الم غُلِبَتِ الرُّومُ فِي أَدْنَى
الْأَرْضِوَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ
لِلَّهِ الْأَمْرُمِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ
الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِيَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ
الرَّحِيمُ
“(1) Alif laam Miim, (2) telah
dikalahkan bangsa Rumawi, (3) di negeri yang terdekat, dan mereka
sesudah dikalahkan itu akan menang, (4) dalam beberapa tahun lagi, bagi
Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). dan di hari
(kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,
(5) karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya.
dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.” (Q.S. Rum: 1 – 5)
Ayat ini menerangkan bahwa bangsa Romawi telah dikalahkan oleh bangsa
Persia di negeri yang dekat dengan kota Mekah, yaitu negeri Syiria.
Beberapa tahun kemudian setelah mereka dikalahkan, maka bangsa Romawi
akan mengalahkan bangsa Persia sebagai balasan atas kekalahan itu.
Yang dimaksud dengan bangsa Romawi dalam ayat ini ialah Kerajaan
Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel, bukan kerajaan Romawi
Barat yang berpusat di Roma. Kerajaan Romawi Barat, jauh sebelum
peristiwa yang diceritakan dalam ayat ini terjadi, sudah roboh, yaitu
pada tahun 476 Masehi.
Bangsa Romawi beragama Nasrani (Ahli Kitab), sedang bangsa Persia beragama Majusi (musyrik).
Ayat ini merupakan sebagian dari ayat-ayat yang memberitakan hal-hal
yang gaib yang menunjukkan kemukjizatan Alquran. Dalam ayat ini
diterangkan sesuatu peristiwa yang terjadi pada bangsa Romawi. Pada saat
ketika bangsa Romawi dikalahkan bangsa Persia, maka turunlah ayat ini
yang menerangkan bahwa pada saat ini bangsa Romawi dikalahkan, tetapi
kekalahan itu tidak akan lama dideritanya. Tidak lama lagi, hanya dalam
beberapa tahun saja, orang-orang Persia pasti dikalahkan oleh orang
Romawi. Kekalahan bangsa Romawi ini terjadi sebelum Nabi Muhammad saw
berhijrah ke Madinah. Mendengar berita kekalahan bangsa Romawi ini
orang-orang musyrik Mekah bergembira, sedang orang-orang yang beriman
beserta Nabi bersedih hati.
Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Persia beragama Majusi, menyembah
api, jadi mereka memperserikatkan Tuhan. Orang-orang Mekah juga
mempersekutukan Tuhan (musyrik) dengan menyembah berhala. Oleh karena
itu mereka merasa agama mereka dekat dengan agama bangsa Persia, karena
sama-sama mempersekutukan Tuhan. Kaum Muslimin merasa agama mereka dekat
dengan agama Nasrani, karena mereka sama-sama menganut agama Samawi.
Karena itu kaum musyrik Mekah bergembira atas kemenangan itu, sebagai
kemenangan agama politheisme yang mempercayai “banyak Tuhan”, atas
agama Samawi yang menganut agama Tauhid. Sebaliknya kaum Muslimin waktu
itu bersedih hati karena sikap menentang dari kaum musyrik Mekah semakin
bertambah, mereka mencemoohkan kaum Muslimin dengan mengatakan bahwa
dalam waktu dekat mereka akan hancur pula, sebagaimana hancurnya bangsa
Romawi yang menganut agama Nasrani itu. Kemudian turunlah ayat ini yang
menerangkan bahwa bangsa Romawi yang kalah itu, akan mengalahkan bangsa
Persia yang baru saja menang itu dalam waktu yang tidak lama, hanya
dalam beberapa tahun lagi.
Diriwayatkan bahwa tatkala sampai berita kekalahan bangsa Romawi oleh
bangsa Persia itu kepada Rasulullah saw dan para sahabatnya di Mekah,
maka merekapun merasa sedih, karena kekalahan itu berarti kekalahan
bangsa Romawi yang menganut agama Nasrani yang termasuk agama Samawi dan
kemenangan bangsa Persia yang beragama Majusi yang termasuk agama
syirik.
Orang-orang musyrik Mekah yang dalam keadaan bergembira itu menemui para sahabat Nabi dan berkata:
“Sesungguhnya kamu adalah ahli kitab dan orang Nasrani juga ahli kitab,
sesungguhnya saudara kami bangsa Persia yang sama-sama menyembah
berhala dengan kami telah mengalahkan saudara kamu itu. Sesungguhnya
jika kamu memerangi kami tentu kami akan mengalahkan kamu juga.”
Maka turunlah ayat-ayat ini. Maka keluarlah Abu Bakar menemui orang-orang musyrik, ia berkata: “Bergembirakah
kamu karena kemenangan saudara-saudara kamu atas saudara saudara kami?
Janganlah kamu terlalu bergembira, demi Allah bangsa Romawi benar-benar
akan mengalahkan bangsa Persia, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh
Nabi kami”.
Maka berdirilah Ubay bin Khalaf menghadap Abu Bakar dan ia berkata: “Engkau berdusta”.
Abu Bakar menjawab: “Engkaulah yang paling berdusta hai musuh
Allah. Maukah kamu bertaruh denganku sepuluh ekor unta muda. Jika bangsa
Romawi menang dalam waktu tiga tahun yang akan datang, engkau berutang
kepadaku sepuluh ekor unta muda, sebaliknya jika bangsa Romawi kalah,
maka aku berutang kepadamu sebanyak itu pula”.
Tantangan bertaruh itu diterima oleh Ubay. Kemudian Abu Bakar
menyampaikan hal tersebut kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw menjawab
: “Tambahlah jumlah taruhan itu dan perpanjanglah waktu menunggu”.
Maka Abu Bakarpun pergi, lalu bertemu dengan Ubay. Maka Ubay berkata kepadanya: “Barangkali engkau menyesal dengan taruhan itu”.
Abu Bakar menjawab: “Aku tidak menyesal sedikitpun, marilah kita
tambah jumlahnya dan diperpanjang waktunya sehingga menjadi seratus ekor
unta muda, dan waktunya sampai sembilan tahun”.
Ubay menerima tantangan Abu Bakar, sesuai dengan anjuran Rasulullah
kepada Abu Bakar. Tatkala Abu Bakar akan hijrah ke Madinah, Ubay minta
jaminan atas taruhan itu, seandainya bangsa Romawi dikalahkan nanti.
Maka Abdurrahman putra Abu Bakar menjaminnya. Tatkala Ubay akan
berangkat ke perang Uhud, Abdurrahman minta jaminan kepadanya,
seandainya bangsa Persia dikalahkan nanti, maka Abdullah putra Ubay
menjaminnya. Tujuh tahun setelah pertaruhan itu bangsa Romawi
mengalahkan bangsa Persia dan Abu Bakar menerima kemenangan taruhannya
dari ahli warisnya Ubay karena dia mati dalam peperangan Uhud tersebut.
Kemudian beliau pergi menyampaikan hal itu kepada Rasulullah saw”. (H.R.
Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim dan Baihaqi)
Sejarah mencatat bahwa tahun 622 Masehi, yaitu setelah tujuh atau
delapan tahun kekalahan bangsa Romawi dari bangsa Persia itu, mulailah
peperangan baru antara kedua bangsa itu untuk kedua kalinya. Pada
permulaan terjadinya peperangan itu telah nampak tanda-tanda kemenangan
bangsa Romawi. Sekalipun demikian, ketika sampai kepada kaum musyrik
Mekah berita peperangan itu, mereka masih mengharapkan kemenangan berada
di pihak Persia. Karena itu Ubay bin Khalaf ketika mengetahui hijrahnya
Abu Bakar ke Madinah, ia minta agar putra Abu Bakar, yaitu Abdurrahman
menjamin taruhan ayahnya, jika Persia pasti menang. Hal ini diterima
oleh Abdurrahman.
Pada tahun 624 Masehi, terjadilah perang Uhud. Ketika Ubay bin Khalaf
hendak pergi berperang memerangi kaum Muslimin. Abdurrahman
melarangnya, kecuali jika putranya menjamin membayar taruhannya, jika
bangsa Romawi menang, maka Abdullah bin Ubay putranya menerima untuk
menjaminnya.
Jika melihat berita di atas, maka ada kemungkinannya sebagai berikut:
Kemungkinan pertama ialah pada tahun 622 Masehi perang antara Romawi
dan Persia itu telah berakhir dengan kemenangan Romawi, karena hubungan
komunikasi yang sukar waktu itu, maka berita itu baru sampai ke Mekah
setahun kemudian, sehingga Ubay minta jaminan waktu Abu Bakar hijrah,
sebaliknya Abdurrahman minta jaminan pula waktu Ubay akan pergi ke
peperangan Uhud. Kemungkinan yang kedua ialah peperangan itu berlangsung
dari tahun 622-624 Masehi, dan berakhir dengan kemenangan bangsa
Romawi.
Dari peristiwa di atas dapat dikemukakan beberapa hal dan pelajaran yang perlu direnungkan dan diamalkan.
Pertama: Ada hubungan antara kemusyrikan dan kekafiran terhadap
dakwah dan iman kepada Allah SWT, sebagai sumber agama yang benar di
segala tempat dan waktu. Sekalipun negara-negara dahulu belum mempunyai
sistem komunikasi yang rapi dan bangsanyapun belum mempunyai hubungan
yang kuat seperti sekarang ini, namun antar bangsa-bangsa itu telah
mempunyai hubungan batin antara bangsa-bangsa yang menganut agama yang
bersumber dari Tuhan di satu pihak dengan bangsa-bangsa yang menganut
agama yang tidak bersumber dari Tuhan pada pihak yang lain. Orang-orang
musyrik Mekah politheisme menganggap kemenangan bangsa Persia
(politheisme) atas bangsa Romawi (Nasrani), sebagai kemenangan mereka
juga, sedang kaum Muslimin merasakan kekalahan bangsa Romawi yang
beragama Nasrani (samawi) sebagai kekalahan mereka pula, karena mereka
masih merasakan agama mereka berasal dari sumber yang satu. Hal ini
merupakan suatu faktor yang nyata yang perlu diperhatikan kaum Muslimin
dalam menyusun taktik dan strategi dalam berdakwah.
Kedua: Kepercayaan yang mutlak kepada janji dan ketetapan Allah. Hal
ini nampak pada ucapan-ucapan Abu Bakar yang penuh keyakinan tanpa
ragu-ragu di waktu menetapkan jumlah taruhan dengan Ubay bin Khalaf.
Harga unta seratus ekor adalah sangat tinggi waktu itu, kalau tidak
karena keyakinan akan kebenaran-kebenaran ayat-ayat Alquran yang ada di
dalam hati Abu Bakar, tentulah beliau tidak akan berani mengadakan
taruhan sebanyak itu, apalagi jika dibaca sejarah bangsa Romawi, mereka
di saat kekalahannya itu dalam keadaan kucar-kacir. Amat sukar
diramalkan mereka sanggup mengalahkan bangsa Persia yang dalam keadaan
kuat, hanya dalam tiga sampai sembilan tahun mendatang.
Keyakinan yang kuat seperti keyakinan Abu Bakar itu merupakan
keyakinan kaum Muslimin, yang tidak dapat digoyahkan oleh apapun,
sekalipun dalam bentuk siksaan, ujian, penderitaan, pemboikotan dan
sebagainya. Hal ini merupakan modal utama bagi kaum Muslimin menghadapi
jihad yang memerlukan waktu yang lama di masa yang akan datang. Jika
kaum Muslimin mempunyai keyakinan berusaha seperti kaum Muslimin di masa
Rasulullah, pasti pula Allah mendatangkan kemenangan kepada mereka.
Ketiga: Urusan sebelum dan sesudah terjadinya suatu peristiwa adalah
urusan Allah, tidak seorangpun yang dapat mencampurinya. Allah-lah yang
menentukan segalanya sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan-Nya. Hal ini
berarti bahwa kaum Muslimin harus mengembalikan segala urusan kepada
Allah saja, baik dalam kejadian seperti di atas, maupun pada kejadian
dan peristiwa yang merupakan keseimbangan antara situasi dan keadaan.
Kemenangan dan kekalahan, kemajuan dan kemunduran suatu bangsa, demikian
pula kelemahan dan kekuatannya yang terjadi di bumi ini, semuanya
kembali kepada Allah. Dia berbuat menurut kehendak-Nya. Semua yang
terjadi bertitik tolak kepada kehendak Zat yang mutlak itu. Jadi
berserah diri dan menerima semua yang telah ditentukan Allah adalah
sifat yang harus dipunyai oleh seorang mukmin.Hal ini bukanlah berarti
bahwa usaha manusia, tidak ada harganya sedikitpun, tetapi usaha manusia
merupakan syarat berhasilnya suatu pekerjaan. Dalam suatu hadis
diriwayatkan bahwa seorang Arab Badui melepaskan untanya di muka pintu
mesjid Rasulullah, kemudian ia masuk ke mesjid, sambil berkata: “Aku
bertawakkal kepada Allah, lalu Nabi bersabda:
“Ikatkanlah unta itu sesudah itu baru engkau bertawakkal.” (H.R. Tirmizi dari Anas bin Malik)
Berdasarkan hadis ini, seorang muslim disuruh berusaha sekuat tenaga,
kemudian ia berserah diri kepada Allah tentang hasil usahanya itu.
Akhir ayat ini menerangkan bahwa kaum Muslimin bergembira ketika mendengar berita kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia itu. Mereka bergembira itu adalah karena:
Akhir ayat ini menerangkan bahwa kaum Muslimin bergembira ketika mendengar berita kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia itu. Mereka bergembira itu adalah karena:
- Mereka telah dapat membuktikan kepada kaum musyrikin Mekah atas kebenaran berita-berita yang ada dalam ayat Alquran.
- Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia itu, merupakan kemenangan agama Samawi atas agama ciptaan manusia (agama yang dianut oleh kaum Muslimin termasuk bangsa Romawi).
- Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia ini mengisyaratkan kemenangan kaum Muslimin atas orang-orang kafir Mekah dalam waktu yang tidak lama lagi.
Catatan: Pertaruhan
yang terjadi antara Abu Bakar dan Ubay bin Ka’b ini terjadi sebelum
pertaruhan dilarang oleh Islam. Sumber bacaan terkait tentang tulisan
ini silahkan cek di: Tafsir Ibnu Katsir (jilid 3), Ibnu Katsir, Zaadul
Ma’ad, Ibnul Qayyim, Shahih Sirah An-Nabawiyah, Asy-Syaikh Al-Albani,
dan Mukhtashar Siratur Rasul, Asy-Syaikh Muhammad Ibnu Abdul Wahab.
Post a Comment