Kode Etik Pergaulan Dengan Non Muslim (sikap islam terhadap orang kafir) – keras atau lembut?!
Tulisan di bawah ini merupakan butir-butir penjelasan dari Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid tentang kode etik dan adab berinteraksi dengan non muslim. Kami memandang perlu untuk menerbitkannnya karena masih ada sebagian kaum muslimin yang terlalu “longgar” dalam bergaul dengan non muslim hingga melampaui batas-batas syara’ , dan sebaliknya ada yang terlalu “ketat” hingga bersikap zhalim terhadap mereka. Padahal Islam mengajarkan sikap pertengahan dan adil. Berikut ini penjelasan beliau :
Al-Hamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, (prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam berinteraksi dengan non muslim) adalah:
1. Islam adalah agama rahmat dan agama keadilan.
2. Kaum muslimin diperintahkan untuk mendakwahi kalangan non muslimin dengan cara yang bijaksana, melalui nasihat dan diskusi dengan cara yang terbaik. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Janganlah engkau berdebat dengan Ahli Kitab melainkan dengan cara yang terbaik, kecuali orang-orang yang zhalim di antara mereka..”
3. Agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imrân : 85)
4. Kaum muslimin harus memberi kesempatan kepada orang-orang non muslim untuk mendengar firman Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan jika seseorang dari orang-orang musyirikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” (at-Taubah: 6)
5. Kaum muslimin harus membedakan antara masing-masing non muslim dalam pergaulan; yaitu membiarkan mereka yang bersikap membiarkan kaum muslimin (tidak memerangi), memerangi mereka yang memerangi, dan menghadapi yang sengaja menghalangi tersebarnya dakwah Islam di muka bumi.
6. Sikap kaum muslimin terhadap non muslim dalam soal cinta kasih dan kebencian hati, didasari oleh sikap mereka terhadap Allah subhanahu wata’ala. Karena orang-orang non muslim itu tidak beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan menyekutukan-Nya dengan sesuatu, menyimpang dari agama Allah subhanahu wata’ala dan membenci kebenaran (Islam), maka kaum muslimin juga harus membenci mereka.
7. Kebencian hati bukan berarti bersikap menzhalimi, dalam kondisi apapun. Karena Allah subhanahu wata’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallahu ‘alaihi wasallam tentang sikap yang wajib terhadap Ahli Kitab,
“(Dan katakanlah), “Aku diperintahkan untuk berbuat adil di antara kalian; Allah adalah Rabb kami dan Rabb kalian, bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian.” (asy-Syûra : 15)
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang Muslim, sementara mereka adalah orang-orang Yahudi dan Nashrani.
8. Kaum muslimin harus berkeyakinan, bahwa dalam kondisi bagaimana pun, seorang muslim tidak boleh bersikap zhalim terhadap non muslim. Sehingga tidak boleh menganiaya mereka, menakut-nakuti (menteror) mereka, menggertak (mengintimidasi) mereka, mencuri harta mereka, mencopetnya, tidak boleh bersikap curang terhadap hak mereka, atau mengkhianati amanah mereka, tidak boleh tidak membayar upah mereka, membayar kepada mereka harga barang jualan mereka kalau kita membelinya dari mereka, dan membagi keuntungan dalam usaha patungan dengan mereka.
Firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu.Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu.Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah (kita) kembali”. (asy-Syûra : 15)
9. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa seorang muslim harus menghormati perjanjian yang dilakukan antara dirinya dengan orang non muslim. Kalau ia sudah setuju dengan persyaratan yang mereka ajukan, misalnya untuk masuk negara mereka dengan visa, dan ia sudah berjanji untuk menaati perjanjian tersebut, maka ia tidak boleh merusaknya, tidak boleh berkhianat atau memanipulasi, membunuh atau melakukan perbuatan merusak lainnya. Demikian seterusnya.
10. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa kalangan non muslim yang memerangi mereka, mengusir mereka dari negeri mereka dan menolong orang-orang itu memerangi kaum muslimin, boleh dibalas untuk diperangi.
11. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa seorang muslim boleh berbuat baik kepada orang non muslim dalam kondisi damai, baik dengan bantuan finansial, memberi makan kepada mereka yang kelaparan, memberi pinjaman bagi mereka yang membutuhkan, menolong mereka dalam perkara-perkara yang mubah (boleh), berlemah-lembut dalam tutur kata, membalas ucapan selamat mereka (yang tidak terkait dengan akidah, seperti selamat belajar, selamat menikmati hidangan dll), dan lain sebagainya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negrimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (al-Mumtahanah: 8)
12. Kaum muslimin hendaknya tidak menahan diri untuk bekerjasama dengan kalangan non muslim dalam melaksanakan berbagai kebajikan, memberantas kebatilan, menolong orang yang dizhalimi, memberantas segala bahaya terhadap kemanusiaan seperti perang melawan sampah, menjaga keamanan lingkungan, memperoleh barang bukti dan memberantas penyakit-penyakit menular, dan lain-lainnya.
13. Kaum muslimin harus meyakini bahwa ada perbedaan antara muslim dengan non muslim dalam beberapa ketentuan hukum, seperti warisan, pernikahan, perwalian dalam nikah, masuk kota Mekkah dan lain-lain. Semua hukum tersebut dijelaskan dalam buku-buku fikih Islam. Kesemuanya itu didasari oleh perintah-perintah dari Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga tidak mungkin disamaratakan antara orang yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala semata, dan tidak menyekutukan Allah subhanahu wata’ala dengan segala sesuatu, dengan orang yang kafir kepada Allah saja, dan dengan orang yang kafir kepada Allah subhanahu wata’ala dan menyekutukan-Nya dengan sesuatu, lalu berpaling dari agama Allah subhanahu wata’ala yang benar.
14. Kaum muslimin diperintahkan untuk berdakwah mengajak ke jalan Allah subhanahu wata’ala di seluruh negri-negri Islam dan di negeri-negeri lain. Mereka harus menyampaikan kebenaran kepada semua orang, mendirikan masjid-masjid di berbagai penjuru dunia, dan mengirimkan para da’i ke tengah masyarakat non muslim, serta mengajak berdialog dengan para pemimpin mereka untuk masuk ke dalam agama Allah subhanahu wata’ala.
15. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa kalangan non muslim, baik yang beragama samawi atau non samawi adalah sama-sama tidak benar. Oleh sebab itu, kaum muslimin tidak boleh mengizinkan mereka untuk menyebarkan para misionaris mereka, atau membangun tempat ibadah mereka di lingkungan kaum muslimin. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Maka apakah orang yang beriman sama seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama”. (as-Sajdah:18)
Barangsiapa yang mengira bahwa Islam itu sama saja dengan agama-agama lain, maka ia keliru besar. Para ulama membuka pintu dialog dengan kalangan non muslim. Mereka juga memberikan kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pandangan dengan orang-orang kafir, serta bersedia menjelaskan kebenaran kepada mereka. Sebagai penutup, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Ilah selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (Ali ‘Imrân: 64)
Demikian juga firman Allah subhanahu wata’ala,
“Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.” (Ali ‘Imrân:110).
Sumber: Soal-jawab Keislaman, www.islam-qa.com dengan beberapa penambahan dan penyesuaian bahasa
Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya.
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb.
peraturan komentar:
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa.
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit.
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan
Post a Comment