Rukun iman pertama dalam Islam adalah percaya kepada Allah, Tuhan yang Mahakuasa dan Mahaesa. Sebagaimana disiratkan oleh istilah Allah, percaya kepada Allah merupakan monoteisme yang kuat dan murni. Allah adalah Satu Tuhan. Tidak ada tuhan lain. Allah adalah Tuhan seluruh umat manusia, seluruh bentuk kehidupan, seluruh makhluk, dan seluruh alam.
Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menopang seluruh alam.[1 ]
Allah bukanlah tuhan bangsa atau etnis tertentu di antara banyak tuhan, sebagaimana dinyatakan oleh agama Yahudi awal, dan yang setidaknya diisyaratkan oleh pembacaan atas ayat Perjanjian Lama di bawah ini. Dalam hal ini, harus ditunjukkan bahwa ayat berikut -- ayat pertama dari Sepuluh Perintah -- tidak menyangkal keberadaan tuhan-tuhan lain. Tetapi, ayat tersebut hanya memprioritaskan tuhan yang disembah oleh anak-anak Israel dan menetapkan tuhan tertentu untuk suku tersebut, yaitu "tuhannya Abraham, Ishak, dan Yakub".
Akulah Tuhanmu, yang telah membebaskanmu dari negeri Mesir, keluar dari tempat perbudakan; engkau tidak ada memiliki tuhan-tuhan lain selain Aku.[2 ]
Namun demikian, bukan hanya Allah itu Satu tanpa ada yang menyamai dan tanpa sekutu, Dia juga Satu dalam keesaan-Nya. Keesaan-Nya tidak memungkinkan adanya mitra atau sekutu dalam bentuk apa pun. Keesaan-Nya tidak menyisakan ruang bagi segala macam konseptualisasi tiga-dalam-satu,* yang dihasilkan dalam pelbagai pembagian sektarian dan perdebatan teologis tanpa-akhir mengenai persoalan-persoalan seperti: Apakah ia tiga pribadi dalam satu substansi, atau tiga pribadi dari substansi serupa? Bagaimanakah kita benar-benar bisa mendefinisikan "pribadi" dan "substansi" itu? Bagaimanakah masing-masing "pribadi" dalam satu "substansi" ini mempertahankan identitasnya masing-masing? "Pribadi" manakah dari "substansi" terpadu itu yang mendahului "pribadi-pribadi" lain? "Pribadi" manakah dari "substansi" terpadu itu yang melahirkan "pribadi" lain? Jika satu "pribadi" melahirkan "pribadi" yang lain, tidakkah "pribadi" pertama mendahului "pribadi" kedua, yang mengisyaratkan suatu masa ketika "pribadi" kedua masih belum eksis? "Pribadi" manakah dari "substansi" terpadu itu yang mengarahkan "pribadi" lain untuk melakukan apa yang harus dilakukan, yaitu, untuk menciptakan dunia dan jagat raya, dan tidakkah hal ini mengisyaratkan bahwa satu "pribadi" tunduk kepada "pribadi" yang lain? Apakah tiga "pribadi" dari "substansi" terpadu itu sama atau tidak sama? Apakah masing-masing dari ketiga "pribadi" dalam "substansi" terpadu itu berbagi dalam wujud "pribadi-pribadi" lain, atau apakah mereka terpisah secara tegas? Dan lain sebagainya.
Persoalan-persoalan di atas telah melahirkan banyak perdebatan tanpa-hasil dan debat kusir. Ia juga banyak melahirkan perpecahan dalam agama Kristen selama hampir dua ribu tahun. Rumusan-rumusan dan kredo-kredo ritualistik dan liturgis, seperti pernyataan bahwa Anak berasal dari Bapa dan Roh Kudus berasal dari Bapa dan Anak, memunculkan lebih banyak pertanyaan dari pada jawabannya.
Dalam Islam, Allah adalah Satu, Satu tanpa sekutu dan Satu dalam kesatuan mutlak. Dia bukanlah satu di antara yang banyak, bahkan juga bukan satu di antara yang lain, tetapi Satu dalam keunikan total. Keunikan-Nya menentang pemahaman total oleh akal manusia fana yang sangat terbatas. Dia tanpa awal dan tanpa akhir. Tidak ada yang sebanding dengan-Nya. Allah adalah Satu Tuhan, di samping-Nya tidak ada tuhan lain. Ekspresi yang paling sempurna, indah, dan sublim mengenai keesaan Allah ini ditemukan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah, "Dialah Allah, Yang Mahaesa; Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia."[3]
Allah dan Islam
ALLAH
Penggunaan kata Allah yang berarti Tuhan sering kali terdengar agak aneh, esoterik, dan asing bagi telinga orang Barat. Allah adalah kata dalam bahasa Arab yang berasal dari pemadatan al dan Ilah. Ia berarti Tuhan atau menyiratkan Satu Tuhan. Secara linguistik, bahasa Ibrani dan bahasa Arab terkait dengan bahasa-bahasa Semitik, dan istilah Arab Allah atau al-Ilah terkait dengan El dalam bahasa Ibrani, yang berarti Tuhan.[4] El-Elohim berarti Tuhannya para tuhan atau Sang Tuhan.[5] Ia adalah kata bahasa Ibrani yang dalam Perjanjian Lama diterjemahkan Tuhan. Karena itu, kita bisa memahami bahwa penggunaan kata Allah adalah konsisten, bukan hanya dengan Al-Qur'an dan tradisi Islam, tetapi juga dengan tradisi-tradisi-biblikal yang tertua.
Persamaan mendasar antara istilah Arab al-Ilah, di mana Allah merupakan pemadatannya, dan istilah Ibrani El-Elohim bisa dipahami secara lebih jelas jika kita memerhatikan abjad bahasa Arab dan Ibrani. Baik bahasa Arab maupun Ibrani sama-sama tidak memiliki huruf untuk bunyi vokal. Abjad kedua bahasa tersebut hanya terdiri dari konsonan, dan keduanya bersandar pada penandaan sebagai bunyi vokal yang secara khas ditemukan hanya dalam tulisan formal sebagai satu petunjuk pengucapan. Transliterasi bahasa Indonesia dari istilah Arab al-Ilah dan istilah Ibrani El-Elohim telah memasukkan penandaan-penandaan vokal ini. Jika kita harus menghilangkan transliterasi Indonesia berupa penandaan-penandaan vokal ini, maka istilah Arab tersebut menjadi al-Ilh dan istilah Ibrani di atas menjadi El-Elhm. Jika kita harus menghilangkan bentuk jamak, yang hanya ditemukan dalam bahasa Ibrani, maka istilah Arabnya tetap al-Ilh, sementara istilah Ibraninya menjadi El-Elh. Akhirnya, jika kita harus melakukan transliterasi atas seluruh "alif" dalam bahasa Arab sebagai "a", dan seluruh "alif" dalam bahasa Ibrani sebagai "a" juga, maka istilah Arabnya menjadi Al-Alh, dan istilah Ibraninyapun menjadi Al-Alh. Dengan kata lain, dengan pengecualian tunggal bahwa bahasa Ibrani menggunakan bentuk jamak, al-Ilah, di mana Allah merupakan pemadatannya, dan El-Elohim, istilah Ibrani yang diterjemahkan sebagai Tuhan dalam Perjanjian Lama, benar-benar merupakan istilah yang sama sekali identik dalam bahasa Arab dan Ibrani, dua bahasa yang memiliki hubungan sangat erat.
ISLAM
Islam adalah kata Arab yang secara harfiah berarti berserah, yakni berserah diri kepada kehendak dan kuasa Allah. Namun demikian, ini bukan hanya jenis penyerahan isapan jempol. Islam mengisyaratkan kepasrahan total dari hati, pikiran, dan tindakan. Jenis penyerahan total ini menemukan ekspresinya dalam kitab-kitab suci Yahudi dari "Taurat-yang-diterima".
Kasihilah Tuhan dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. (Ulangan 6:5)
Kitab-kitab suci Kristen mempertahankan bahwa Yesus menggemakan ayat di atas (Markus 12:30, Matius 22:37, Lukas 10:27), dan karenanya memerintahkan ketundukan total kepada Allah. Selain itu, ekspresi selanjutnya mengenai keharusan untuk pasrah kepada Allah bisa ditemukan dalam Perjanjian Baru.
Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu! Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati! (Yakobus 4:7-8)
Keharusan untuk pasrah sepenuhnya kepada Allah menemukan pengungkapannya yang paling jelas dalam Al-Qur'an.
Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu (mau) masuk Islam". Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS.3:20)
Sayangnya, sebagian besar anak-anak Israel tidak menyerahkan diri kepada Allah, yang pada awalnya dihasilkan dalam pembentukan agama Yahudi, dan kemudian dalam pembentukan agama Kristen. Dalam hal ini, Alkitab mencatat bahwa Nabi Daud AS mengucapkan kata-kata berikut sebagai wahyu dari Allah.
Akulah Tuhanmu yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir: bukalah mulutmu lebar-lebar, maka Aku akan membuatnya penuh. Tetapi umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku, dan Israel tidak suka kepada-Ku. (Mazmur 81:10-11)
Sebagai jawaban atas kegagalan untuk tunduk kepada Allah, yang dihasilkan dalam pembentukan agama Yahudi dan Kristen secara berurutan, Al-Qur'an mencatat firman Allah berikut ini.
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS.3:19)
Orang yang beriman kepada, dan mempraktikkan, ajaran Islam dikenal sebagai muslim. Kata muslim dan Islam berasal dari akar kata Arab yang sama. Muslim secara harfiah berarti orang yang pasrah atau berserah, seseorang yang sepenuhnya pasrah kepada Allah. Kepasrahan merupakan definisi utama berkenaan dengan etimologi kata Islam; ada juga definisi sekunder, yaitu kedamaian. Karenanya, hanya dengan kepasrahan total dan utuh kepada Allahlah seorang muslim benar-benar akan mengalami kedamaian spiritual.
Sementara sebagian besar non-muslim secara tipikal percaya bahwa Islam mulai muncul pada abad ke-7 M dengan dimulainya dakwah Nabi Muhammad SAW, kaum muslim sama sekali menolak anggapan ini. Mereka percaya bahwa Islam telah dimulai sejak munculnya umat manusia dengan Nabi Adam AS dan istrinya sebagai orang pertama kali melaksanakan Islam.
Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. (QS.20:115)
Namun demikian, kaum muslim juga percaya bahwa Islam telah diberikan kepada umat manusia sebagai wahyu yang bersifat progressif. Sementara inti wahyu itu--bahwa tidak ada tuhan selain Allah--tidak pernah berubah sepanjang masa. Wahyu itu kemudian disempurnakan dan diakhiri dengan wahyu terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.
...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu... (QS.5:3)
Endnote:
1. QS. 1:2
2. Keluaran 20:2; Ulangan 5:6 (N/RSV)
3. QS. 112:1-4
4. A) Toombs LE (1971) B) Schonfield HJ (1967)
5. A) Beavin EL (1971) B) Toombs LE (1971) C) Schonfield HJ (1967)
Catatan:
*Berkenaan dengan doktrin tiga-dalam-satu, maka perlu kami tegaskan di sini bahwa ajaran/doktrin Trinitas, Kristen, Gereja, dan Salib, sama sekali BUKAN dan TIDAK PERNAH diajarkan oleh Yesus! Ajaran-ajaran ini sebenarnya merupakan ajaran BOHONG pimpinan Paulus Tarsus!
Rujukan:
- Beavin EL (1971): Ecclesiasticus. Dalam laymon CM (1971b): The Interpreter's One-Volume Commentary on the Bible. Nashville, Abingdon Press, 1971.
- Schonfield HJ (1967): Reader's A to Z Bible Companion. New York, New American Library.
- Toombs LE (1971): The Psalms. Dalam Laymon CM (1971b): The Interpreter's One-Volume Commentary on the Bible. Nashville, Abingdon Press, 1971.
Wassalaam
Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya.
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb.
peraturan komentar:
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa.
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit.
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan
Pertanyaan saya, apakah ajaran iman Katolik hanya berdasarkan pada Kitab Suci? Tolong dijawab...
ReplyDeletePost a Comment