KH Muhammad Al Khaththath
Sekjen Forum Umat Islam (FUI)
Pertanyaan : Apa dalil kewajiban menuntut ilmu menurut Alquran dan As-Sunnah?
Jawaban:
Tentang kewajiban menuntut ilmu,
khususnya memperdalam ilmu agama (tafaqquh fiddiin) para ulama biasanya
menyandarkannya kepada firman Allah dlm QS At Taubah 122:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا
كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ
لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا
إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu
pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.
Dalam Tafsir Jalalain diberikan keterangan untuk ayat di atas sebagai berikut:
وَلَمَّا وُبِّخُوا عَلَى التَّخَلُّف
وَأَرْسَلَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّة نَفَرُوا
جَمِيعًا فَنَزَلَ "وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا" إلَى
الْغَزْو "كَافَّة فَلَوْلَا" فَهَلَّا "نَفَرَ مِنْ كُلّ فِرْقَة"
قَبِيلَة "مِنْهُمْ طَائِفَة" جَمَاعَة وَمَكَثَ الْبَاقُونَ
"لِيَتَفَقَّهُوا" أَيْ الْمَاكِثُونَ "فِي الدِّين وَلِيُنْذِرُوا
قَوْمهمْ إذَا رَجَعُوا إلَيْهِمْ" مِنْ الْغَزْو بِتَعْلِيمِهِمْ مَا
تَعَلَّمُوهُ مِنْ الْأَحْكَام "لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ" عِقَاب اللَّه
بِامْتِثَالِ أَمْره وَنَهْيه قَالَ ابْن عَبَّاس فَهَذِهِ مَخْصُوصَة
بِالسَّرَايَا وَاَلَّتِي قَبْلهَا بِالنَّهْيِ عَنْ تَخَلُّف وَاحِد
فِيمَا إذَا خَرَجَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Yang artinya kurang lebih adalah :
Tatkala kaum Mukminin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang
kemudian Nabi saw. mengirimkan sariyahnya, maka kaum muslimin berangkat
semua ke medan perang tanpa ada seorang pun yang tinggal, maka turunlah
firman-Nya berikut ini: (Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin
itu pergi) ke medan perang (semuanya. Mengapa tidak) (pergi dari
tiap-tiap golongan) suatu kabilah (di antara mereka beberapa orang)
beberapa golongan saja, sedangkan sisanya tetap tinggal di tempat
(untuk memperdalam pengetahuan mereka) yakni mereka yang tetap tinggal
di tempat/kota Madinah (mengenai agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya) dari medan
perang, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang
telah mereka pelajari dari Rasulullah Saw. (supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya) dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ibnu Abbas r.aberkata bahwa ayat
ini hanya khusus untuk sariyah-sariyah, yakni bilamana ekspedisi
pasukan itu dikirim oleh Nabi Saw. dan Beliau Saw. tidak ikut keluar.
Sedangkan ayat sebelumnya yang melarang seseorang tetap tinggal di
tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang adalah bila Nabi saw.
keluar kota Madinah berangkat ke suatu peperangan (ghazwah).
Jadi ayat di atas menekankan tentang wajibnya menuntut ilmu, khususnya menadalami ilmu agama (tafaqquh fiddiin)
bagi umat Islam bersifat kontinyu, tidak boleh terputus, bahkan oleh
jihad dan perang sekalipun. Tetap harus ada sebagian umat Islam yang
menuntut ilmu kepada Nabi Saw. Dalam aplikasi kekinian, menuntut ilmu
agama (tafaqquh fiddin), khususnya ilmu-ilmu dasar tentang
agama, baik itu aqidah, rukun iman, rukun Islam, dasar-dasar ilmu
syariat, khususnya yang menjadi amalan sehari-hari hukumnya adalah
fardlu ain bagi setiap umat Islam. Adapun ilmu-ilmu yang bersifat
fardlu kifayah maka bebannya berlaku secara kolektif bagi umat islam.
Jika sebagian umat telah melaksanakan dan mencukupi kebutuhan umat akan
keahlian ilmu-ilmu tersebut, seperti ilmu fiqh, ushul fiqh, ulumul
quran, tafsir, ulum hadits, ilmu nahwu sharaf, ilmu kedokteran, ilmu
teknik, dll, maka tuntutan kewajiban kepada yang lain gugur.
Para ulama biasanya juga menggunakan hadits Nabi Saw, tentang kawajiban menuntut ilmu antara lain sabda Rasulullah Saw.:
طلب العلم فريضة على كل مسلم
Menuntut ilmu adalah fardlu bagi setiap muslim (HR. Ibn Majah dalam Sunan Ibn Majah Juz 1/81. Disahihkan oleh Al Albanny sampai lafaz di atas). Wallahua’lam.
Jakarta, 27 Muharram 1437H/9 November 2015
Post a Comment