimasyqî).
Tafsîr Ibn Abî Hâtim (Ibnu
Abî Hâtim).
Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya.
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb.
peraturan komentar:
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa.
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit.
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan
Post a Comment