Al-Qur'an Bermasalah Mengatakan Dapat Melihat Langit Tujuh Lapis dengan Mata Telanjang?


Salah seorang Member Facebook disebuah grup mengatakan Al-Qur'an bermasalah karena menyatakan Langit tujuh lapis bisa dilihat dan diperhatikan. Padahal Langit tidak bisa kita perhatikan dengan mata telanjang. Kesalah pahaman seperti iniadalah perkara yang sangat biasa terjadi, karena ketidak tahuan orang tersebut terhadap Al-Qur'an. ayat yang dipersoalkan tersebut adalah ayat berikut ini:
Firman ALLAH swt 
QS 71 : 15 – 16 : 
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? 
Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya

Ayat di atas sama sekali tidak membicarakan memperhatikan langit yang tujuh lapis itu dengan mata telanjang. menurut Tafsir Depag RI,  Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?(QS. 71:15) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul:: Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Nuh 15 ْﻢَﻟَﺃ ﺍْﻭَﺮَﺗ َﻒْﻴَﻛ َﻖَﻠَﺧ ُﻪَّﻠﻟﺍ َﻊْﺒَﺳ ٍﺕﺍَﻭﺎَﻤَﺳ ﺎًﻗﺎَﺒِﻃ ) 15 ) Dalam ayat ini Nuh A.S. menyuruh kaumnya memperhatikan langit yang terdiri atas tujuh tingkat. Ayat ini dapat berarti khusus untuk kaum Nuh dan dapat pula berarti umum (untuk seluruh manusia); karena dalam ayat ini terdapat perkataan "alam tarau" (tidakkah kamu perhatikan) Memperhatikan, di sini dengan akal, dengan mempergunakan otak Karena itu cara memperhatikan yang diperintahkan itu adalah dengan cara yang lazim digunakan dalam dunia ilmu pengetahuan. Ayat ini khusus berhubungan dengan kaum Nuh, yang tingkat pengetahuan mereka belum seperti tingkat pengetahuan manusia sekarang. Mereka, dalam memperhatikan segala sesuatu belum lagi mempunyai alat, belum mempunyai metode penyelidikan yang tinggi. Mereka baru mempergunakan pancaindra mereka. Dengan mata mereka melihat langit yang biru kehijau-hijauan yang dipenuhi oleh bintang-bintang yang berserakan, yang berbeda tinggi rendahnya. Mereka baru mengetahui bahwa langit itu bertingkat-tingkat, seakan-akan bintang- bintang itu merupakan tingkat-tingkatnya. Ayat ini juga berarti umum, ialah bahwa ayat ini ditujukan kepada umat Nabi Muhammad yang telah mempunyai tingkat kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang jauh melebihi kaum Nuh. Kepada manusia sekarangpun diperintahkan merenungkan dan memikirkan kebesaran dan kekuasaan Tuhan yang ada di langit dan di bumi, agar dapat menambah kuat iman kepada Allah SWT. 

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman: ﻭﺃ ﻢﻟ ﺮﻳ ﻦﻳﺬﻟﺍ ﺍﻭﺮﻔﻛ ﻥﺃ ﺕﺍﻭﺎﻤﺴﻟﺍ ﺽﺭﻷﺍﻭ ﺎﺘﻧﺎﻛ ﺎﻘﺗﺭ ﺎﻤﻫﺎﻨﻘﺘﻔﻓ ﺎﻨﻠﻌﺟﻭ ﻦﻣ ﺀﺎﻤﻟﺍ ﻞﻛ ﺀﻲﺷ ﻲﺣ ﻼﻓﺃ ﻥﻮﻨﻣﺆﻳ Artinya: Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antarakeduanya. Dan dari air. Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?". (Q.S. Al-Anbiya': 30) 
Dari ayat ini, dipahami bahwa perintah memikirkan dan merenungkan kekuasaan dan kebesaran Allah itu tertuju kepada seluruh manusia, baik yang tinggi tingkat pengetahuannya maupun yang rendah tingkat pengetahuannya. Seluruh manusia sanggup dan mampu melakukannya, sehingga dengan memperhatikan itu menambah kuat imannya kepada Allah. Tuhan Yang Maha Esa Ayat ini juga mengajarkan kepada manusia bagaimana cara menentukan agama yang diridai Allah di antara agama-agama yang ada. Caranya ialah dengan merenungkan kejadian alam ini kita akan sampai kepada penciptanya. Pencipta alam ini adalah Yang Maha Tahu, dan Maha Kuasa. Mustahil pencipta alam ini bodoh, tidak mengetahui mana yang mudarat, mana yang manfaat. Dialah yang menentukan segala sesuatu. Dia adalah Zat yang Maha Esa, tidak berserikat dengan sesuatupun. Karena Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, maka agama yang benar adalah agama yang mengakui keesaan Tuhan dan mengakui bahwa ibadat yang benar ialah ibadat yang langsung ditujukan kepada-Nya, tidak menggunakan perantara, seperti minta rezeki kepada Allah dengan perantaraan kuburan seseorang keramat, dan sebagainya. 

Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita?(QS. 71:16) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul:: Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Nuh 16 َﻞَﻌَﺟَﻭ َﺮَﻤَﻘْﻟﺍ َّﻦِﻬﻴِﻓ ﺍًﺭﻮُﻧ ﺎًﺟﺍَﺮِﺳ َﺲْﻤَّﺸﻟﺍ َﻞَﻌَﺟَﻭ ) 16 ) Nabi Nuh telah menerangkan kepada kaumnya bahwa Allah SWT yang hendak disembah itu menciptakan bulan sebagai cahaya bagi manusia dan matahari sebagai pelita. Dari susunan ini dipahami bahwa: 
1. Keadaan matahari berbeda dengan keadaan bulan; baik kedudukannya di antara planet, sifat cahayanya, maupun faedah cahayanya. 
2. Matahari termasuk induk planet, yang mempunyai anak-anak planet dan bulan termasuk anak planet matahari yang beredar mengitarinya. 
3. Matahari memancarkan sinar sendiri, sedang bulan mendapat cahaya dari matahari. Cahaya yang dipancarkan bulan berasal dari sinar matahari yang lebih dipantulkannya ke bumi. Karena itu sinar matahari lebih keras dan terang dari cahaya bulan. 
4. Kedua sinar itu mempunyai faedah bagi manusia. tetapi bentuk faedahnya berbeda- beda. 
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman: ﻮﻫ ﻱﺬﻟﺍ ﻞﻌﺟ ﺲﻤﺸﻟﺍ ﺀﺎﻴﺿ ﺮﻤﻘﻟﺍﻭ ﺍﺭﻮﻧ ﻩﺭﺪﻗﻭ ﻝﺯﺎﻨﻣ ﺍﻮﻤﻠﻌﺘﻟ ﺩﺪﻋ ﻦﻴﻨﺴﻟﺍ ﺏﺎﺴﺤﻟﺍﻭ ﺎﻣ ﻖﻠﺧ ﻪﻠﻟﺍ ﻚﻟﺫ ﻻﺇ ﻖﺤﻟﺎﺑ ﻞﺼﻔﻳ ﺕﺎﻳﻵﺍ ﻥﻮﻤﻠﻌﻳ ﻡﻮﻘﻟ Artinya: Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang yang mengetahui"

Maha Benar Allah dengan segala Firmannya.

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post