Kaedah
yang diajarkan berikut adalah di antara kaedah yang menunjukkan
bagusnya ajaran Islam dan bagaimana agama ini selalu membawa kemudahan
bagi hambanya. Yang menunjukkan kemudahan Islam, niat untuk satu ibadah
bisa masuk pada ibadah lainnya. Artinya cukup satu niat, kita bisa
mengerjakan dua ibadah sekaligus.
Faedah bermanfaat yang bisa kami susun dari penjelasan Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di -semoga Allah senantiasa merahmati beliau- mengenai kaedah memasukkan niat ibadah yang satu dalam yang lain. Dalam kitab beliau ‘Qowa’id Muhimmah wa Fawaid Jammah’, beliau mengatakan dalam kaedah ketujuh:
Jika ada dua ibadah yang (1) jenisnya sama, (2) cara pengerjaannya
sama, maka sudah mencukupi bila hanya mengerjakan salah satunya. Kasus
ini ada dua macam:
Pertama:
Cukup mengerjakan salah satu dari dua macam ibadah tadi dan menurut
pendapat yang masyhur dalam madzhab Hambali disyaratkan meniatkan
keduanya bersama-sama.
Contoh:
- Siapa yang memiliki hadats besar dan kecil sekaligus,
dalam madzhab Hambali cukup bersuci hadats besar saja untuk mensucikan
kedua hadats tersebut.
- Jama’ah haji yang mengambil manasik qiron yang berniat
haji dan umrah sekaligus, cukup baginya mengerjakan satu thowaf dan satu
sa’i. Demikian menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Hambali.
Kedua:
Cukup dengan mengerjakan satu ibadah, maka ibadah yang lain gugur (tanpa diniatkan).
Contoh:
- Jika seseorang masuk masjid saat iqomah sudah
dikumandangkan, maka gugur baginya tahiyyatul masjid jika ia mengerjakan
shalat jama’ah.
- Jika orang yang berumrah masuk Mekkah, maka ia langsung melaksanakan thawaf umrah dan gugur baginya thawaf qudum.
- Jika seseorang mendapati imam sedang ruku’, lalu ia
bertakbir untuk takbiratul ihram dan ia gugur takbir ruku’ menurut
pendapat yang masyhur dalam madzhab Hambali.
- Jika Idul Adha bertepatan dengan hari Jum’at, maka cukup menghadiri salah satunya.
Ada penjelasan yang bagus dari guru kami, Syaikh Prof. Dr.
‘Abdussalam Asy Syuwai’ir (Dosen di Ma’had ‘Ali lil Qodho’ Riyadh KSA) -semoga Allah memberkahi dan menjaga beliau, ketika menjelaskan kaedah Syaikh As Sa’di di atas, beliau simpulkan kaedah sebagai berikut:
Jika ada dua ibadah, keduanya sama dalam (1) jenis dan (2) tata cara
pelaksanaan, maka asalnya keduanya bisa cukup dengan satu niat KECUALI pada dua keadaan:
1- Ibadah yang bisa diqodho’ (memiliki qodho’). Contoh: Shalat
Zhuhur dan shalat Ashar sama-sama shalat waji dan jumlah raka’atnya
empat, tidak bisa dengan satu shalat saja lalu mencukupi yang lain.
Sedangkan, akikah dan kurban bisa cukup dengan satu niat karena keduanya
tidak ada kewajiban qodho’, menurut jumhur keduanya adalah sunnah.
2- Ia mengikuti ibadah yang lainnya. Contoh: Puasa Syawal dan
puasa sunnah yang lain yang sama-sama sunnah. Keduanya tidak bisa cukup
dengan satu niat untuk kedua ibadah karena puasa Syawal adalah ikutan
dari puasa Ramadhan (ikutan dari ibadah yang lain). Karena dalam hadits
disebutkan, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian ia ikutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal …”.
Adapun shalat rawatib dan shalat sunnah tahiyatul masjid, keduanya bisa
cukup dengan satu niat karena shalat tahiyatul masjid tidak ada kaitan
dengan shalat yang lain.
Syaikh ‘Abdussalam Asy Syuwai’ir juga menyampaikan bahwa ulama Hanafiyah membawa kaedah:
Jika suatu ibadah yang dimaksudkan adalah zatnya, maka ia tidak bisa
masuk dalam ibadah lainnya, ia mesti dikerjakan untuk maksud itu. Namun
jika suatu ibadah yang dimaksudkan adalah yang penting ibadah itu
dilaksanakan, bukan secara zat yang dimaksud, maka ia bisa dimaksudkan
dalam ibadah lainnya.
Contoh:
Shalat rawatib dan tahiyyatul masjid. Shalat tahiyyatul masjid bisa
dimasukkan di dalam shalat rawatib. Cukup dengan niatan shalat rawatib,
maka shalat tahiyyatul masjid sudah termasuk. Karena perintah untuk
shalat tahiyyatul masjid yang penting ibadah itu dilaksanakan, yaitu
ketika masuk masjid sebelum duduk, lakukanlah shalat sunnah dua raka’at.
Jika kita masuk masjid dengan niatan langsung shalat rawatib, berarti
telah melaksanakan maksud tersebut.
Kaedah ulama Hanafiyah ini kurang disetujui oleh Syaikh ‘Abdussalam
Asy Syuwai’ir, beliau lebih suka dengan kaedah yang beliau sampaikan
pertama.
Demikian dengan sedikit perubahan bahasa dari kami dan penambahan
contoh. [Faedah saat dauroh musim panas Sya'ban 1433 H di Jami' Ibnu
Taimiyah, Riyadh, KSA]
Semoga Allah senantiasa memberikan pada kita ilmu yang bermanfaat.
@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 2 Dzulhijjah 1433 H
Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya.
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb.
peraturan komentar:
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa.
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit.
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan
Post a Comment