Jokowi dan Politik Anti-Islam

Ketika diwawancarai majalah Tempo edisi 19 Januari 1985, Jendral Benny Moerdani mengatakan bahwa Tanjung Priok merupakan asbak. Maksudnya, umat Islam diprovokasi untuk marah, kemudian Tanjung Priok dijadikan asbak untuk memadamkan amarah itu.Kini, di era Jokowi-PDIP, asbak itu bukan tempat semacam Tanjuk Priok, tapi umat Islam itu sendiri.
Sebetulnya ini tak mengejutkan. Sejak awal Jokowi didukung kalangan Kristen fundamentalis semacam James Riyadi, maupun kalangan Katolik fundamentalis seperti Sofian Wanandi, serta jendral anti-Islam semacam Hendropiyono.
Jokowi naik menjadi presiden di tengah menanjaknya partai-partai berideologi Islam.Walaupun bukan pemenang, tapi suara mereka mengalami peningkatan.Tentu hal ini mengkhawatirkan bagi kalangan sekuler seperti PDIP.Bila kita mundur sejanak, PDIP adalah partai yang selalu dilindungi 3 kekuatan itu: Kristen dan Katolik fundamentalis, serta jendral yang anti-Islam.
Marilah kita tengok peristiwa 27 Juli 1996.Kita bisa membacanya dari memoar Jusuf Wanandi, ‘Menyibak Tabir Orde Baru.’ Tepat di halaman 374, kepada Agum Gumelar dan Hendropriyono, Benny Moerdani berkata: “Kita harus melindungi Megawati. Jangan sampai mengecewakan dia. Saya tahu orang tua itu ingin menggesernya.Ini tidak adil.”Tentu yang dimaksud ‘orang tua itu’ adalah Suharto. Dari situlah pecah Peristiwa 27 Juli.
Benny sudah dikenal sebagai tentara yang anti-Islam. Bersama Ali Moertopo, ia ikut mendirikan CSIS, sebuh lembaga yang sangat berpengaruh di era Suharto.Lewat lembaga itu politik anti-Islam pada masa Orba dirumuskan dan dijalankan. Dr. George J Aditjondro dalam tulisannya “CSIS, Pater Beek SJ, Ali Moertopo dan LB Moerdani”, mengatakan: “Moerdani adalah orang Katolik yang kebetulan secara pribadi sangat benci kepada Islam.”
Sebagai jendral senior, walaupun sudah tak mempunyai posisi apapun, Moerdani masih berpengaruh.Yang termaktub dalam memoar Jusuf Wanandi tadi (seorang pentolan CSIS) memperlihatkan pengaruh Benny. Seorang Hendropriyono, saat itu Pangdam Jaya, dan Agum Gumelar, mantan Panglima Kopassus, bisa tunduk pada arahan Benny untuk melindungi Megawati. PDI saat itu merupakan kekuatan sekuler untuk membendung Islam.
Sudah menjadi perbincangan publik, Hendropriyono juga seorang jendral yang anti-Islam.Ia telah melakukan pembantaian terhadap umat Islam di Talangsari, Lampung. Subuh 7 Februari 1989, Hendropriyono memimpin 4 peleton pasukan dari Komando Resor Militer Garuda Hitam. Pasukan itu seperti dirasuki iblis, menembaki umat Islam. Sebanyak 246 tewas diterjang pasukan peluru Hendropriyono. Sekarang kita tahu posisi Hendropriyono dalam pemerintahan Jokowi.
Dengan disokong kekuatan-kekuatan yang anti-Islam itu, Jokowi memulai mempratekkan politik bumi hangus terhadap umat Islam. Jokowi kembali menjalankan politik ‘lesser evil theory’ (teori setan kecil). Teori ini dibuat oleh pentolan Katolik fundamentalis, Pater Beek, yang terkenal dengan gerakan Kasebul (Kaderisasi Sebulan). Teori itu bertumpu pada premis, bahwa setelah komunis dihancurkan, musuh Katolik selanjutnya adalah umat Islam.
Tentu saja yang pertama menghancurkan partai Islam. PPP merupakan salah satu partai Islam yang ideologis. Maka perlu dibecah belah. Menkumham, Yossana Laoli, seorang Katolik fundamentalis, telah menjalankan perannya dengan baik. Ia berhasil memecah belah PPP sehingga partai ini dalam pusaran konflik yang berkepanjangan. Lantas kenapa Golkar juga dipecah?Tentu saja Golkar dekat partai-partai Islam seperti PAN, PPP dan PKS.Dan, Golkar dekat dengan Prabowo, jendral yang sejak lama berhadap-hadapan dengan kubu Benny yang anti -Islam. Tak mengherankan kalau Golkar ikut dikerjai oleh rezim Jokowi.
Lebih lanjut, rekayasa penangkapan orang-orang yang dikatakan jaringan ISIS, dengan mudah mengingatkan kita pada rekayasa serupa yang dibuat Benny Moerdani.Kasus Wayloya, Tanjung Priok sampai Talangsari, tak jauh berbeda dengan rekasaya ISIS bikinan rezim Jokowi.Umat Islam dijadikan asbak untuk membuang kegagalan rezim Jokowi dalam menyejahterakan rakyat.
Dan, terakhir tentu saja pembredelan terhadap 19 media Islam. Dalih yang disampaikan sudah klise: menyebarkan radikalisasi. Setelah era reformasi, baru kali inilah media Islam dibredel tanpa ada proses hukum terlebih dahulu. Semuanya dilandasi prasangka: Islam sumber terorisme.
Dengan mengetahui fakta siapa di seputar rezim Jokowi, maka posisi Islam saat ini kembali pada masa awal-awal Orde Baru, yakni sebagai pihak yang dijadikan kambing hitam. Sekarang pertanyaannya: akankah umat Islam diam saja terhadap teror yang dilakukan rezim Jokowi? Diam saja? Kalau kita diam saja, siap-siaplah menjadi alas kaki rezim Jokowi.
Jokowi Dikelilingi Tokoh-Tokoh Kristen
Jokowi mengangkat orang-orang penting di sekitarnya non-Muslim (kafir). Yaitu Luhut Panjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan dan Andi Widjajanto sebagai Sekretaris Kabinet.Suatu jabatan yang sangat strategis karena menyangkut ‘inti dari politik kebijakan presiden’.Yang menyetir Jokowi, kini bukan lagi Megawati atau Surya Paloh.Luhut Panjaitan dan Andi Wijajanto adalah 2 tokoh yang kini tiap hari mendampingi Jokowi.
Pengangkatan Luhut di istana Jokowi ini menjadikan banyak umat Islam waspada.Sebab track record Luhut tidak bagus untuk umat Islam. Diantaranya adalah surat yang ditulis Rosiana Borupaung tentang Luhut, yang tersebar di internet Juli 2014. Surat itu membeberkan pertemuan tokoh-tokoh Batak dengan Luhut pada kampanye pilpres tahun lalu.Dalam pertemuan itu Luhut banyak menyampaikan mengenai konstelasi politik saat ini.Luhut juga menyatakan bahwa Jokowi adalah masa yang tepat bagi orang Kristen Batak untuk berkuasa kembali.
Bahkan Luhut menegaskan rencana tersebut sudah mendapat persetujuan dari Ephorus HKBP. “Semua pendeta-pendeta kita akan bergerak ke arah itu, Aktivis Kristen di PDIP Juga sudah kita gerakkan,” terang Luhut. Selain itu, Luhut juga menyebut nama Sekjen PGI, Gomar. Dan tak kalah penting dari kalangan Kharismatik sudah ada James Riady dan dari tokoh Katolik ada mantan Direktur CSIS, Harry Tjan Silalahi.Melihat surat terbuka Rosiana tentang Luhut itu, maka kebijakan Jokowi patut diwaspadai umat Islam. Tokoh-tokoh Islam mesti bersatu menghadapi manuver-manuver kelompok kafir yang kini mengelilingi istana.
Jokowi tidak bisa menghindar dari politik balas budi Luhut. Luhut dan kawan-kawannya mengeluarkan dana dan sumberdaya besar dalam kemenangan Jokowi. Karena itu kini presiden memberikan Luhut kewenangan yang besar di istana. Seperti diketahui, Luhut sangat kental pembelaannya kepada umat Kristen.
Andi Wijayanto juga tidak beda dengan Luhut. Anak dari Mayjen (purn) Theo Syafei ini dikenal sinis terhadap Islam militan.Sebelum menjadi Menteri Sekretaris Kabinet, Andi dikenal sebagai pengamat militer dan teroris.Dan dalam analisa-analisanya Andi seringkali memojokkan umat Islam yang pernah berjihad di Ambon.Padahal perang Ambon (1999) yang memulai adalah orang-orang Kristen.Merekalah yang memulai penyerangan, pengusiran dan pembunuhan terhadap orang-orang Islam saat mereka sedang Sholat Idul Fitri.Alhamdulillah lewat seruan jihad nasional, akhirnya laskar-laskar mujahid dari seluruh tanah air bisa mempertahankan Maluku dari usaha pemisahan diri dari Republik Indonesia.
Andi Wijayanto tadinya adalah seorang pengamat militer dan politik Indonesia.Ia menjabat sebagai Sekretaris Kabinet dalam pemerintahan Jokowi-JK sejak 3 November 2014. Sebelumnya ia sebagai Deputi Tim Transisi Presiden Jokowi. Anak Theo Syafei–Theo dikenal sebagai Kristen Radikal di PDIP–ini juga dikenal sebagai pengamat terorisme. Dalam analisa-analisanya, ia seringkali terlihat sinis dengan kelompok Islam militan.
Dosen tetap pada FISIP di Universitas Indonesia itu memiliki hubungan sangat dekat dengan PDIP, sedekat hubungan ayahnya Theo Syafei dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.Andi, demikian biasa dipanggil, juga memiliki pengaruh kuat di lingkungan internal partai pengusung pasangan capres Jokowi-JK. Marcus Mietzner, peneliti tentang Indonesia dari Australian National University (ANU) menyebut Andi sebagai salah satu figur dan pemikir penting (di hadapan Megawati) pada pemenangan Jokowi-JK. Banyak konsep kampanye hingga debat capres Jokowi yang merupakan pemikiran orisinil Andi. Kapasitas Andi jauh berlipat-lipat melebihi kapasitas capres yang didukungnya.Di waktu kampanye pilpres Andi sering berdampingan Jokowi dan ‘membrifing’ materi-materi yang penting untuk kampanye.
Walhasil, dengan meletakkan Andi Wijayanto dan Luhut Panjaitan di istana kepresidenan, maka Jokowi sebenarnya sedang menghadapkan umat Islam pada masalah yang besar.Jokowi tentu tahu, 2 tokoh itu punya latar belakang yang tidak menggembirakan terhadap umat Islam. Mengapa Jokowi bersikukuh mengangkatnya? Ya karena Jokowi sendiri selama ini tidak pernah konsen terhadap umat Islam. Jokowi hanya memikirkan dirinya sendiri bagaimana terus populer di mata rakyat dan bagaimana agar ia terus langgeng menjadi presiden selama 5 tahun.
Pengangkatan 2 tokoh itu hanya bentuk balas budi Jokowi, karena 2 tokoh itu banyak membantu Jokowi bantuan materiil maupun pemikiran pada pilpres.Dan jangan heran Jokowi menjaga istananya dengan 2 tokoh kafir. Sebagaimana jangan heran Jokowi meninggalkan tokoh-tokoh kafir, Ahok dan FX Hadi Rudyatmo sebagai gubernur Jakarta dan walikota Solo.
Siapa yang mengendalikan Istana bila Jokowi keluar negeri? Tidak lain adalah Luhut Panjaitan dan Andi Wijayanto. Dua orang kafir ini dikenal matang dalam dunia politik dan militer di tanah air. Mereka berdualah kini yag menggodok masalah-masalah kementerian di Istana, dan kemudian menyodorkan ‘solusi hampir matang’ ke Jokowi. Bila dulu Jokowi menjadi wayang Megawati, kini Jokowi menjadi Wayang Luhut dan Andi.
Dengan dikelilingi tokoh-tokoh kafir, bisa diduga kebijakan Jokowi ke depan makin tidak menguntungkan umat Islam. Tidak pedulinya Jokowi terhadap umat Islam terlihat ketika dia menempatkan di Solo dan Jakarta, pemimpin-pemimpin kafir.
Ultimatum untuk Barisan Anti-Islam
Jokowi merupakan sosok pemimpin yang terlahir dari peran besar media sekuler dukungan asing.Hal ini tentu menimbulkan momok terhadap rakyat Indonesia yang notabene Muslim.Sebagai contoh ketika ia menjabat sebagai walikota Solo dan menggandeng wakil walikota dari golongan kafir bernama FX Hadi Rudyatmo. Lalu Jokowi mencalonkan jadi Gubernur DKI dan berhasil menyematkan status Gubernur DKI dengan meninggalkan Solo dipimpin orang kafir.Begitu pula nasibnya dengan Jakarta, ibukota RI ini juga memiliki masyarakat mayoritas Islam dan belum dipimpin orang kafir.Namun hal ini berbeda ketika Jokowi mencalonkan diri jadi presiden, dan meninggalkan Jakarta dipimpin keturunan Tionghoa, yakni Ahok.Sungguh catatan miris terhadap Muslim Indonesia.Ketika 2 daerah berbeda yang sebelumnya tidak dipimpin kafir, namun kini Jokowi memecahkan rekor tersebut dengan keserakahan kekuasaannya.
Langkah keberhasilannya merebut hati rakyat memang menggunakan cara unik dan terbilang jarang digunakan kandidat lain. Ketika masa kampanye, Jokowi dan timses menggembor-gemborkan prestasi yang bersifat sementara. Kita ingat pada 2009 dengan mobil Esemka yang berasal dari ‘tangan karya modus’ walikota Solo menghipnotis Indonesia akan sosok pemimpin inspiratif yang betul-betul mengedepankan produksi dalam negeri. Namun apa kabar Esemka saat ini? Entah kemana kabarnya mobil tersebut yang hingga saat ini belum lagi menghiasi pemberitaan media. Dan hebatnya lagi, sejak saat itu Jokowi mendapat gelar walikota terbaik di dunia berdasarkan New York Times, sebuah majalah milik Amerika yang notabene kaum sekular dan penyokong utama Jokowi untuk tembus mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI.
Kita juga masih ingat gerakan ‘blusukan’ yang sangat populer ketika Jokowi sibuk mencalonkan jadi Presiden RI yang ternyata berhasil menjadi ‘icon’ perjuangan bagi ‘wong cilik’ karena ia begitu dekat dengan rakyat. Timses Jokowi memang cerdas dalam membuat isu publik yang tengah dibutuhkan masyarakat.Sosok yang selama ini diidam-idamkan menjadi pemimpin yang tidak hanya untuk DKI tapi seluruh Indonesia.Terbukti, dengan gerakan ini Jokowi berhasil memenangkan Pilpres.Bahkan ketika menjabat presiden, ia tetap menggunakan trik blusukan ini untuk menjaga image ‘pembela wong cilik’ supaya tidak muncul istilah ‘kacang lupa kulitnya’.
Setelah terpilih jadi presiden dengan menggandeng Jusuf Kalla, Jokowi juga menggandeng beberapa nama dalam Kabinet Kerja orang-orang dari golongan kafir, mereka adalah:
1. Kepala Staf Kepresidenan, Luhut Binsar Panjaitan (Kristen Protestan)
2. Kepala Tim Ahli Wakil Presiden, Sofyan Wanandi alias Liem Bian Koen (Katolik)
3. Sekretaris kabinet, Andi Wijayanto (Kristen Protestan)
4. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Rusdi Kirana (Kristen Protestan)
5. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Franky Sibarani (Katolik)
Walau terbilang bukan jabatan strategis dalam pemerintahannya, namun pemasangan perwakilan kafir di kabinet ini cukup ‘berani’ diambil oleh Jokowi.Dari beberapa kejadian di atas, ini mengindikasikan bahwa pemerintahan Jokowi memang benar-benar sedang menggoda sang macan untuk bangun. Dia sedang menguji kesabaran dari mujahid muslim di berbagai pelosok daerah untuk bertindak. Namun kami disini bukan hanya berembel-embel Muslim, kami berbicara sebagai seorang rakyat Indonesia yang prihatin akan langkah pemerintahan yang terkesan ngaco dengan Islam.
Baru-baru ini–di tahun anggaran 2015–pemerintah telah resmi menyetop suplai anggaran untuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang notabene sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk umat Islam.Posisi MUI disini sungguh esensial karena Indonesia sebagai Negara dengan penduduk mayoritas Islam, maka dari itu sangat penting untuk diperhatikan oleh pemerintah. Berbeda dengan ormas lain yang memang hidup dengan anggotanya itu sendiri. MUI ini ibarat sesepuh di pemerintahan, walau tidak tercatat secara struktural, tapi arahan dan fatwa-fatwanya harus diperhatikan oleh pemerintahan demi menjaga keutuhan NKRI kedepannya.Dan rezim Jokowi malah memberhentikan suplai anggaran yang tentunya dana tersebut dialokasikan untuk kemaslahatan umat Islam sebagai pemeluk agama juga sebagai penduduk Indonesia.
Kebijakan lain rezim Jokowi yang ‘melabrak’ Islam datang dari Kemenkominfo dengan memblokir 21 situs islam Indonesia pada 30 Maret 2015 yang sangat mengagetkan masyarakat Indonesia. Kemenkominfo menegaskan bahwa 21 situs tersebut diduga memiliki paham radikal dalam menyebarkan ajaran Islam, sesuai permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).Situs-situs tersebut adalah:
Kok bisa-bisanya rezim Jokowi memblokir situs-situs tersebut? Beberapa situs di atas mengandung informasi dan berita yang berbobot mengenai Islam. Tidak ada artikel yang menandakan pertentangan atau radikalisme seperti yang dituduhkan BNPT.Kalau era SBY yang difilter situs berbau pornoaksi dan pornografi, kok sekarang malah situs berbau Islam?
Anehnya lagi, mengapa situs-situs berbau liberal dan menyesatkan–seperti ahlulbaitindonesia.com (milik Syiah), islamlib.com (Liberal), islamtoleran.com (Sekular)–malah tidak disentuh sama sekali. Ini makin membingungkan umat Islam. Namun bagi orang yang mengetahui dan paham ‘siapa di balik tangan kekuasaan Jokowi’, tentu tidak mengherankan dengan kejadian-kejadian seperti ini. Namun bila dibiarkan, tentu ini akan menjadi masalah besar yang tidak hanya meruntuhkan umat Islam juga akan merubuhkan azas dan sistem NKRI karena melibatkan langsung penduduk Muslim. Rezim jokowi lebih parah dari Orba terhadap Islam.

2/Post a Comment/Comments

  1. Jokowi tidak bisa dikritik lagi, tapi memang harus diturunkan.. #turunkanJokowi

    ReplyDelete
  2. Politik tidaklah hitam putih, akal sehat kebebasan berfikir dan intelektualitas akan mengontrol Jokowi dan mesin politiknya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Previous Post Next Post