Bukankah Tak ada paksaan dalam Agama Islam?
Pertanyaan seperti ini sering dilontarkan oleh beberapa orang yg
tidak mengerti ttg hokum Islam ,terutama mereka Kaum Kafir yg senang
mengejek Agama yang di ridhoi Allah SWT ini.
Berikut adalah artikel dari Islamologi untuk menghilangkan kesalah-pahaman bahwa Islam adalah agama kekerasan
agama intoleransi serta agama yang brutal.
Arti kata
Kata murtad berasal dari kata irtadda menurut wazan ifta’ala, berasal
dari kata radda yang artinya: berbalik. Kata riddah dan irtidad
dua-duanya berarti kembali kepada jalan, dari mana orang datang semula.
Tetapi kata Riddah khusus digunakan dalam arti kembali pada
kekafiran, sedang kata irtidad digunakan dalam arti itu, tapi juga
digunakan untuk arti yang lain (R), dan orang yang kembali dari Islam
pada kekafiran, disebut murtad. Banyak sekali terjadi salah paham
terhadap masalah murtad ini, sama seperti halnya masalah jihad.
Pada umumnya, baik golongan Muslim maupun non-Muslim, semuanya
mempunyai dugaan, bahwa menurut Islam, kata mereka, orang murtad harus
dihukum mati. Jika Islam tak mengizinkan orang harus dibunuh karena
alasan agama, dan hal ini telah diterangkan di muka sebagai prinsip
dasar Islam, maka tidaklah menjadi soal tentang kekafiran seseorang,
baik itu terjadi setelah orang memeluk Islam ataupun tidak.
Oleh sebab itu, sepanjang mengenai kesucian nyawa seseorang, kafir dan murtad itu tak ada bedanya.
Persoalan murtad menurut Qur’an
Qur’an Suci adalah sumber syari’at Islam yang paling utama; oleh sebab itu akan kami dahulukan.
Soal pertama, dalam Qur’an tak ada satu ayat pun yang membicaraan perihal murtad secara kesimpulan.
Irtidad atau perbuatan murtad yang terjadi karena menyatakan diri
sebagai orang kafir atau terang-terangan mengingkari Islam, ini tak
dapat dijadikan patokan, karena adakalanya orang yang sudah mengaku
Islam, mempunyai pendapat atau melakukan perbuatan yang menurut
penilaian ulama ahli fiqih, bukanlah bersumber kepada Islam.
Mencaci-maki seorang Nabi atau menghina Qur’an, acapkali dijadikan
alasan untuk memperlakukan seseorang sebagai orang murtad, sekalipun ia
secara sungguh-sungguh mengaku sebagai orang beriman kepada Qur’an dan
Nabi.
Soal kedua, pengertian umum bahwa Islam menghukum mati orang murtad, ini tak ada dalilnya dalam Qur’an Suci.
Dalam Encyclopaedia of Islam, tuan Heffeming mengawali tulisannya
tentang masalah murtad dengan kata-kata: “Dalam Qur’an, ancaman hukuman
terhadap orang yang murtad hanya akan dilakukan di Akhirat saja”.
Dalam salah satu wahyu Makkiyah terakhir, terdapat uraian:
“Barangsiapa kafir kepada Allah sesudah beriman -bukannya ia dipaksa,
sedang hatinya merasa tentram dengan iman, melainkan orang yang membuka
dadanya untuk kekafiran-, mereka akan ditimpa kutuk Allah, dan mereka
akan mendapat siksaan yang pedih” (16:106).
Dari ayat ini terang sekali bahwa orang murtad akan mendapat siksaan
di Akhirat, dan hal ini tak diubah oleh wahyu yang diturunkan
belakangan tatkala pemerintah Islam telah berdiri, setelah Nabi Suci
hijrah ke Madinah.
Dalam salah satu wahyu Madaniyah permulaan, orang murtad dibicarakan
sehubungan dengan berkobarnya pertempuran yang dilancarkan oleh kaum
kafir dengan tujuan untuk memurtadkan kaum Muslimin dengan kekuatan
senjata: “Dan mereka tak akan berhenti memerangi kamu sampai mereka
mengembalikan kamu dari agama kamu, jika mereka dapat. Dan barangsiapa
di antara kamu berbalik dari agamanya (yartadda) lalu ia mati selagi ia
kafir, ini adalah orang yang sia-sia amalnya di dunia dan di Akhirat.
Dan mereka adalah kawan api, mereka menetap di sana“ (2:217).[1] Maka
apabila orang menjadi murtad, ia akan dihukum karena ia kembali
mengerjakan perbuatan jahat lagi, tetapi ia tidaklah dihukum di dunia,
melainkan di Akhirat.
Adapun perbuatan baik yang ia lakukan selama menjadi Muslim, menjadi sia-sia karena ia mengambil jalan buruk dalam hidupnya.
Surat ketiga yang diturunkan pada tahun ketiga Hijriah, membicarakan
berulangkali orang yang kembali kepada kekafiran setelah mereka memeluk
Islam, namun hukuman yang diuraikan di dalam Surat tersebut akan
diberikan di Akhirat.
Allah SWT berfirman: “Bagaimana Allah memimpin kaum yang kafir
sesudah mereka beriman, dan sesudah mereka menyaksikan bahwa Rasul itu
benar; dan sesudah datang kepada mereka tanda-bukti yang terang“
(3:85). “Pembalasan mereka ialah, mereka akan ditimpa laknat Allah“
(3:86). “Terkecuali mereka yang bertobat sesudah itu, dan memperbaiki
kelakuan mereka” (3:88). “Sesungguhnya orang yang kafir sesudah mereka
beriman, lalu mereka bertambah kafir, tobat mereka tak akan diterima“
(3:89).
Adapun dalil yang paling meyakinkan bahwa orang murtad tidak dihukum
mati, ini tercantum dalam rencana kaum Yahudi yang diangan-angankan
selagi mereka hidup di bawah pemerintahan Islam di Madinah.
Qur’an berfirman: “Dan golongan kaum Ahli Kitab berkata: Berimanlah
kepada apa yang diturunkan kepada arang-orang yang beriman pada bagian
permulaan hari itu, dan kafirlah pada bagian terakhir hari itu” (3:71).
Bagaimana mungkin orang yang hidup di bawah pemerintahan Islam dapat
meng-angan-angankan rencana semacam itu yang amat merendahkan martabat
Islam, jika perbuatan murtad harus dihukum mati?
Surat al-Maidah adalah Surat yang diturunkan menjelang akhir hidup
Nabi Suci, namun dalam Surat itu perbuatan murtad dibebaskan dari
segala hukuman dunia: “Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di
antara kamu murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan kaum
yang Allah cinta kepada mereka dan mereka cinta kepada-Nya“ (5:54).
Sepanjang mengenai Qur’an Suci, tak ada satu ayat pun yang
menerangkan bahwa orang murtad harus dihukum mati, bahkan ayat yang
membicarakan perbuatan murtad tak membenarkan adanya hukuman semacam
itu, dan tak dibenarkan pula oleh ayat 2:256 yang ini merupakan Magna
Charta bagi kemerdekaan beragama yang berbunyi: “laa ikraha fiddiin –
Tak ada paksaan dalam agama“.
Persoalan murtad menurut Hadits
Marilah kita sekarang meninjau uraian Hadits, yang dalil Hadits
inilah yang dipakai oleh kitab-kitab fiqih sebagai dasar adanya hukuman
mati bagi kaum murtad. Tak sangsi lagi bahwa uraian Hadits yang
bersangkutan mencerminkan uraian yang timbul belakangan, namun
demikian, jika Hadits itu kita pelajari dengan teliti, sampailah pada
kesimpulan, bahwa perbuatan murtad tidaklah dihukum, terkecuali apabila
perbuatan murtad itu dibarengi dengan peristiwa lain yang menuntut
suatu hukuman bagi pelakunya.
Imam Bukhari yang tak sangsi lagi merupakan penulis Hadits yang
paling teliti dan paling hati-hati, amatlah tegas dalam hal ini.
Dalam Kitab Bukhari terdapat dua bab yang membahas masalah murtad;
1.Kitabul-muharibin min ahlil-kufri wariddah, artinya Kitab tentang
orang yang berperang (melawan kaum Muslim) dari golongan kaum kafir dan
kaum murtad.
2.Kitab istita-bal-mu’anidin wal-murtadin wa qitalihim, artinya
Kitab tentang seruan bertobat bagi musuh dan kaum murtad dan berperang
melawan mereka.
Dua judul itu sudah menjelaskan sendiri. Judul yang pertama,
menerangkan seterang-terangnya bahwa yang dibicarakan hanyalah kaum
murtad yang berperang melawan kaum Muslimin. Adapun judul yang kedua,
hubungan kaum murtad dengan musuh-musuh Islam. Itulah yang sebenarnya
menjadi pokok dasar seluruh persoalan; hanya karena salah paham sajalah
maka dirumuskan suatu ajaran yang bertentangan dengan ajaran Qur’an
yang terang-benderang.
Pada waktu berkobarnya pertempuran antara kaum Muslimin dengan kaum
kafir, kerapkali terjadi orang menjadi murtad dan bergabung dengan musuh
untuk memerangi kaum Muslimin. Sudah tentu orang semacam itulah yang
harus diperlakukan sebagai musuh, bukan karena murtadnya, melainkan
karena berpihak kepada musuh.
Lalu ada pula kabilah yang tak berperang dengan kaum Muslimin dan
apabila ada orang murtad dan bergabung dengan mereka, orang tersebut
tak diapa-apakan. Orang semacam itu disebut seterang-terangnya dalam
Qur’an Suci: “Terkecuali orang-orang yang bergabung dengan kaum yang
mempunyai ikatan perjanjian antara kamu dan mereka, atau orang-orang
yang datang kepada kamu sedangkan hati mereka mengerut karena takut
memerangi kamu atau memerangi golongan mereka sendiri. Dan sekiranya
Allah menghendaki, niscaya Dia beri kekuatan kepada mereka melebihi
kamu, sehingga mereka berani memerangi kamu. Lalu jika mereka
mengundurkan diri dari kamu, dan tak memerangi kamu,dan menawarkan
perdamaian kepada kamu, maka Allah tak memberi jalan kepada kamu untuk
melawan mereka“ (4:90).
Satu-satunya peristiwa yang disebutkan dalam Hadits sahih mengenai
pemberian hukuman kepada kaum murtad ialah peristiwa segolongan orang
dari kabilah ‘Ukul yang memeluk Islam dan ikut hijrah ke Madinah, tetapi
mereka tak merasa cocok dengan udara di Madinah, maka dari itu Nabi
Suci menyuruh mereka supaya tinggal di suatu tempat di luar Madinah,
yang di sana dipelihara unta perahan milik pemerintah, sehingga mereka
dapat menikmati udara terbuka dan minum susu. Mereka menjadi sehat
sekali, tetapi kemudian mereka membunuh penjaganya dan membawa lari
untanya. Kejadian itu dilaporkan kepada Nabi Suci, lalu sepasukan
tentara diperintah untuk mengejar mereka, dan mereka dihukum mati (Bu.
56:152).[2] Riwayat itu terang sekali bahwa bukan dihukum mati karena
murtad, melainkan karena membunuh si penjaga unta.
Banyak sekali orang yang hanya menekankan satu Hadits yang berbunyi:
“Barangsiapa murtad dari agamanya. Bunuhlah dia” (Bu. 88:1).
Tetapi mengingat apa yang diungkapkan dalam Kitab Bukhari bahwa yang
dimaksud murtad ialah orang yang berbalik memerangi kaum Muslimin, dan
menghubungkan nama mereka dengan nama-nama musuh Islam, maka terang
sekali bahwa yang dimaksud oleh Hadits tersebut ialah orang yang
mengubah agamanya dan bergabung dengan musuh-musuh Islam lalu bertempur
melawan kaum Muslimin.
Hanya dengan pembatasan dalam arti itulah, maka Hadits tersebut
dapat disesuaikan dengan Hadits lain, atau dengan prinsip-prinsip yang
digariskan oleh Qur’an Suci. Sebenarnya, kata-kata Hadits tersebut
begitu luas sehingga mencakup segala pergantian agama, agama apa saja.
Jika demikian, maka orang non-Muslim yang masuk Islam, atau orang
Yahudi yang masuk Kristen, harus dibunuh.
Terang sekali bahwa uraian semacam itu tak dapat dilakukan kepada
Nabi Suci. Maka Hadits tersebut tak dapat diterima begitu saja tanpa
diberi pembatasan dalam artinya.
Hadits lain yang membicarakan pokok persoalan yang sama menjelaskan
arti Hadits tersebut di atas. Hadits ini menerangkan bahwa orang Islam
hanya boleh dibunuh dalam tiga hal, antara lain disebabkan “ia
meninggalkan agamanya, dan meninggalkan masyarakat (attariku
lil-jama’ah)” (Bu. 88:6). Menurut versi lain berbunyi: “orang yng
memisahkan diri (al-mufariq) dari masyarakat”.
Bahkan sangat Terang sekali bahwa yang dimaksud memisahkan diri dari
atau meninggalkan masyarakat, yang dalam Hadits itu ditambahkan sebagai
syarat mutlak, ialah bahwa ia meninggalkan kaum Muslimin dan bergabung
dengan musuh. Dengan demikian, kata-kata Hadits itu bertalian dengan
waktu perang. Jadi perbuatan yang dihukum mati itu bukan disebabkan
mengubah agamanya, melainkan desersi.
Dalam Kitab Bukhari tercantum pula satu contoh yang sederhana
tentang perbuatan murtad: “Seorang Arab dari padang pasir menghadap
Nabi Suci untuk memeluk Islam di bawah tangan beliau. Selagi ia masih
di Madinah, ia diserang penyakit demam, maka dari itu ia menghadap Nabi
Suci dan berkata: Kembalikan bai’atku, Nabi Suci menolaknya, lalu ia
menghadap lagi dan berkata: Kembalikan bai’atku, Nabi Suci pun
menolaknya, lalu ia pergi” (Bu. 94:47).
Hadits tersebut menerangkan bahwa mula-mula penduduk padang pasir
itu memeluk Islam. Pada hari berikutnya, karena ia diserang penyakit
demam, ia mengira bahwa penyakit itu disebabkan karena ia memeluk
Islam, maka dari itu ia menghadap Nabi Suci untuk menarik kembali
bai’atnya. Ini adalah terang-terangan perbuatan murtad, namun dalam
Hadits itu tak diterangkan bahwa penduduk padang pasir itu dibunuh.
Sebaliknya, Hadits itu menerangkan bahwa ia kembali ke padang pasir
dengan aman.
Contoh lain tentang perbuatan murtad yang sederhana diuraikan dalam
satu Hadits bahwa pada suatu hari seorang Kristen memeluk Islam, lalu
ia murtad dan menjadi Kristen kambali, namun demikian, ia tidak
dibunuh. “Sahabat Anas berkata, bahwa seorang Kristen memeluk Islam dan
membaca Surat Ali ‘Imran, dan ia menuliskan ayat Qur’an untuk Nabi
Suci, lalu ia berbalik menjadi Kristen kembali, dan ia berkata:
Muhammad tak tahu apa-apa selain apa yang aku tulis untuknya. Lalu
Allah mencabut nyawanya, lalu kaum Muslimin menguburnya” (Bu. 61:25).
Selanjutnya Hadits itu menerangkan tentang peristiwa dihempaskannya
tubuh orang itu oleh bumi. Terang sekali bahwa peristiwa itu terjadi di
Madinah setelah diturunkannya Surat kedua (al-Baqarah) dan Surat
ketiga (Ali ‘Imran) tatkala negara Islam telah berdiri, namun demikian
orang yang murtad itu tak dianiaya, sekalipun ia mengucapkan kata-kata
yang amat menghina Nabi Suci, dan menyebut beliau sebagai pembohong
yang tak tahu apa-apa, selain apa yang ia tulis untuknya.
Di muka telah di terangkan bahwa Qur’an menguraikan kaum murtad yang
bergabung dengan kabilah yang mengikat perjanjian persahabatan dengan
kaum Muslimin, dan kaum murtad yang benar-benar mengundurkan diri dari
pertempuran, yang tak memihak kepada kaum Muslimin dan tak pula kepada
musuh, dan menerang-kan agar mereka jangan diganggu (4:90). Semua itu
menunjukkan bahwa Hadits yang menerangkan bahwa kaum murtad harus
dibunuh, ini khusus hanya ditujukan terhadap kaum murtad yang memerangi
kaum Muslimin.
Demikian uraian tentang Hukum Murtad dalam Islam ,semoga Berguna bagi kita dan orang orang yg menggunakan Akalnya.
Allahu a’lam bishowab
Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya.
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb.
peraturan komentar:
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa.
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit.
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan
subhanalloh.........
ReplyDeleteISLAM ini kok ngeles mulu dengan fakta bahwa di quran di jelaskan penggalah kepala , potong ujung jarinya , jika ada yang murtad dari islam. apalagi yang di perhalus. perintah itu sudah bertolak belakang dengan hukum taurat, dan tuhan sendiri sudah mengatakan tidak akan ingkar janji, klo dah janji ga boleh bunuh sesama ya ga boleh, tidak ada pengecualian kecuali islam yang nyata iblisnya.
ReplyDeleteha ha, ga ada kaitannya kale Yuni, coba tunjukin sini ayatnya, ketahuan deh Yuni cika Bukan Tebar Fakta tapi Tebar Dusta dan Fitnah, karena ayat tersebut tidak bicara pembunuhan sept itu tapi itu adalah kondisi di medan perang, dan Potong Kukunya coba tunjukin ayatnya bisa g cika si pendusta.
ReplyDeleteHukum Perjanjian lama memuat begitu banyak ajaran kekejaman. baca disini.. http://www.muslimsays.com/2012/04/kristen-dan-kebebasan-beragama.html
Post a Comment