Desekularisasi Ilmu Pengetahuan dan Sains

Oleh: Achmad Reza Hutama Al-Faruqi

Diskursus mengenai ilmu, di dalam dunia Islam merupakan prasarat utama dalam memperoleh kebahagiaan, baik didunia maupun di akhirat. Bisa dikatakan kewajaran sebab kemunduran Peradaban Islam saat ini adalah karena krisisnya ilmu dalam tubuh Islam, dan bahaya paling hebat yang saat ini menimpa kaum muslimin adalah rusaknya hati dan rapuhnya iman akibat kesesatan yang berasal dari filsafat dan ilmu pengetahuan, dan sains.
Banyak sumber yang bisa dibaca untuk menelusuri hubungan antara sains, filsafat, dan agama. Bahkan, saat ini sedang marak diperbincangkan masalah keterkaitan dan hubungan antara ketigahal diatas, baik itu oleh ilmuwan Islam, maupun Barat.
Hal ini dikarenakan adanya berbagai krisis multidimensional yang diakibatkan hegemonisains modern Barat yang menjadikan sains hanya meliputi dunia fisik dan alam raya ini.
Mencari Sains Islam
Dengan keangkuhannya, sains modern telah mempelakukan alam dengan semena-mena, dan agama telah ditiadakan.
Maka ada kecenderungan masa kini untuk menemukan solusi bagi krisis tersebut dengan kembali mempertanyakan hubungan antara sains, filsafat, dan agama. (LihatDr.Mahmud ‘Utman, al-Fikr al-Maadi al-Hadis wamauqifu al-Islam minhu)
Jika ditelusuri, pada awalnya antara ketiga hal diatas bersatu dalam satu kesatuan, yaitu ilmu pengetahuan.Dalam hal ini, Ibn Khaldun mengemukakan bahwa ilmu yang terdiri dari dua bagian (aqliyah dan naqliyah) merupakan kesatuan yang bersumber pada yang satu.
Keduanya menyikap berbagai ayat atau tanda keberadaan-Nya. Para ilmuwan Muslim terdahulu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, al-Ghazali, Fakhruddin al-Razi, Nashiruddin al-Thusi, dan lainnya juga tidak pernah mempersalahkan ketiganya pada level pertentangan. Bahkan tidak jarang ketika hal tersebut bersatu pada satu sosok ilmuwan Muslim.
Pertentangan antar ketiganya mulai muncul pada abad pertengahan, yaitu seiring dengan munculnya gerakan modernisasi yang terjadi didunia Barat pada abad 16. Era modern ini ditandai dengan pandangan hidup yang saintifik dengan warna sekularisme, rasionalisme, empirisme, cara berfikir dikotomis, desakralisasi, pragmatism, dan penafikan kebenaran metafisis (agama).
Islamisasi Sains Berdampak Segala Aspek Kehidupan
Selainitu, modernism yang terkadang disebut juga dengan westernisme membawa serta paham nasionalisme, kapitalisme, humanism, liberalism, sekularisme, dan sejenisnya. Pada masa ini, paradigm mulai dihancurkan oleh postmodernisme menggariskan gerakan kepada paham-paham baru seperti nihilism, relativisme, pluralism, dan persamaan gender yang umumnya anti worldview.
Namun, pada kenyataannya, postmodernisme hanya merupakan kelanjutan dari paradigma modernism itu sendiri, karena masih mempertahankan paham liberalism, rasionalisme, dan pluralisme. (Hamid FahmyZarkasyi, Agama dalamPemikiran Barat Modern dan Postmodern, dalam ISLAMIA).
Dampak dari paham, aliran, dan pemikiran yang dibawa modernism dan postmodernisme terhadap paham ilmu pengetahuan sangatlah besar.Nilai-nilai yang berhubungan dengan metafisika dilepaskan dan hanya mengakui realitas empiris.
Lebih jauhlagi pandangan postmodernisme yang menganggap metafisika secara peyoratif sebagai ilmu yang membahas tentang kesalahan manusia yang fundamental. Ini adalah preposisi logis dari paham nihilism. Serangan doktrin nihilism terhadap metafisika ini menunjukkan dengan jelas serangan terhadap agama sebagai asas bagi moralitas. (Lihat Hamid Fahmy Zarkasyi, Agama dalam ..)
Namun yang perlu digaris bawahi adalah semua pandangan ini merupakan hasil dari sebuah pandangan hidup (Worldview) sains. Sederhananya, ini adalah sebuah tafsiran atas sains atau sering disebut saintisme.Dalam menghadapi tantangan ini beberapa ilmuwan Muslim mencoba merumuskan teori-teori sebagai solusi dari permasalahan ini. Dari padanya terciptalah sebuah konsep tentang “Islamisasi Sains Modern” yang digalakkan oleh para ilmuwan Muslim, seperti Syed Mohammad Naquib al-Attas, Ismail Raji al-Faruqi, Osman Bakar, dan Ziauddin Sardar.* 
Islamisasi Sains modern merupakan proses integrasi antara sains dan agama, dalam hal ini adalah agama Islam.
Dalam definisinya, Syed Mohammad Naquib al-Attas menjelaskan bahwa Islamisasi adalah pembebasan manusia dari tradisi magismuitologis, animistis, kulturnasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belenggu paham sekularisme terhadap pemikiran dan bahasa. Ia juga merupakan pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, menjadi bodoh akan tujuan yang sebenarnya dan berbuat baik adil terhadapnya. (Lihat SM. Al-Attas, Islam and Secularism)
Said Nursi juga mendifinisakan bahwa kebanyakan manusia terjatuh dalam kegelapan karena tidak memikirkan akhirat, tidak mempunya iIman pada Allah dan Sangat cinta terhadap dunia,dan tidak bisa membatasi kebebasan dalam dirinya sendiri. (Lihat Badiuzzaman Said Nursi, al-Kalimat).
Proses ini kemudian berjalan dalam dua proses, yaitu pembebasan sains dari makna, tafsiran, ideologi, dan prinsip-prinsip meterialis mesekuler (ateis) yang dibarengi dengan penanaman nilai-nilai dan prinsip ketuhanan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Empat Pendekatan Sains Islam
Pada definisi lain, seperti Ismail Raji al-Faruqi menjelaskan bahwa Islamisasi Sains adalah upaya mengislamkan disiplin-disiplin ilmu modern dalam wawasan Islam.
Dengan kata lain, al-Faruqi ingin agar para cedekiawan Islam meletakkan upaya integrasi pengetahuan-pengetahuan modern kedalam keutuhan warisan Islam dengan melakukan eliminasi, perubahan, penafsiran kembali, dan penyesuaian terhadap komponen-komponennya sebagai wordlview Islam serta menetapkan nilai-nilainya.
Pada tataran praktisnya, upaya islamisasi sains ini mesti dibuktikan dengan menghasilkan buku-buku pegangan di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah dengan menuangkan kembali disiplin ilmu modern wawasan Islam. (Lihat Ismail Raji al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan)
Dari berbagai ilmuwan tersebut mencoba untuk menghadirkan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang terjadi dalam dunia sains, filsafat yang telah mengalami perubahan akibat persentuhannya dengan nilai-nilai yang dianggap bertentangan dengan nilai Islam.
Konsep ilmu dalam Islam sangatlah berbeda dengan konsep ilmu Barat.Obyek ilmu dalam Islam tidak hanya bersifat empirik, tapi juga yang metafisik.
Islamisasi Sains Berdampak Segala Aspek Kehidupan
Sumber ilmu dalam Islam juga mempunyai signifikan dengan epistemologi Barat, kalau Barat hanya mengakui indera dan rasio, maka dalam pandangan Muslim, ilmu datang dari Tuhan dapat diperoleh melalui: Panca Indera, khabar shadiq, dan intuisi. Hasil dari keilmuannya juga lain.
Ilmu dalam Islam bisa mengantarkan kepada kebenaran mutlak, sedangkan Barat hasil dari pada ilmu adalah relative. Dari tradisi keilmuan Barat inilah lahir sekularisme, rasionalisme, empirisme, caraberfikir dikotomis, desakralisasi, pragmatism, penafikan kebenaranmetafisis (agama), nasionalisme, kapitalisme, humanisme, liberalisme, dan sejenisnya.
Apalagi ketika muncul postmodernisme yang memaksakan seseorang kepada paham-paham baru seperti nihilisme, relativisme, pluralisme, dan persamaan gender yang umumnya anti worldview.
Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim berpegang teguh kepada tradisi keilmuan Islam dan tidak silau dengan tradisi keilmuan Barat walaupun secara dzahir terlihat lebih menarik. Wallahu A’lam.*
Penulis mahasiswa Pascasarjana UNIDA Gontor

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post