Sebetulnya ini tak mengejutkan. Sejak awal Jokowi
didukung kalangan Kristen fundamentalis semacam James Riyadi, maupun
kalangan Katolik fundamentalis seperti Sofian Wanandi, serta jendral
anti-Islam semacam Hendropiyono.
Jokowi naik menjadi presiden di tengah menanjaknya partai-partai berideologi Islam.Walaupun bukan pemenang, tapi suara mereka mengalami peningkatan.Tentu hal ini mengkhawatirkan bagi kalangan sekuler seperti PDIP.Bila kita mundur sejanak, PDIP adalah partai yang selalu dilindungi 3 kekuatan itu: Kristen dan Katolik fundamentalis, serta jendral yang anti-Islam.
Jokowi naik menjadi presiden di tengah menanjaknya partai-partai berideologi Islam.Walaupun bukan pemenang, tapi suara mereka mengalami peningkatan.Tentu hal ini mengkhawatirkan bagi kalangan sekuler seperti PDIP.Bila kita mundur sejanak, PDIP adalah partai yang selalu dilindungi 3 kekuatan itu: Kristen dan Katolik fundamentalis, serta jendral yang anti-Islam.
Marilah kita tengok peristiwa 27 Juli 1996.Kita bisa membacanya dari
memoar Jusuf Wanandi, ‘Menyibak Tabir Orde Baru.’ Tepat di halaman 374,
kepada Agum Gumelar dan Hendropriyono, Benny Moerdani berkata: “Kita
harus melindungi Megawati. Jangan sampai mengecewakan dia. Saya tahu
orang tua itu ingin menggesernya.Ini tidak adil.”Tentu yang dimaksud
‘orang tua itu’ adalah Suharto. Dari situlah pecah Peristiwa 27 Juli.
Benny sudah dikenal sebagai tentara yang anti-Islam. Bersama Ali
Moertopo, ia ikut mendirikan CSIS, sebuh lembaga yang sangat berpengaruh
di era Suharto.Lewat lembaga itu politik anti-Islam pada masa Orba
dirumuskan dan dijalankan. Dr. George J Aditjondro dalam tulisannya
“CSIS, Pater Beek SJ, Ali Moertopo dan LB Moerdani”, mengatakan:
“Moerdani adalah orang Katolik yang kebetulan secara pribadi sangat
benci kepada Islam.”
Sebagai jendral senior, walaupun sudah tak
mempunyai posisi apapun, Moerdani masih berpengaruh.Yang termaktub dalam
memoar Jusuf Wanandi tadi (seorang pentolan CSIS) memperlihatkan
pengaruh Benny. Seorang Hendropriyono, saat itu Pangdam Jaya, dan Agum
Gumelar, mantan Panglima Kopassus, bisa tunduk pada arahan Benny untuk
melindungi Megawati. PDI saat itu merupakan kekuatan sekuler untuk
membendung Islam.
Sudah menjadi perbincangan publik,
Hendropriyono juga seorang jendral yang anti-Islam.Ia telah melakukan
pembantaian terhadap umat Islam di Talangsari, Lampung. Subuh 7 Februari
1989, Hendropriyono memimpin 4 peleton pasukan dari Komando Resor
Militer Garuda Hitam. Pasukan itu seperti dirasuki iblis, menembaki umat
Islam. Sebanyak 246 tewas diterjang pasukan peluru Hendropriyono.
Sekarang kita tahu posisi Hendropriyono dalam pemerintahan Jokowi.
Dengan disokong kekuatan-kekuatan yang anti-Islam itu, Jokowi memulai
mempratekkan politik bumi hangus terhadap umat Islam. Jokowi kembali
menjalankan politik ‘lesser evil theory’ (teori setan kecil). Teori ini
dibuat oleh pentolan Katolik fundamentalis, Pater Beek, yang terkenal
dengan gerakan Kasebul (Kaderisasi Sebulan). Teori itu bertumpu pada
premis, bahwa setelah komunis dihancurkan, musuh Katolik selanjutnya
adalah umat Islam.
Tentu saja yang pertama menghancurkan partai
Islam. PPP merupakan salah satu partai Islam yang ideologis. Maka perlu
dibecah belah. Menkumham, Yossana Laoli, seorang Katolik fundamentalis,
telah menjalankan perannya dengan baik. Ia berhasil memecah belah PPP
sehingga partai ini dalam pusaran konflik yang berkepanjangan. Lantas
kenapa Golkar juga dipecah?Tentu saja Golkar dekat partai-partai Islam
seperti PAN, PPP dan PKS.Dan, Golkar dekat dengan Prabowo, jendral yang
sejak lama berhadap-hadapan dengan kubu Benny yang anti -Islam. Tak
mengherankan kalau Golkar ikut dikerjai oleh rezim Jokowi.
Lebih
lanjut, rekayasa penangkapan orang-orang yang dikatakan jaringan ISIS,
dengan mudah mengingatkan kita pada rekayasa serupa yang dibuat Benny
Moerdani.Kasus Wayloya, Tanjung Priok sampai Talangsari, tak jauh
berbeda dengan rekasaya ISIS bikinan rezim Jokowi.Umat Islam dijadikan
asbak untuk membuang kegagalan rezim Jokowi dalam menyejahterakan
rakyat.
Dan, terakhir tentu saja pembredelan terhadap 19 media
Islam. Dalih yang disampaikan sudah klise: menyebarkan radikalisasi.
Setelah era reformasi, baru kali inilah media Islam dibredel tanpa ada
proses hukum terlebih dahulu. Semuanya dilandasi prasangka: Islam sumber
terorisme.
Dengan mengetahui fakta siapa di seputar rezim
Jokowi, maka posisi Islam saat ini kembali pada masa awal-awal Orde
Baru, yakni sebagai pihak yang dijadikan kambing hitam. Sekarang
pertanyaannya: akankah umat Islam diam saja terhadap teror yang
dilakukan rezim Jokowi? Diam saja? Kalau kita diam saja, siap-siaplah
menjadi alas kaki rezim Jokowi.
Jokowi Dikelilingi Tokoh-Tokoh Kristen
Jokowi mengangkat orang-orang penting di sekitarnya non-Muslim (kafir).
Yaitu Luhut Panjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan dan Andi
Widjajanto sebagai Sekretaris Kabinet.Suatu jabatan yang sangat
strategis karena menyangkut ‘inti dari politik kebijakan presiden’.Yang
menyetir Jokowi, kini bukan lagi Megawati atau Surya Paloh.Luhut
Panjaitan dan Andi Wijajanto adalah 2 tokoh yang kini tiap hari
mendampingi Jokowi.
Pengangkatan Luhut di istana Jokowi ini
menjadikan banyak umat Islam waspada.Sebab track record Luhut tidak
bagus untuk umat Islam. Diantaranya adalah surat yang ditulis Rosiana
Borupaung tentang Luhut, yang tersebar di internet Juli 2014. Surat itu
membeberkan pertemuan tokoh-tokoh Batak dengan Luhut pada kampanye
pilpres tahun lalu.Dalam pertemuan itu Luhut banyak menyampaikan
mengenai konstelasi politik saat ini.Luhut juga menyatakan bahwa Jokowi
adalah masa yang tepat bagi orang Kristen Batak untuk berkuasa kembali.
Bahkan Luhut menegaskan rencana tersebut sudah mendapat persetujuan
dari Ephorus HKBP. “Semua pendeta-pendeta kita akan bergerak ke arah
itu, Aktivis Kristen di PDIP Juga sudah kita gerakkan,” terang Luhut.
Selain itu, Luhut juga menyebut nama Sekjen PGI, Gomar. Dan tak kalah
penting dari kalangan Kharismatik sudah ada James Riady dan dari tokoh
Katolik ada mantan Direktur CSIS, Harry Tjan Silalahi.Melihat surat
terbuka Rosiana tentang Luhut itu, maka kebijakan Jokowi patut
diwaspadai umat Islam. Tokoh-tokoh Islam mesti bersatu menghadapi
manuver-manuver kelompok kafir yang kini mengelilingi istana.
Jokowi tidak bisa menghindar dari politik balas budi Luhut. Luhut dan
kawan-kawannya mengeluarkan dana dan sumberdaya besar dalam kemenangan
Jokowi. Karena itu kini presiden memberikan Luhut kewenangan yang besar
di istana. Seperti diketahui, Luhut sangat kental pembelaannya kepada
umat Kristen.
Andi Wijayanto juga tidak beda dengan Luhut. Anak
dari Mayjen (purn) Theo Syafei ini dikenal sinis terhadap Islam
militan.Sebelum menjadi Menteri Sekretaris Kabinet, Andi dikenal sebagai
pengamat militer dan teroris.Dan dalam analisa-analisanya Andi
seringkali memojokkan umat Islam yang pernah berjihad di Ambon.Padahal
perang Ambon (1999) yang memulai adalah orang-orang Kristen.Merekalah
yang memulai penyerangan, pengusiran dan pembunuhan terhadap orang-orang
Islam saat mereka sedang Sholat Idul Fitri.Alhamdulillah lewat seruan
jihad nasional, akhirnya laskar-laskar mujahid dari seluruh tanah air
bisa mempertahankan Maluku dari usaha pemisahan diri dari Republik
Indonesia.
Andi Wijayanto tadinya adalah seorang pengamat militer
dan politik Indonesia.Ia menjabat sebagai Sekretaris Kabinet dalam
pemerintahan Jokowi-JK sejak 3 November 2014. Sebelumnya ia sebagai
Deputi Tim Transisi Presiden Jokowi. Anak Theo Syafei–Theo dikenal
sebagai Kristen Radikal di PDIP–ini juga dikenal sebagai pengamat
terorisme. Dalam analisa-analisanya, ia seringkali terlihat sinis dengan
kelompok Islam militan.
Dosen tetap pada FISIP di Universitas
Indonesia itu memiliki hubungan sangat dekat dengan PDIP, sedekat
hubungan ayahnya Theo Syafei dengan Ketum PDIP Megawati
Soekarnoputri.Andi, demikian biasa dipanggil, juga memiliki pengaruh
kuat di lingkungan internal partai pengusung pasangan capres Jokowi-JK.
Marcus Mietzner, peneliti tentang Indonesia dari Australian National
University (ANU) menyebut Andi sebagai salah satu figur dan pemikir
penting (di hadapan Megawati) pada pemenangan Jokowi-JK. Banyak konsep
kampanye hingga debat capres Jokowi yang merupakan pemikiran orisinil
Andi. Kapasitas Andi jauh berlipat-lipat melebihi kapasitas capres yang
didukungnya.Di waktu kampanye pilpres Andi sering berdampingan Jokowi
dan ‘membrifing’ materi-materi yang penting untuk kampanye.
Walhasil, dengan meletakkan Andi Wijayanto dan Luhut Panjaitan di istana
kepresidenan, maka Jokowi sebenarnya sedang menghadapkan umat Islam
pada masalah yang besar.Jokowi tentu tahu, 2 tokoh itu punya latar
belakang yang tidak menggembirakan terhadap umat Islam. Mengapa Jokowi
bersikukuh mengangkatnya? Ya karena Jokowi sendiri selama ini tidak
pernah konsen terhadap umat Islam. Jokowi hanya memikirkan dirinya
sendiri bagaimana terus populer di mata rakyat dan bagaimana agar ia
terus langgeng menjadi presiden selama 5 tahun.
Pengangkatan 2
tokoh itu hanya bentuk balas budi Jokowi, karena 2 tokoh itu banyak
membantu Jokowi bantuan materiil maupun pemikiran pada pilpres.Dan
jangan heran Jokowi menjaga istananya dengan 2 tokoh kafir. Sebagaimana
jangan heran Jokowi meninggalkan tokoh-tokoh kafir, Ahok dan FX Hadi
Rudyatmo sebagai gubernur Jakarta dan walikota Solo.
Siapa yang
mengendalikan Istana bila Jokowi keluar negeri? Tidak lain adalah Luhut
Panjaitan dan Andi Wijayanto. Dua orang kafir ini dikenal matang dalam
dunia politik dan militer di tanah air. Mereka berdualah kini yag
menggodok masalah-masalah kementerian di Istana, dan kemudian
menyodorkan ‘solusi hampir matang’ ke Jokowi. Bila dulu Jokowi menjadi
wayang Megawati, kini Jokowi menjadi Wayang Luhut dan Andi.
Dengan dikelilingi tokoh-tokoh kafir, bisa diduga kebijakan Jokowi ke
depan makin tidak menguntungkan umat Islam. Tidak pedulinya Jokowi
terhadap umat Islam terlihat ketika dia menempatkan di Solo dan Jakarta,
pemimpin-pemimpin kafir.
Ultimatum untuk Barisan Anti-Islam
Ultimatum untuk Barisan Anti-Islam
Jokowi merupakan sosok pemimpin yang terlahir dari peran besar media
sekuler dukungan asing.Hal ini tentu menimbulkan momok terhadap rakyat
Indonesia yang notabene Muslim.Sebagai contoh ketika ia menjabat sebagai
walikota Solo dan menggandeng wakil walikota dari golongan kafir
bernama FX Hadi Rudyatmo. Lalu Jokowi mencalonkan jadi Gubernur DKI dan
berhasil menyematkan status Gubernur DKI dengan meninggalkan Solo
dipimpin orang kafir.Begitu pula nasibnya dengan Jakarta, ibukota RI ini
juga memiliki masyarakat mayoritas Islam dan belum dipimpin orang
kafir.Namun hal ini berbeda ketika Jokowi mencalonkan diri jadi
presiden, dan meninggalkan Jakarta dipimpin keturunan Tionghoa, yakni
Ahok.Sungguh catatan miris terhadap Muslim Indonesia.Ketika 2 daerah
berbeda yang sebelumnya tidak dipimpin kafir, namun kini Jokowi
memecahkan rekor tersebut dengan keserakahan kekuasaannya.
Langkah keberhasilannya merebut hati rakyat memang menggunakan cara unik
dan terbilang jarang digunakan kandidat lain. Ketika masa kampanye,
Jokowi dan timses menggembor-gemborkan prestasi yang bersifat sementara.
Kita ingat pada 2009 dengan mobil Esemka yang berasal dari ‘tangan
karya modus’ walikota Solo menghipnotis Indonesia akan sosok pemimpin
inspiratif yang betul-betul mengedepankan produksi dalam negeri. Namun
apa kabar Esemka saat ini? Entah kemana kabarnya mobil tersebut yang
hingga saat ini belum lagi menghiasi pemberitaan media. Dan hebatnya
lagi, sejak saat itu Jokowi mendapat gelar walikota terbaik di dunia
berdasarkan New York Times, sebuah majalah milik Amerika yang notabene
kaum sekular dan penyokong utama Jokowi untuk tembus mencalonkan diri
menjadi Gubernur DKI.
Kita juga masih ingat gerakan ‘blusukan’
yang sangat populer ketika Jokowi sibuk mencalonkan jadi Presiden RI
yang ternyata berhasil menjadi ‘icon’ perjuangan bagi ‘wong cilik’
karena ia begitu dekat dengan rakyat. Timses Jokowi memang cerdas dalam
membuat isu publik yang tengah dibutuhkan masyarakat.Sosok yang selama
ini diidam-idamkan menjadi pemimpin yang tidak hanya untuk DKI tapi
seluruh Indonesia.Terbukti, dengan gerakan ini Jokowi berhasil
memenangkan Pilpres.Bahkan ketika menjabat presiden, ia tetap
menggunakan trik blusukan ini untuk menjaga image ‘pembela wong cilik’
supaya tidak muncul istilah ‘kacang lupa kulitnya’.
Setelah
terpilih jadi presiden dengan menggandeng Jusuf Kalla, Jokowi juga
menggandeng beberapa nama dalam Kabinet Kerja orang-orang dari golongan
kafir, mereka adalah:
1. Kepala Staf Kepresidenan, Luhut Binsar Panjaitan (Kristen Protestan)
2. Kepala Tim Ahli Wakil Presiden, Sofyan Wanandi alias Liem Bian Koen (Katolik)
3. Sekretaris kabinet, Andi Wijayanto (Kristen Protestan)
4. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Rusdi Kirana (Kristen Protestan)
5. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Franky Sibarani (Katolik)
2. Kepala Tim Ahli Wakil Presiden, Sofyan Wanandi alias Liem Bian Koen (Katolik)
3. Sekretaris kabinet, Andi Wijayanto (Kristen Protestan)
4. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Rusdi Kirana (Kristen Protestan)
5. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Franky Sibarani (Katolik)
Walau terbilang bukan jabatan strategis dalam pemerintahannya, namun
pemasangan perwakilan kafir di kabinet ini cukup ‘berani’ diambil oleh
Jokowi.Dari beberapa kejadian di atas, ini mengindikasikan bahwa
pemerintahan Jokowi memang benar-benar sedang menggoda sang macan untuk
bangun. Dia sedang menguji kesabaran dari mujahid muslim di berbagai
pelosok daerah untuk bertindak. Namun kami disini bukan hanya
berembel-embel Muslim, kami berbicara sebagai seorang rakyat Indonesia
yang prihatin akan langkah pemerintahan yang terkesan ngaco dengan
Islam.
Baru-baru ini–di tahun anggaran 2015–pemerintah telah
resmi menyetop suplai anggaran untuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
notabene sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk umat
Islam.Posisi MUI disini sungguh esensial karena Indonesia sebagai Negara
dengan penduduk mayoritas Islam, maka dari itu sangat penting untuk
diperhatikan oleh pemerintah. Berbeda dengan ormas lain yang memang
hidup dengan anggotanya itu sendiri. MUI ini ibarat sesepuh di
pemerintahan, walau tidak tercatat secara struktural, tapi arahan dan
fatwa-fatwanya harus diperhatikan oleh pemerintahan demi menjaga
keutuhan NKRI kedepannya.Dan rezim Jokowi malah memberhentikan suplai
anggaran yang tentunya dana tersebut dialokasikan untuk kemaslahatan
umat Islam sebagai pemeluk agama juga sebagai penduduk Indonesia.
Kebijakan lain rezim Jokowi yang ‘melabrak’ Islam datang dari
Kemenkominfo dengan memblokir 21 situs islam Indonesia pada 30 Maret
2015 yang sangat mengagetkan masyarakat Indonesia. Kemenkominfo
menegaskan bahwa 21 situs tersebut diduga memiliki paham radikal dalam
menyebarkan ajaran Islam, sesuai permintaan Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT).Situs-situs tersebut adalah:
arrahmah.com
voa-islam.com
hidayatullah.com
dakwatuna.com
kafilahmujahid.com
an-najah.net
muslimdaily.net
ghur4ba.blogspot.com
panjimas.com
thoriquna.com
salam-online.com
aqlislamiccenter.com
kiblat.net
dakwahmedia.com
muqawamah.com
lasdipo.com
gemaislam.com
eramuslim.com
daulahislam.com
shoutussalam.com
azzammedia.com
indonesiasupportislamicatate.blogspot.com
voa-islam.com
hidayatullah.com
dakwatuna.com
kafilahmujahid.com
an-najah.net
muslimdaily.net
ghur4ba.blogspot.com
panjimas.com
thoriquna.com
salam-online.com
aqlislamiccenter.com
kiblat.net
dakwahmedia.com
muqawamah.com
lasdipo.com
gemaislam.com
eramuslim.com
daulahislam.com
shoutussalam.com
azzammedia.com
indonesiasupportislamicatate.blogspot.com
Kok bisa-bisanya rezim Jokowi memblokir situs-situs tersebut? Beberapa
situs di atas mengandung informasi dan berita yang berbobot mengenai
Islam. Tidak ada artikel yang menandakan pertentangan atau radikalisme
seperti yang dituduhkan BNPT.Kalau era SBY yang difilter situs berbau
pornoaksi dan pornografi, kok sekarang malah situs berbau Islam?
Anehnya lagi, mengapa situs-situs berbau liberal dan menyesatkan–seperti ahlulbaitindonesia.com (milik Syiah), islamlib.com (Liberal), islamtoleran.com
(Sekular)–malah tidak disentuh sama sekali. Ini makin membingungkan
umat Islam. Namun bagi orang yang mengetahui dan paham ‘siapa di balik
tangan kekuasaan Jokowi’, tentu tidak mengherankan dengan
kejadian-kejadian seperti ini. Namun bila dibiarkan, tentu ini akan
menjadi masalah besar yang tidak hanya meruntuhkan umat Islam juga akan
merubuhkan azas dan sistem NKRI karena melibatkan langsung penduduk
Muslim. Rezim jokowi lebih parah dari Orba terhadap Islam.
Jokowi tidak bisa dikritik lagi, tapi memang harus diturunkan.. #turunkanJokowi
ReplyDeletePolitik tidaklah hitam putih, akal sehat kebebasan berfikir dan intelektualitas akan mengontrol Jokowi dan mesin politiknya.
ReplyDeletePost a Comment