Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengatakan polemik
pengharaman layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan hanya
kesalahpahaman dalam memandang rekomendasi yang diputuskan Sidang Ijtima
MUI beberapa waktu lalu. Din menampik pihaknya telah mengeluarkan fatwa
haram untuk layanan BPJS.
“Terjadi misunderstanding yang menjadi polemik liar,” ucap
Din menjelang Muktamar Muhammadiyah Ke-47 di Makassar, Sabtu, 1 Agustus
2015. Din, yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, memastikan
MUI tak pernah mengeluarkan fatwa yang menyinggung BPJS. Rekomendasi
Sidang Ijtima hanya saran penyempurnaan BPJS. “Tidak ada kata haram di
dalamnya.”
Hasil kajian itu, MUI memutuskan penyelenggaraan BPJS Kesehatan tidak
sesuai syariat Islam. Putusan itu ditetapkan di Pesantren at-Tauhidiyah
dalam Sidang Pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V.
Sidang yang dipimpin Ketua Bidang Fatwa MUI Ma’ruf Amin itu membahas
program, termasuk modus transaksional yang dilakukan BPJS Kesehatan dari
perspektif ekonomi Islam dan fiqih mu’amalah, dengan merujuk Fatwa
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan beberapa
literatur.
“Tampaknya bahwa secara umum program BPJS Kesehatan belum
mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam. Terlebih lagi jika
dilihat dari hubungan hukum atau akad antar-para pihak,” tulis dokumen
hasil sidang yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi www.mui.or.id, Rabu (29/7/2015).
Dalam poin ‘Ketentuan Hukum dan Rekomendasi’, sidang memutuskan,
penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang
terkait dengan akad antar-para pihak, tidak sesuai dengan prinsip
syariah. “Karena mengandung unsur gharar, maisir, dan riba.”
MUI pun mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan
melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syariah dan
melakukan pelayanan prima.
Sidang ijtima juga mengeluarkan 2 rekomendasi. Pertama, agar
pemerintah membuat standar minimum atau taraf hidup layak dalam kerangka
Jaminan Kesehatan, yang berlaku bagi setiap penduduk negeri. Hal ini
merupakan wujud pelayanan publik sebagai modal dasar bagi terciptanya
suasana kondusif di masyarakat tanpa melihat latar belakangnya.
Kedua, agar pemerintah membentuk aturan, sistem, dan memformat modus
operandi BPJS Kesehatan, agar sesuai dengan prinsip syariah.
Seiring dengan itu, DR. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec (Pakar
Keuangan dan Perbankan Syari’ah Indonesia) memberikan penjelasan seperti
yang dipublish dalam laman resmi Wesal TV Keluarga sebagai berikut :
– Bahwa MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa Haram seperti yang
digemborkan media belakangan. MUI hanya memberikan jawaban atas
permintaan rekomendasi produk BPJS, yang setelah ditelaah disimpulkan
ada beberapa hal yang belum sesuai syariat Islam.
– Secara garis besar yang belum sesuai syariat adalah
1) Akad yang belum jelas antara masyarakat yang membayar premi dengan pemerintah sebagai pengelola dana.
Penjelasan lebih rincinya sebagai berikut,
Pertama, Peserta bayar premi bulanan, namun
tidak jelas berapa jumlah yang akan diterima. Bisa lebih besar, bisa
kurang. Di situlah unsur gharar (ketidak jelasan) dan untung-untungan.
Ketika gharar itu sangat kecil, mungkin tidak menjadi masalah. Karena
hampir dalam setiap jual beli, ada unsur gharar, meskipun sangat kecil.
Dalam asuransi kesehatan BPJS, tingkatannya nasional. Artinya,
perputaran uang di sana besar. Anda bisa bayangkan ketika sebagian besar
WNI menjadi peserta BPJS, dana ini bisa mencapai angka triliyun. Jika
dibandingkan untuk biaya pemeliharaan kesehatan warga, akan sangat jauh
selisihnya. Artinya, unsur ghararnya sangat besar.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
Ù†َÙ‡َÙ‰ رَسُولُ اللهِ صَÙ„َّÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ عَÙ†ْ بَÙŠْعِ الْغَرَرِ
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli gharar.” (HR. Muslim 1513).
Kedua, secara perhitungan keuangan bisa
jadi untung, bisa jadi rugi. Kita tidak menyebut peserta BPJS yang sakit
berarti untung, sebaliknya ketika sehat berarti rugi. Namun dalam
perhitungan keuangan, yang diperoleh peserta ada 2 kemungkinan, bisa
jadi untung, bisa jadi rugi. Sementara kesehatan peserta yang menjadi
taruhannya.
Jika dia sakit, dia bisa mendapatkan klaim dengan nilai yang lebih besar dari pada premi yang dia bayarkan.
Karena pertimbangan ini, MUI menyebutnya, ada unsur maisir (judi).
Ketiga, ketika klaim yang diterima peserta
BPJS lebih besar dari premi yg dibayarkan, berarti dia mendapat riba
Fadhl. Demikian pula, ketika terjadi keterlambatan peserta dalam
membayar premi, BPJS menetapkan ada denda. Dan itu juga riba.
2) MUI melihat BPJS saat ini sebagaimana melihat
asuransi konvensional. Sesimpel itu. Jika kita melihat dari kacamata
financial management maka tidak ada yang salah, tapi jika dilihat dari
kacamata ISLAM maka ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan Al-Quran,
Sunnah dan ijtihad ulama.
– Rekomendasi MUI adalah bertujuan memfasilitasi umat islam yang
ingin mengikuti syariat Islam. Jadi buat mereka yang ga mau ya tidak
bisa dipaksa dan tidak perlu diributkan. MUI merekomendasikan untuk
memperjelas akad dari poin-poin yang dianggap belum sesuai syariat.
Bikin akad yang jelas ke calon peserta. Dana diinvestasikan ke saham2 yg
terdaftar di Efek Syariah. Dan akad jika bayar denda dipakai buat ke
sosial, bukan operasional..
– Perbaikan ini secara nasional bisa diselesaikan dalam waktu 3 bulan.
– Keringanan saat ini dibolehkan buat masyarakat miskin tidak mampu
atau karyawan yg dibayarkan perusahaan/kantornya. Tapi jika nanti ada
pilihan yg sesuai syariat maka memilih itu jika tidak ada yg
memberatkan.
– Nanti ketika mendaftar bisa juga peserta diberi pilihan mau ikut
BPJS yg konvensional atau Syariah. Karena tujuan MUI adalah adanya
solusi buat memfasilitasi umat islam yang ingin sesuai dengan syariat
islam.
Oleh karena itu mari kita STOP Tudingan Miring terhadap Majelis Ulama Indonesia, Saat
ini tidak sedikit yang berani mem-bully Majelis Ulama Indonesia (MUI)
terkait dgn arahan BPJS. Sungguh keterlaluan pihak yg mem-bully MUI,
disamping mereka tidak mengetahui secara menyeluruh maksud MUI, juga MUI
merupakan lembaga yang merepresentasikan kaum muslimin Indonesia secara
ilmiah. Tidaklah mem-bully MUI melainkan dia dari pihak yang tidak
senang dengan Islam.
Sumber :
– Tempo.Co
– Liputan6.Com
– Konsultasisyariah.Com
– Tempo.Co
– Liputan6.Com
– Konsultasisyariah.Com
- http://tabayyunnews.com/2015/08/salah-kaprah-menanggapi-fatwa-mui-tentang-bpjs-kesehatan-stop-tudingan-miring-terhadap-mui/
Post a Comment