Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 3

Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 3

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا (٣)
3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu sukai: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.




Imâm Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (9/307):

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ مُوْسَى أَخْبَرَنَا هِشَامُ عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِيْ هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَ بِيْهِ عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ رَجُلاً كَانَتْ لَهُ يَتِيْمَةٌ فَنَكَحَهَا وَكَانَ لَهُ عَذْقٌ وَكَانَ يُمْسِكُهَا عَلَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ لَهَا مِنْ نَفْسِهِ شَيْءٌ فَنَزَلَتْ فِيْهِ: }وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا{ (٣) أَحْسَبُهُ قَالَ كَانَتْ شَرِيْكَتُهُ فِيْ ذَالِكَ اْلعَذْقِ وَ فِِيْ مَالِهِ.
“Ibrâhîm bin Mûsâ telah bercerita kepada kami (Bukhârî), katanya (Ibrâhîm bin Mûsâ): “Hisyâm telah mengabarkan kepada kami (Ibrâhîm bin Mûsâ) dari Ibnu Juraij, katanya (Ibnu Juraij): “Hisyâm bin ‘Urwah telah mengabarkan kepada saya (Ibnu Juraij) dari bapaknya (bapaknya Hisyâm bin ‘Urwah) dari ‘Âisyah: “Bahwa ada seorang lelaki yang mempunyai anak yatim (di rumahnya), lalu dia menikahinya dan dia memiliki setandan kurma yang dia tahan dari anak itu (perempuan yatim yang ia nikahi). Dan anak (Perempuan Yatim yang ia nikahi) itu tidak mempunyai bagian darinya sedikitpun, lalu turunlah:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا (٣)
3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu sukai: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

“Saya (‘Âisyah) kira (Hisyâm bin Yusuf ragu-ragu) terhadap ‘Urwah yang mengatakan: “Bahwa anak (Perempuan Yatim yang ia nikahi) itu adalah sekutunya dalam memiliki setandan kurma itu, juga dalam hartanya”.


KETERANGAN:
Imâm Bukhârî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam at-Tajrîd ash-Sharîh li Ahâdîts al-Jâmi’ ash-Shahîh karya al-Imâm Zainudin Ahmad bin ‘Abd al-Lathif az-Zabidî (Kitâb Tafsîr, Bab: 18, No. Hadis: 1730). Imâm Muslim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya (18/155, dan Kitâb Tafsîr, Bab: 7, No. Hadis: 2129 versi: Mukhtashar Shahîh Muslim). Ibnu Jarîr juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâninya (4/232). Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat an-Nisâ’, Ayat: 3).








BIBLIOGRAFI

Al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârî (Imâm Bukhârî/Abû ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’îl bin
Ibrâhîm bin al-Mughîrah bin Bardizbah al-Ju’fî al-Bukhârî).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslim (Imâm Muslim/al-Imâm Abî al-Husain Muslim bin al-Haĵâj
Ibnu Muslim al-Qusyairî an-Naisâbûrî).
Ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûl (asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î).
At-Tajrîd ash-Sharîh li Ahâdîts al-Jâmi’ ash-Shahîh (az-Zabidî/al-Imâm Zainudin Ahmad bin
‘Abd al-Lathîf az-Zabidî).
Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâni (Ibnu Jarîr/Abû Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).
Mukhtashar Shahîh Muslim (al-Mundzirî/al-Hâfizh ‘Abd al-‘Azhîm bin ‘Abd al-Qâwî
Zakiyuddin al-Mundzirî).
Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya. 
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb. 
 peraturan komentar: 
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa. 
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit. 
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post