Seri Muhammad Dalam Perjanjian Baru!!
Dari apa yang sudah kita bahas dalam halaman-halaman
ini, jelaslah bahwa sebutan “Barnasha” atau “Anak Manusia”, adalah bukan
gelar seperti “Mesias” yang dapat diterapkan pada setiap nabi, imam
tinggi, dan raja yang telah diurapi (mesias artinya yang diurapi),
melainkan ia adalah sebuah kata benda nama diri ( proper noun ) yang
secara khusus untuk nabi terakhir.
Para ahli ramal dan kaum bijak Yahudi, dan para
Apocalyptist menggambarkan Anak Manusia yang akan datang pada waktu yang
ditetapkan oleh Tuhan untuk membebaskan Israel dan Yerusalem dari
penindasan kaum penyembah berhala dan menegakkan kerajaan yang permanen
untuk “orang-orang kudus milik Yang Maha Tinggi” (Daniel pasal tujuh).
Para ahli ramal, kaum bijak, meramalkan lahirnya sang
Pembebas yang kuat. Mereka melihat dia – hanya dalam penglihatan,
wahyu, dan keimanan – dengan segala kekuatan dan keagungannya.
Tidak ada Nabi atau Sophee pernah mengatakan bahwa
dia sendiri adalah “Anak Manusia”, dan bahwa dia akan “datang lagi pada
Hari Akhir untuk menghakimi yang hidup dan yang mati” sebagaimana
dikatakan dalam syahadat konsili Nicea yang dianggap bersumber dari
ucapan Yesus.
Penggunaan yang sering atas julukan yang sedang
dibicarakan ini oleh para penginjil menunjukkan, sangat pasti,
pengetahuan mereka akan Apocalypse Yahudi, sebagaimana juga keyakinan
yang kuat akan keasliannya sebagai yang berasal dari Tuhan. Jelas sekali
bahwa Apocalypse yang mengemban nama Enoch, Musa, Baruch, dan Ezra
ditulis jauh sebelum kitab-kitab Injil, dan bahwa nama “Barnasha” yang
disebut didalamnya dipinjam oleh para pengarang kitab-kitab Injil, kalau
tidak, maka penggunaannya yang sering itu merupakan suatu hal baru yang
mengundang teka-teki dan tidak dapat dipahami, atau kalau bukan tidak
berarti.
Oleh karena itu, konsekuensi Yesus meyakini dirinya
sebagai “Anak Manusia” Apocalyptic, atau kalau tidak, ia tahu Anak
Manusia adalah seseorang yang jelas-jelas bukan dirinya. Jika ia
meyakini dirinya sebagai Anak Manusia, maka konsekuensinya dia atau,
kalau tidak, kaum Apocalyptist keliru. Dan bagaimanapun argumen itu
jelas sekali bertentangan dengan Yesus.
Tentu saja, alasan yang dilematis ini akan menggiring
kita kepada suatu kesimpulan akhir yang tidak menguntungkan bagi
dirinya. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Yesus dari pencemaran
ini adalah melihat dia seperti apa yang digambarkan oleh al-Qur’an
kepada kita.
Sebelum membahas lebih jauh pokok bahasan ini, “Anak
Manusia” seperti digambarkan dalam Apocalypse Yahudi, beberapa fakta
harus dipertimbangkan secara seksama.
Pertama , Apocalypse ini tidak hanya berasal dari
konun alkitab Yahudi, tetapi juga tidak termasuk diantara Apocrypha atau
yang disebut kitab-kitab “Deutro-canonical” dari Perjanjian Lama.
Kedua , pengarangnya tidak dikenal. Mereka
mencantumkan nama Enoch, Musa, Baruch, Ezra, tetapi pengarang atau
editor mereka tampaknya sudah mengetahui kehancuran terakhir Yerusalem
dan pembubaran bangsa Yahudi dibawah kekuasaan Romawi. Nama-nama samaran
ini dipilih, bukan untuk tujuan yang curang, tetapi karena motif baik
para Sophee atau ahli ramal yang menyusunnya. Bukankah Plato meletakkan
segala pandangannya dan dialektikanya kedalam mulut Sokrates?
Ketiga , “kitab-kitab” ini menurut Grand Rabbin Paul
Haguenauer dalam bentuk membingungkan, mistis, supernatural, mencoba
menjelaskan rahasia-rahasia alam, asal-usul Tuhan, masalah kebaikan dan
kejahatan, keadilan dan kebahagiaan, masa lalu dan masa yang akan
datang. Mengenai semua permasalahan ini, Apocalypse membuat beberapa
wahyu yang melampaui pemahaman manusia. Tokoh-tokoh utama mereka adalah
Enoch, Musa, Baruch, dan Ezra.
Tulisan-tulisan ini jelas merupakan produk dari zaman
agama Yahudi yang menyakitkan dan mendatangkan malapetaka ( Manuel de
Litterature Juive . Nancy , 1927). Konsekuensinya mereka tidak bisa
sepenuhnya dipahami lagi sebagai Apocalypse yang mengemban nama rasul
Yohanes.
Keempat , Apocalypse ini telah ditambah-tambah oleh
kaum Kristen. Dalam kitab Enoch “Anak Manusia” juga disebut “Anak dari
Perempuan” dan “Anak Tuhan”, sehingga menambah teori inkarnasi versi
Gereja. Tentu saja, tidak ada ahli ramal Yahudi akan menuliskan “Anak
Tuhan” (karena Yahudi berkeyakinan Tuhan hanya ada satu).
Kelima , perlu diketahui bahwa doktrin mesianik
adalah sebuah perkembangan yang belakangan dari nubuat-nubuat lama
tentang nabi-Nya terakhir, seperti yang diramalkan oleh Yaqub dan
nabi-nabi lainnya. Hanya dalam Apocrypha dan Apocalypse, dan khususnya,
dalam tulisan-tulisan Rabbinical, bahwa sang Pembebas ini diklaim
sebagai keturunan Daud.
Benar ada nubuat-nubuat setelah penangkapan orang
Babylonia, dan bahkan setelah pendeportasian sepuluh suku bani Israel ke
Assyria, tentang seorang “Anak Daud” yang akan datang untuk
mengumpulkan semua orang Israel yang dibubarkan. Tetapi
prediksi-prediksi ini terpenuhi hanya sebagian dibawah Zorobabel (salah
seorang keturunan Daud). Kemudian setelah invasi Yunani,
prediksi-prediksi yang sama disebarkan dan diumumkan, dan kita hanya
melihat seorang Yudas Maqbaya yang berjuang dengan sedikit keberhasilan
melawan Antiochus Epiphanes. Disamping itu, keberhasilan ini hanya
bersifat sementara dan bukan permanen.
Apocalypse yang membawa penglihatan-penglihatan
mereka hingga masa setelah penghancuran Yerusalem oleh Titus dan
Vespian, meramalkan “Anak Manusia” akan muncul dengan membawa kekuatan
besar untuk menghancurkan kekuatan Romawi dan musuh-musuh Israel
lainnya.
Dua puluh abad telah berlalu sebelum Kekaisaran
Romawi Barat dihancurkan oleh bangsa Barbar Germania yang dipimpin oleh
Odoakar dengan memasuki kota Roma pada tahun 476 M. Dan Kekaisaran
Romawi Timur atau Byzantium (yang merupakan Kekaisaran Romawi terakhir)
ditaklukan oleh seorang Sultan beragama Islam, Fatih Muhammad II yang
berhasil menduduki kota Konstantinople pada tahun 1453 M. Dan kekuasaan
Romawi terakhir ini dipastikan hancur dan wilayah-wilayah yang
terbentang dari Sungai Nil sampai dengan Sungai Eufrat telah dikuasai
oleh umat Islam.
Masih ada dua observasi lagi yang tidak dapat diabaikan dalam kaitan ini.
Seandainya saya adalah seorang Zionis Yahudi yang
bernafsu atau seorang rabbi yang terpelajar, maka saya akan mengkaji
lagi persoalan Mesianik ini sedalam dan seobyektif mungkin. Dan kemudian
dengan penuh semangat saya akan mendesak sesama orang Yahudi untuk
tidak lagi meninggalkan harapan ini selamanya. Bahkan seandainya “Anak
Daud” harus muncul diatas bukit Zion dan meniup terompet dan mengklaim
sebagai “Mesias”, maka saya akan menjadi orang pertama yang mengatakan
kepadanya dengan tegas, “Silahkan Bapak! Anda sangat terlambat! Jangan
mengganggu keseimbangan di Palestina! Jangan menumpahkan darah!
Betapapun berhasilnya petualangan-petualangan Bapak, saya khawatir
mereka tidak akan mengungguli petualangan-petualangan para leluhurmu,
seperti Daud, Zoroabel, Yudas Maccabaeus (Maqbaya)!”
Penakluk Yahudi yang hebat bukanlah Daud, tetapi
Yesus bar Nun (Yoshua). Ia adalah Mesias yang pertama, yang bukannya
mengubah suku-suku pagan Kanaan yang telah menunjukkan keramahtamahan
kepada Ibrahim, Ishaq, Yaqub, malah tanpa belas kasih membantai mereka
secara besar-besaran. Dan Yoshua, tentu saja, adalah (diyakini sebagai)
seorang nabi dari kalangan bani Israel dan mesias dizamannya.
Setiap Hakim bangsa Israel selama periode tiga abad
atau lebih adalah seorang Mesias dan Pembebas. Dengan demikian kita
menemukan bahwa dalam setiap malapetaka nasional, khususnya bencana
alam, seorang mesias diramalkan, dan biasanya pembebasan terjadi akibat
bencana dan benar-benar dalam kadar yang tidak sesuai.
Adalah ciri khas kaum Yahudi bahwa hanya mereka lah
yang memiliki cita-cita kebangsaan untuk melakukan penaklukan-penaklukan
yang luar biasa yang dipimpin oleh seorang keturunan Daud, mengejar
dominasi universal atas penduduk bumi. Kecerobohan dan kelembaman mereka
sangat cocok dengan keyakinan mereka yang tidak tergoyahkan akan
kelahiran “Singa Yudas”. Dan itulah barangkali alasannya mereka tidak
pernah mengkonsentrasikan semua sumberdaya, energi, dan kekuatan
nasional mereka dan melakukan upaya bersama untuk menjadi sebuah bangsa
yang berpemerintahan sendiri.
Kini kepada umat Kristen yang mengklaim Yesus sebagai
Anak Manusia berdasarkan nubuat, saya terpaksa mengatakan: Jika ia
adalah sang Pembebas Israel yang diharapkan itu maka ia akan sudah
membebaskan banga itu dari penindasan penjajah Romawi, tidak peduli
apakah bangsa Israel mempercayainya atau tidak. Pertama pembebasan,
kemudian barulah ucapan terima kasih dan loyalitas. Dan bukan
sebaliknya. Seseorang harus lebih dahulu dibebaskan dari kekuasaan orang
yang menahannya dengan membunuhnya atau menakuti mereka, dan kemudian
diharapkan untuk menunjukkan kasih sayang dan kesetiaannya yang permanen
terhadap si Pembebas.
Kaum Yahudi bukanlah penghuni sebuah rumah sakit yang
harus dirawat oleh para dokter dan perawat. Mereka hampir-hampir
merupakan tawanan yang diikat dan membutuhkan seorang pahlawan untuk
membebaskan mereka. Keyakinan mereka pada Tuhan dan pada hukum-Nya
adalah sama sempurnanya dengan keyakinan para leluhur mereka di Gunung
Sinai ketika Tuhan menyampaikan kepada Musa. Mereka tidak membutuhkan
seorang nabi yang memiliki mukjizat, karena seluruh sejarah mereka
berjalinan dengan keajaiban dan mukjizat.
Penghidupan kembali seorang Lazarus yang sudah mati,
pembukaan mata Bartimaeus yang buta, atau penyembuhan penyakit kusta,
tidak memperkuat keyakinan kaum Yahudi dan tidak juga mengenyangkan
kehausan mereka akan kemerdekaan dan kebebasan.
Kaum Yahudi menolak Yesus, tidak karena ia bukan
“Anak Manusia” atau “Mesias” yang dikabarkan oleh Apocalypse (tidak
disebabkan ia bukan seorang nabi, karena mereka tahu benar bahwa ia
tidak mengklaim dirinya sebagai Anak Manusia, dan bahwa ia adalah
seorang nabi), tetapi disebabkan kebencian mereka kepada Yesus karena
ucapannya: Mesias bukan anak Daud, melainkan tuannya” (Matius22:44-46;
Markus 12:35-37; Lukas 20:41-44). Pengakuan dari Injil-injil Synoptic
ini memperkuat pernyataan dalam Injil Barnabas (Barnabas 43:4-5 dan
Barnabas pasal 44), dimana Yesus dilaporkan telah menyatakan bahwa yang
dijanjikan akan terpenuhi dengan “Syiloah” (Rasul Allah/Rasulullah) yang
akan datang setelah kepergian Yesus adalah berasal dari keturunan
Ismail. Karena alasan inilah kaum Talmud menggambarkan Yesus sebagai
“Balaam kedua” (yaitu nabi yang bernubuat demi kepentingan kaum
penyembah berhala dengan mengorbankan “orang-orang pilihan”)
Oleh karena itu, sangatlah jelas bahwa penerimaan
atau penolakan kaum Yahudi atas Yesus bukanlah syarat sine qua non
(harus ada) untuk menentukan sifat misinya. Jika ia adalah sang Pembebas
terakhir maka ia akan sudah membuat kaum Yahudi tunduk kepadanya,
nolens volens , seperti yang dilakukan Muhammad.
Tetapi kontras antara keadaan-keadaan dimana
masing-masing dari dua nabi itu berada, dan pekerjaan mereka, tidak
mengenal ukuran dan batas. Cukup dikatakan bahwa Muhammad mengubah
sekitar sepuluh juta Arab pagan menjadi orang-orang beriman kepada Tuhan
sejati yang paling tulus dan bersemangat, dan sama sekali melenyapkan
penyembahan berhala di negeri-negeri dimana kemusyrikan telah mengakar.
Ia berhasil, karena disatu tangan ia memegang Hukum (al-Qur’an) dan
ditangan lainnya ia memegang tongkat (kekuasaan dan pemerintahan). Ia
dibenci, dilecehkan, disiksa oleh suku Arab paling mulia yang merupakan
sukunya, dan terpaksa melarikan diri, namun dengan kekuasaan Allah, ia
menyelesaikan tugas terbesar demi agama sejati yang tidak sanggup
dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya.
Sekarang saya akan meneruskan dengan menunjukkan
bahwa “Anak Manusia” yang dinubuatkan oleh Apocalypse tidak lain adalah
Muhammad.
a. Bukti yang paling meyakinkan dan penting bahwa
Barnasha menurut Apocalypse adalah Muhammad, digambarkan secara
menakjubkan dalam penglihatan Daniel (Daniel pasal tujuh) yang sudah
dibahas dalam artikel sebelumnya. Bagaimanapun, gambaran tentang
Barnasha didalamnya, tidak dapat diidentifikasikan dengan pahlawan
Maccabees ataupun dengan Yesus. Selain itu, Binatang Buas mengerikan
yang benar-benar dibunuh dan dihancurkan oleh Anak Manusia itu tidak
mungkin prototipe Epiphanes atau Kaisar Romawi yang bernama Nero.
Kejahatan yang memuncak dari Binatang Buas yang
menakutkan itu adalah sang “Tanduk Kecil” yang melontarkan
hujatan-hujatan terhadap Yang Maha Tinggi dengan menyekutukan-Nya
kedalam tiga oknum yang sama hakikat-Nya dan dengan rangkaian penyiksaan
terhadap orang-orang yang mempertahankan keesaan Tuhan yang mutlak.
Konstantin adalah orang yang digambarkan sebagai Tanduk yang mengerikan
itu yang menghina Tuhan (mempersekutukan-Nya) dalam Konsili Nicea.
b. Apocalypse Enoch [1] meramalkan kemunculan Anak
Manusia pada saat ketika sekawanan kecil Domba, meskipun dengan penuh
semangat dibela oleh seekor domba jantan, akan diserang dengan dahsyat
oleh burung-burung pemangsa dari atas dan oleh binatang-binatang
karnivora diatas tanah. Diantara musuh-musuh kawanan kecil itu dilihat
banyak kambing dan domba lainnya yang telah sesat. Pemilik kawanan itu,
sebagai seorang penggembala yang baik, tiba-tiba muncul dan menghantam
bumi dengan batang atau tongkat, ia membuka mulutnya dan menelan musuh
yang menyerang, memburu dan mengusir dari padang rumput burung-burung
dan orang-orang kejam yang merusak. Kemudian sebilah pedang diberikan
kepada kawanan itu sebagai lambang kekuasaan dan senjata penghancur.
Setelah itu kawanan tersebut tidak lagi dikepalai oleh seekor domba
jantan, tetapi oleh seekor sapi jantan yang memiliki dua tanduk hitam
besar.
Penglihatan parabolis ini cukup transparan. Dari
Yaqub turun ke “orang-orang pilihan” diwakili secara simbolis oleh
kawanan domba. Keturunan Esau digambarkan sebagai babi. Kaum dan
suku-suku penyembah berhala lainnya diwakili dalam penglihatan itu,
menurut karakteristiknya masing-masing, sebagai sejenis gagak ( ravens
), elang ( eagles) , burung hering ( vultures ), dan jenis-jenis
keganasan yang berbeda-beda yang semuanya haus untuk menghisap darah
domba-domba itu dan lapar untuk melahap mereka.
Hampir semua Ahli Kitab (Kaum Yahudi dan Kristen)
sepakat bahwa penglihatan itu menunjukkan masa yang menyakitkan dari
kaum Maccabee dan perjuangan berdarah mereka dengan pasukan Antiochus
Epiphanes sampai kematian Yohanes Hurcanus (John Hurcanus) pada 110 (?)
SM.
Metode untuk menafsirkan penglihatan ini sama sekali
salah, dan menyebabkan kitab itu secara keseluruhan menjadi tidak
bernilai. Bahwa seorang nabi atau seorang ahli ramal yang kuno harus
menggambarkan sejarah ras manusia dari sudut pandang keagamaan, dimulai
dengan Adam, dibawah Simbol Sapi Jantan Putih, dan diakhiri dengan
Yohanes Hurcanus (John Hurcanus) atau saudaranya Yudas Maccabaeus
(Maqbaya) sebagai Sapi Jantan Putih terakhir, dan kemudian membiarkan
kawanan “kaum beriman” itu untuk dilahap lagi oleh bangsa Romawi, umat
Kristen, dan umat Islam sampai hari ini adalah sangat menggelikan dan
mengejutkan!
Sebenarnya, peperangan yang dilakukan kaum Maccabees
dan konsekuensi-konsekuensinya tidak begitu berarti dalam sejarah agama
Tuhan sebagai ujung penghabisan dari perkembangan. Tidak ada satu pun
orang Maccabee yang menjadi nabi, dan tidak juga ada yang menjadi
pendiri apa yang disebut “Pemerintahan Mesianik” yang dalam kitab-kitab
Injil disebut “Kerajaan Tuhan”.
Disamping itu, penafsiran dan penglihatan ini tidak
konsisten dengan ciri-ciri yang digambarkan dalam drama dibawah
simbol-simbol kiasan dari pemilik kawanan domba, tongkat ditangan, sang
domba jantan, dan sapi betina putih, dan kemudian dengan dengan pedang
besar yang diberikan kepada para penggembala yang mereka gunakan untuk
membunuh atau mengusir binatang-binatang dan burung-burung yang kotor.
Selanjutnya, penafsiran versi Kristen atas Apocalypse
Enoch ini tidak menjelaskan transplantasi mistis atau pemindahan
Yerusalem ke sebuah negeri yang letaknya jauh disebelah selatan, dan
makna apa yang dapat diberikan kepada Bait Allah yang baru dibangun
ditempat Bait yang lama, lebih besar dan lebih tinggi daripada bangunan
besar pertama yang suci, terhadap mana kawanan domba tidak hanya sebagai
domba yang beriman (kaum Yahudi yang setia) tetapi juga berbagai macam
bangsa pagan yang telah memeluk agama sang Anak Manusia yang
menghancurkan musuh-musuhnya dengan tongkat atau batangny! Karena semua
perbuatan dan gambaran khusus ini dilihat dan digambarkan dalam
penglihatan yang dramatis tersebut. Rantai yang menghubungkan
peristiwa-peristiwa dalam bahasa kiasan ini dimulai dari Adam dan
berakhir pada sosok nabi dari Mekkah!
Ada beberapa argumen yang meyakinkan untuk membenarkan kebenaran dari pernyataan tegas ini:
1. Dua pembagian domba menunjukkan pengikut kitab
suci, apakah Yahudi atau Kristen, yang diantara mereka ada orang yang
beriman pada tauhid (keesaan Tuhan), namun ada pula diantara mereka yang
menjadikan Yesus dan Roh Kudus memiliki konsubstansial (memiliki
substansi, sifat, dan hakikat yang sama) dengan Tuhan. Ahli ramal
membedakan antara orang yang beriman dan orang yang ingkar.
Kitab-kitab Injil melaporkan bahwa pada Hari Kiamat
“domba akan dipisahkan dari kambing” (Matius 25:32-46) yang menunjukkan
pandangan yang sama.
Adapun mengenai Domba Jantan simbolis, kita bisa
memahami dengan cara demikian Arius [2] atau pemimpin Unitarian
(Ahlultauhid) untuk kaum Nasrani sejati dan Rabbi Yahudi yang beriman,
karena mereka berdua memiliki musuh yang sama. Jika kita
mengidentifikasi Konstantin dengan Tanduk Kecil yang jahat, maka kita
bisa secara tepat mengidentifikasi Arius sebagai sang Domba Jantan.
Sebenarnya Arius berhak mendapatkan kehormatan ini,
karena ia mengepalai kelompok dalam Dewan Nicea dan dengan penuh
semangat membela agama yang benar dari doktrin-doktrin Trinitas dan
Gereja-gereja Sakramentarian.
Dari sudut pandang Muslim yang keras, dimulai sejak
kaum Yahudi menolak kenabian dan berusaha menghukum mati Yesus, maka
gelar mereka berhenti menjadi “umat pilihan”, dan bahwa gelar kehormatan
diberikan hanya kepada orang-orang yang beriman pada kenabiannya.
2. Anak Manusia yang menyelamatkan kawanan domba dari
musuh-musuhnya untuk siapa ia harus turun menjadi anggota bumi dengan
menemukan tongkat penggembalaan dia diatasnya, dan memberikan pedang
yang kuat kepada domba untuk menyembelih hewan-hewan pemangsa, maka
tidak lain bahwa Anak Mausia adalah pasti Muhammad.
Sceptre (dalam bahasa Ibrani “ shebet” – batang,
tongkat) adalah lambang kekuasaan, hukum, dan pemerintahan. Tongkat
kecil yang diberikan Tuhan kepada suku Yehuda (Kejadian 49:10) diambil,
dan tongkat yang lebih kuat dan besar hanya diberikan kepada Rasul Allah
(“Shiloah”) sebagai gantinya. Hal itu sebenarnya mengagumkan, karena
betapa penglihatan nubuat benar-benar terpenuhi ketika tongkat Muhammad
menjadi lambang kekuasaan kaum Muslim atas seluruh negeri (di Mesir,
Assyria, Khaldea, Syria, dan Arabia) dimana kaum beriman disiksa oleh
para penguasa pagan negeri-negeri tersebut dan oleh kekuasaan penjajah
asing pagan dari Medo-Persia, Yunani, dan Romawi!
Sungguh suatu pemenuhan penglihatan yang agung ketika
kawanan domba, yang selama beberapa abad telah terbuka terhadap
serangan paruh dan cakar burung-burung pemangsa yang tak kenal ampun dan
terhadap gigi-gigi dan cakar Binatang Buas yang mengerikan, sekarang
diperlengkapi dengan sebilah pedang besar untuk mempertahankan diri yang
dilakukan oleh setiap muslim sampai darah para Shalihin – orang shaleh –
dan – syuhada – ditebus dengan pantas (Injil Wahyu 6:9-11).
3. Sapi Jantan Putih . Sampai dengan Ismail, semua
nabi digambarkan sebagai sapi jantan putih. Tetapi dari Yaqub sampai
turun ketokoh-tokoh dari umat pilihan muncul dalam bentuk domba jantan.
Agama universal telah dijadikan agama nasional dan kaisar telah menjadi
seorang kepala yang kecil saja.
Disinilah sekali lagi pemenuhan nubuat yang
mengagumkan lainnya dari penglihatan dimasa Muhammad. Para pemimpin
Patriarkh dari agama internasional kuno digambarkan sebagai sapi-sapi
jantan putih, dan para Pemimpin kaum beriman (Amirul Mukminin) juga
sebagai sapi jantan putih. Satu-satunya perbedaan adalah Amirul Mukminin
mempunyai tanduk hitam yang besar, lambang kekuasaan ganda yakni
material dan spiritual.
Dari semua Binatang berkaki empat yang bersih maka
tidak ada yang lebih mulia daripada Sapi Jantan Putih, dan lebih-lebih
lagi, khususnya, ketika dimahkotai dengan sepasang tanduk hitam besar.
Sehingga nampak agung dan anggun.
Dalam hubungan ini yang perlu diketahui adalah bahwa
semua darah yang tertumpah dalam Perang Badar, Perang Uhud, dan operasi
militer lainnya yang dipimpin langsung oleh nabi Muhammad saw, tidak
melebihi seperseratus darah yang ditumpahkan oleh Yoshua. Namun, tidak
satupun contoh kekejaman atau ketidakadilan dapat dibukikan pada Rasul
Allah itu. Dia toleran, mulia, murah hati, dan pemaaf. Itulah sebabnya
hanya dia diantara umat manusia yang digambarkan dalam semua penglihatan
nubuat Anak Manusia, seperti halnya manusia pertama sebelum
kejatuhannya!
4. Anak Manusia mendirikan Kerajaan Perdamaian yang
ibukotanya bukan lagi Yerusalem, melainkan Yerusalem Baru – “Darussalam”
( kota perdamaian).
Sophee atau ahli ramal dalam penglihatan gaib ini
menceritakan bagaimana Yerusalem di bumi diangkat dan dipindahkan
kesebuah negeri diselatan, tetapi sebuah Bait yang baru, lebih luas dan
lebih tinggi dari Bait pertama, dibangun diatas puing-puing bangunan
lama! Ya Allah! Sungguh hebat semua ini yang semuanya telah diselesaikan
oleh Muhammad hamba-Mu yang paling termasyhur dan kudus!
Yerusalem Baru tidak lain adalah Mekkah, karena ia
berada dinegeri sebelah selatan, dua bukit di Mekkah yakni Marwa dan
Safa, menyandang nama yang sama dengan nama Moriah dan Zion , memiliki
sumber dan signifikansi yang sama, tetapi bermula lebih awal.
“Irushalem” atau “Urshalem” Lama menjadi kota “Cahaya dan Kedamaian”.
Karena alasan ini jugalah Mekkah sebagai tempat
Ka’bah yang suci dan menjadi kiblat (arah) kemana kaum Muslim menghadap
ketika shalat (sembahyang). Di Mekkah inilah setiap tahun (yakni pada
hari Idul Adha) puluhan ribu peziarah dari semua negeri tempat kaum
muslim berkumpul untuk mengunjungi Ka’bah yang suci dan melaksanakan
korban.
Tidak hanya Mekkah, tetapi juga Madinah dan wilayah
disekeliling kedua kota itu telah menjadi suci dan tidak dapat diganggu
gugat, dan terlarang bagi kaum non-Muslim! Dalam penglihatan Enoch juga
lah bahwa Khalifah kedua, Umar bin Khatab membangun kembali Bait suci di
atas puing-puing Bait Sulaiman di Yerusalem.
Semua ini secara mengagumkan membuktikan bahwa
penglihatan itu disaksikan oleh seorang ahli ramal yang mendapat ilham
dari Tuhan, yang dapat melihat rangkaian peristiwa Kaum Muslim dimasa
yang akan datang. Dapatkah kota Roma atau kota Byzantium
(Konstantinople) mengklaim sebagai Yerusalem Baru? Dapatkah Paus atau
setiap partiarch yang kerjanya memecah belah umat mengklaim sebagai Sapi
Jantan Putih dalam Apocalypse yang memiliki tanduk hitam besar?
Dapatkah agama Kristen mengklaim sebagai Kerajaan Perdamaian
(Salam/Syalom/Islam), sementara ia menjadikan Yesus dan Roh Kudus
konsubstansial dengan Tuhan? Sangat pasti, TIDAK!
5. Dalam bab-bab yang membicarakan Kerajaan
Perdamaian itu, sang Mesias disebut Anak Manusia. Tetapi dalam gambaran
Hari Kiamat ia disebut “Anak dari Perempuan” dan “Anak Tuhan”, dan
bersama-sama dengan Tuhan dalam Pengadilan Dunia.
Diakui oleh semua sarjana bahwa pernyataan-pernyataan
yang berlebih-lebihan dan bodoh tersebut tidak berasal dari kaum Yahudi
(yang jelas meyakini satu Tuhan), melainkan dari imajinasi kaum Kristen
Trinitas yang disisipkan dan ditambahkan oleh mereka.
Apocalypse lainnya, yang menyandang nama Musa,
Baruch, Ezra, Jubilee, Oracula Sibyliana, haruslah dikaji secara
obyektif, karena setelah itulah baru mereka, seperti Apocalypse Daniel
dan Enoch, maka tidak hanya akan dipahami tetapi juga membuktikan
terpenuhi dalam MUHAMMAD dan ISLAM.
________________________________________
Catatan Kaki
[1] Saya menyesal mengatakan bahwa “Apocalypse
Yahudi” tidak dapat saya peroleh. Ensiklopedia-ensiklopedi yang ada
hanya merupakan ikhtisar dari masing-masing kitab, yang tidak memenuhi
harapan saya dalam pengkajian. Saya tahu bahwa Uskup Agung Irlandia,
Laurence, telah menerjemahkan Apocalypse ini kedalam bahasa Inggris,
tetapi sayangnya tidak bisa saya peroleh.
[2] Arius (sekitar tahun 250-336 M)
Arius adalah penentang doktrin Trinitas. Ia
menggunakan Logika sebagai pembenarannya. Ia berpendapat bahwa "Jika
Yesus itu benar-benar Tuhan, maka Bapa harus ada lebih dahulu. Oleh
karena itu, harus ada "MASA" sebelum adanya anak. Berarti anak adalah
makhluk. Maka Anak tidak selamanya ada/abadi, sedangkan Tuhan adalah
abadi. Jadi Yesus bukan Tuhan."
Kemudian Arius mengulangi Argumentasinya, "Ada MASA
sebelum Yesus, sedangkan Tuhan sudah ada sebelumnya. Yesus ada kemudian,
dan Yesus hanyalah makhluk biasa yang dapat mati seperti makhluk
lainnya. Tetapi Tuhan tidak akan mati."
Pada tahun 336, Arius diangkat menjadi Pastur di
Konstantinople, tetapi ia segera dibunuh. Kuat dugaan Paus Anthanasius
sebagai biang keladinya, karena Arius penentang keras doktrin Trinitas
yang disahkan Konsili Nicea tahun 325 M.
Sumber:
"Menguak Misteri Muhammad SAW", Benjamin Keldani, Sahara Publisher, Edisi Khusus Cetakan kesebelas Mei 2006
Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya.
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb.
peraturan komentar:
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa.
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit.
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan
Post a Comment