A. Proses Turunnya Al-Qur’an
Dalam pembahasan proses turunnya Al-Qur’an kali ini,
kita hanya akan mengulas sedikit materi sebelumnya, karena telah dibahas
oleh kelompok sebelumnya.
Proses turunnya ada 2 tahap, yaitu:
1. Dari Lauhil Mahfuz ke sama’ (langit) dunia secara sekaligus pada malam Lailatul Qadar.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى
Artinya:
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq
dan yang batil) (Q.S. Al-Baqarah : 185).
2. Dari sama’ dunia ke bumi secara bertahap
Al-Qur’an dalam satu riwayat diturunkan dalam tempo
22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu dari malam 17 Ramadhan tahun 41 Nabi,
sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun
10 H.
Firman Allah dalam surat Al Isra’:
Artinya :
Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan
berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia
dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,
melalui Malaikat Jibril, tidak secara langsung melainkan turun sesuai
dengan kebutuhan. Sering pula wahyu turun untuk menjawab pertanyaan para
sahabat yang dilontarkan kepada Nabi atau membenarkan tindakan Nabi
SAW. Banyak pula ayat atau surat yang diturunkan tanpa melalui latar
belakang pertanyaan atau kejadian tertentu.
Anggapan bahwa Alquran itu susunannya kacau-balau adalah salah besar, karna Alquran susunannya sudah ditentukan oleh Allah SWT,
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad
memberi instruksi kepada para penulis tentang letak ayat pada setiap
surah. `Uthman menjelaskan baik wahyu itu mencakup ayat panjang maupun
satu ayat terpisah, Nabi Muhammad selalu memanggil penulisnya clan
berkata, "Letakkan ayat-ayat tersebut ke dalam surah sepetrti yang
beliau sebut." Zaid bin Thabit menegaskan, "Kami akan kumpulkan
Al-Qur’an di depan Nabi Muhammad." Menurut `Uthman bin Abi al-’As,
Malaikat Jibril menemui Nabi Muhammad memberi perintah akan penempatan
ayat tertentu.
AI-Kalbi melaporkan dari Abu Sufyan tentang Ibn ‘Abbas tentang ayat,
"Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah."
Ia menjelaskan, "Ini adalah ayat terakhir yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Malaikat Jibril turun dan minta
meletakannya setelah ayat ke dua ratus delapan puluh dalam Surah al-Baqarah
dan masih banyak riwayat lagi yang lainnya
B. Hikmah Al-Qur’an Diturunkan Secara Berangsur-Angsur
Turunnya Al-Qur’an secara bertahap, tidak hanya
disebabkan karena Al-Qur’an itu lebih besar dari kitab-kitab yang
diturunkan oleh Allah sebelumnya, melainkan ada beberapa hikmah lainnya.
Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur itu
mengandung hikmah yang nyata serta rahasia mendalam yang hanya diketahui
oleh orang-orang yang alim atau pandai. Dari penjelasan sebelumnya,
kita dapat menyimpulkan hikmah turunnya Al-Qur’an secara
berangsur-angsur, diantaranya:
1. Meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW
Ketika berdakwah, Nabi kerap kali berhadapan dengan
para penentang yang memiliki sikap dan watak begitu keras. Meraka
senantiasa mengganggu dengan berbagai macam gangguan dan kekerasan.
Mereka senantiasa melemparkan berbagai ancaman dan gangguan kepada Nabi.
Wahyu turun kepada Rasulullah dari waktu ke waktu
sehingga dapat meneguhkan hatinya terhadap kebenaran dan memperkokoh
zamannya untuk tetap melangkahkan kaki dijalan dakwahnya tanpa ambil
peduli akan perlakuan jahiliyah yang beliau hadapinya dari masyarakatnya
sendiri, karena yang demikian itu hanyalah kabut dimusim panas yang
segera lenyap.[4]
Dalam surat Al-An’am Allah berfirman:
Artinya:
Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.(Al-An’am: 33-34)
Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.(Al-An’am: 33-34)
Allah menjelaskan kepada Rasulullah tentang
sunnah-Nya yang terjadi kepada para nabi terdahulu yang didustakan dan
dianiaya oleh kaum mereka, tetapi mereka tetap bersabar sehingga datang
pertolongan Allah. Kaum Rasulullah itu pada dasarnya, mendustakannya
hanya karena kesombongan mereka. Disini beliau menemukan suatu “Sunnah
Ilahi” dalam perjalanan para nabi sepanjang sejarah, yang dapat menjadi
hiburan dan penerang baginya dalam menghadapi gangguan, cobaan, dan
sikap mereka yang selalu mendustakan dan menolaknya.
Al-Qur’an juga memerintahkan Nabi Muhammad agar bersabar seperti para rasul sebelumnya,
Artinya:
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang
mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah
kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat
azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal
(di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran
yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik. (Al-Ahqaf : 35)
Hati beliau menjadi tenang, sebab Allah telah
menjamin akan melindunginya dari gangguan orang-orang yang
mendustakannya, dan setiap kali penderitaan Rasulullah bertambah karena
didustakan oleh kaumnya dan merasa sedih karena penganiayaan mereka,
maka Al-Qur’an turun untuk melepaskan derita dan menghiburnya serta
mengancam orang-orang yang mendustakan bahwa Allah mengetahui dan akan
membalas apa yang mereka lakukan itu.
Contoh lain ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebagai penenang dan penghibur Rasulullah misalnya:
Artinya:
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(Q.S. Al-Maidah:67)
Artinya:
Dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).(Q.S. Al-Fath: 3)
Artinya:
Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(Q.S.Al-Mujadilah: 21)
Demikianlah, ayat-ayat Al-Qur’an itu turun kepada
Rasulullah secara berkesinambungan sebagai penghibur dan pendukung
sehingga beliau tidak dirundung kesedihan dan dihinggapi rasa putus asa.
Didalam kisah para Nabi itu terdapat teladan baginya. Dalam nasib yang
menimpa orang-orang yang mendustakan terdapat hiburan baginya. Dan dalam
janji akan memperoleh pertolongan Allah terdapat berita gembira
baginya. Setiap kali ia merasa sedih sesuai dengan sifat-sifat
kemanusiaannya, ayat-ayat penghibur pun datang berulang kali, sehingga
hatinya mantap untuk melanjutkan dakwah, dan merasa tentram dengan
pertolongan Allah.
2. Mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin
3. Tadarruj (selangkah demi selangkah) dalam menetapkan hukum samawi
Hikmah yang selanjutnya adalah tadarruj (berangsur-angsur)
dalam penetapan hukum. Hikmah Allah memutuskan demikian ini dengan
tujuan mengalihkan dari beberapa aqidah menjadi satu aqidah,
mengeluarkan mereka dari berhala kepada agama, dari sangkaan dan dugaan
kepada kebenaran serta dari tidak iman menjadi keimanan.
Setelah itu langkah pemantapan dan pelestarian iman
diteruskan dengan ibadah. Ibadah yang mula-mula ditekankan adalah
shalat, yaitu pada masa sebelum hijrah, kemudian diikuti dengan puasa
dan zakat, yaitu pada tahun yang kedua hijrah dan yang terakhir adalah
ibadah haji yaitu pada tahun keenam hijrah.[8]
Demikian pula halnya dengan kebiasaan yang sudah
membudaya dikalangan mereka, Al-Qur’an pun menggunakan metode yang sama.
Pertama-tama dititik beratkan kepada masalah dosa-dosa besar, kemudian
menyusul dosa-dosa kecil (hal-hal yangdisepelehkan). Selanjutnya
selangkah demi selangkah, mengharamkan perbuatan yang sudah mendarah
daging bagi mereka seperti : khamar, judi, dan riba.
Sebagai contoh yaitu dalam penetapan dalam kasus pengharaman minuman keras,
a. Tahap pertama
Artinya:
Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat
minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang
yang memikirkan. (An- Nahl 67)
Dalam ayat ini, menyebutkan tentang nikmat atau
karunia Allah. Allah menjelaskan bahwa Dia telah memberi kaunia dua
jenis pohon kepada manusia, yaitu anggur dan kurma. Dan dari keduanya
dapat diperoleh minuman keras dan rezeki yang baik bagi manusia yaitu
berupa makanan dan minuman. Para Ulama sepakat bahwa pemberian predikat
baik adalah pada rezeki bukan pada mabuknya. Dengan demikian, pujian
Allah hanya ditujukan pada rezeki bukan pada mabuknya. Dari perbandingan
diatas, orang-orang yang befikir akan mengetahui perbedaannya dengan
jelas.
b. Tahap kedua
Turun firman Allah.
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat
bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya". Dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang
lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir,(Q.S. Al-Baqarah: 219)
Dalam ayat ini, membadingkan antara manfaat khamr
seperti kesenangan , kegairahan, atau keuntungan karena
memperdagangkannya, dengan bahaya yang berupa dosa, bahaya kesehatan
tubuh, merusak akal, menghabiskan harta dan membangkitkan dorongan untuk
berbuat dosa. Ayat ini merupakan cara halus untuk menjauhkan khamr
dengan menonjolkan bahayanya.
c. Tahap ketiga
Dalam tahap ini terdapat larangan tegas berupa
diharamkannya khamr terhadap mereka dalam waktu shalat saja agar mereka
sadar dari mabuknya.
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang
kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan
junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu
sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun. (Q.S. An-Nisa: 43)
d. Tahap terakhir
Dalam tahap ini sudah ada larangan tegas dan pasti akan pengharaman khamr dalam segala waktu.
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi
kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu). (Al-Maidah: 90-91)
Dengan demikian sempurnalah pengharaman Khamr secara
berangsur-angsur. Itulah langkah-langkah dalam penanggulangan
penyelewengan masyarakat yang ditempuh oleh Islam.
4. Petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an bahwasanyan Al-Qur’an diturunkan dari zat yang maha bijaksana lagi terpuji
Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur kepada
Rasulullah dalam waktu yang lebih dari dua puluh tahun ini, ayat-ayatnya
turun dalam waktu-waktu tertentu, orang-orang membacanya dan
mengkajinya surat demi surat. Ketika itu mereka mendapati rangkaiannya
yang tersusun cermat sekali dengan makna yang saling bertaut, dengan
gaya redaksi yang begitu teliti, ayat demi ayat, surat demi surat, yang
saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah yang belum pernah
ada bandingannya dalam perkataan manusia.
Artinya:
Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang
ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci,
yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu, (Q.S. Huud: 1)
Hadist-hadist Rasulullah SAW sendiri yang merupakan
puncak kefasihan sesudah Al-Qur’an, tidak mampu membandingi keindahan
bahasa Al-Qur’an, apalagi ucapan dan perkataan manusia biasa.
“Katakanlah; sesungguhnya jika manusia dan jin
berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Qur’an ini, niscaya mereka
tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian dari
mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Al-Israa’: 88)
Seperti yang telah dikemukakan oleh oleh Syekh Muhammad Abdul Azhim Az-Zarqani dalam kitabnya Manahilul Irfan, beliau mengemukakan secara tegas”memberi
petunjuk terhadap sumber Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an adalah kalm Allah
semata, dan bukan merupakan kata-kata nabi Muhammad atau makhluk
lainnya” beliau menjelaskan bahwa: “Kami telah membaca Al-Qur’an
hingga tamat ternyata rangkaian kata-katanya begitu teratur jalinannya,
lembut susunan bahasanya, begitu kuat kaitannya. Satu sama lainnya
saling berhubungan, baik antara satu surat dengan yang lainnya,
ayat-ayat yang satu dengan yang lainnya mampu dilihat dari secara
keseluruhan dari mulai alif sampai dengan ya’ mengalir darah
kemukjizatannya, seolah-olah Al-Qur’an merupakan suatu gumpalan yang
tidak dapat terpisahkan. Di antara bagian-bagiannya tidak
terpisah-pisah, Al-Qur’an tidak ubahnya bagaikan untaian mutiara atau
sepasang kalung yang menarik perhatian. Huruf-huruf dan kata-kata
kalimatnya, dan ayat-ayatnya tersusun secara sistematis.
Semua makhluk termasuk Nabi Muhammad pun tidak akan
dapat membuat sebuah kitab yang baik dan rapi antara satu dengan yang
lainnya, kokoh rangkaian kalimatnya, saling berkaitan dari awal hingga
akhir serta sesuai susunannya dengan berbagai faktor di luar Kemampuan
manusia, yaitu beberapa peristiwa dan kejadian, yang masing-masing dari
uraian kitab ini bisa mengiringi dan menceritakan kejadian tersebut,
sebab demi sebab, faktor demi faktor sejalan dengan berbagai faktor yang
berbeda latar belakangnya padahal masa penyusunan ini berjauhan dan
masa turunya cukup lama.
Usaha untuk menyamai kerapian dan keserasian susunan
Al-Qur’an tidak mungkin dapat berhasil dan bahkan sedikitpun tidak dapat
mendekati pola ini, baik sabda Rasulullah sendiri ataupun perkataan
para sastrawan maupun lainnya. Hal itu tidak mungkin terjadi dan tidak
akan terjadi. Siapa saja yang berusaha ke arah itu, ia akan sia-sia
belaka. Oleh karena itu Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur
karenamerupakan Kalam Allah yang Maha Esa. Itulah hikmah yang sungguh
agung yang secara tegas menunjukkan kepada makhluk-Nya tentang sumber
Al-Qur’an.
5. dan masih banyak hikmah yang lainnya
CONTOH RAHASIA PENEMPATAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN
Mari kita ambil satu contoh ayat dan penempatannya :
Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, QS.2:2
Allah SWT menegaskan pada awal-awal al-Qur’an dengan menyebut bahwa
Al-Qur’an adalah kitab yang tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya,
padahal Allah SWT bisa saja menyebutkan al-Qur’an sebagai kitab yang
Agung, Mulya dan lain sebagainya pada awal-awal al-Qur’an.
Hal ini sebagai jaminan dari Allah dan jaminan harus diletakkan
pertama kali agar orang-orang yang ingin mempelajari kandungan al-Qur?an
lebih jauh mempunyai keyakinan bahwa al-Qur?an adalah kitab yang isinya
tidak ada keragu-raguan sedikitpun, jaminan ini diperlukan karena
al-Qur?an adalah kitab petunjuk yang tentunya tidak boleh ada keraguan
sedikitpun dalam petunjuk tersebut.
Mari kita ambil lagi susunan ayat yang oleh orang-orang Orientalis dan orang-orang Kristen dibilang tidak beraturan :
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sem-pat kamu menyembelihnya, dan (diharam-kan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (di-haramkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah ke-fasikan.
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sem-pat kamu menyembelihnya, dan (diharam-kan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (di-haramkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah ke-fasikan.
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agamamu.
Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat
dosa,sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. 5:3
Wahyu-wahyu tersebut tersusun dalam satu ayat, namun wahyu-wahyu
tersebut tidak turun dalam waktu yang bersamaan, paragraf ketiga adalah
wahyu yang turun terakhir, sementara paragrap pertama, kedua dan ke
empat turun jauh sebelumnya.
Menurut orang-orang Orintalis dan orang-orang Kristen susunan
tersebut amburadul, lihat saja dari paragraf pertama yang bicara soal
halal haram langsung loncat ke masalah tidak boleh takut kepada
orang-orang kafir pada paragraf kedua, lalu disusul tentang kesempurnaan
agama dan nikmat lalu loncat ke masalah makanan.
Sepintas sepertinya benar tuduhan mereka tentang ketidak-teraturan
susunan al-Qur’an, tetapi justru susunan tersebut sangat teratur dan
harmonis, lihat keteraturan ayat tersebut berikut ini :
Bahwa nabi Muhammad saw diutus untuk memperbaiki aklaq manusia di
mana mereka saat itu salah satunya adalah terbiasa memakan bangkai,
mence-kik hewan untuk dimakan supaya nikmat karena ada darahnya,
mengundi nasib, seperti paragrap pertama.
Terhadap misi Rasulullah tersebut orang-orang kafir berusaha
menghalang-halangi, lalu Allah memberikan kemenangan atas Rasulullah
sehingga orang-orang kafir berputus asa untuk menghalangi misi
Rasulullah tersebut, seperti paragraf kedua.
Atas kemenangan tersebut Allah SWT menurunkan wahyu -wahyu yang
terakhir kali turun- bahwa telah sempurna agama dan nikmat yang Allah
berikan seperti yang termuat dalam paragraf ketiga,
Kemudian dalam paragraf ke empat di terangkan bila karena syariat
Allah SWT (hukum halal-Haram) orang menjadi kelaparan dan memakan yang
haram karena terpaksa maka Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Bukankah susunan seperti itu adalah susunan seperti gunung-gunung,
daratan, lautan, hutan yang menyebar di seluruh permukaan bumi, yang
terkesan tidak teratur tetapi sejatinya harmonis dan seimbang.
Bukankah susunan ayat tersebut terkesan tidak teratur tetapi
sejatinya sangat sempurna dan mengagumkan susunannya sebagai petunjuk
hidup ?, seperti itu juga ayat-ayat lainnya di susun pada tempat dan
urutan yang sangat tepat.
Wallahua’lam…
Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya.
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb.
peraturan komentar:
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa.
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit.
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan
Post a Comment