WAYAN Mirna Salihin—alias Mirna—27, tewas gegara menenggak kopi
bercampur senyawa kimia sianida pada 6 Januari lalu. Cairan itu ia minum
ketika bersua dengan karibnya Jessica Kumala Wongso dan Hani di
Restoran Olivier, Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta.
Pasca diselidiki oleh Polda Metro Jaya, organ tubuh Mirna
diidentifikasi terkikis secara kimiawi akibat zat korosif yang kemudian
diketahui berasal dari sianida bercampur dengan kopi. Jesicca menjadi
tertuduh, ia kini duduk di kursi pesakitan—sang tersangka pembunuh
Mirna.
Sekarang di penghujung Agustus—tujuh bulan pasca kasus itu
terungkap—sejumlah media massa masih getol membahas intrik persidangan
sang pesakitan. Bahkan bisa dibilang mereka sangat bersemangat
meliputnya, sangat-sangat bersemangat.
Pertanyaannya, apa yang penting dari ‘blow up’ media-media mainstream
itu? Apa yang berguna bagi masyarakat Indonesia pada umumnya? Yang
bahkan tak tahu menahu apa itu sianida. Anda tahu sianida?
Beberapa waktu kebelakang, Jokowi mereshuffle kabinetnya dalam
perombakan kabinet jilid 2. Media massa meliput agenda kerja sang
presiden, tak lama berselang kasus dwikewarganegaraan Arcandra Tahar
berhembus ke publik. Semua ramai membicarakan hal tersebut. Namun riuh
rendahnya gejolak politik di tubuh pemerintah, ternyata tidak
menggoyahkan rating kasus kopi sianida.
Sebuah survei yang digagas oleh Indikator Politik Indonesia secara
tatap muka terhadap 1220 responden di berbagai kota di Indonesia,
menemukan fakta yang miris. 53% responden mengaku tak tahu menahu jika
ada perombakan kabinet (lihat Tribunnews Senin, 15 Agustus 2016: Rating Persidangan Jessica Wongso Lebih Tinggi Ketimbang Perombakan Kabinet).
Direktur Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, mengamini
hasil survei tersebut. Bahkan ia berkelakar jika rating kasus Jesicca
lebih tinggi ketimbang reshuffle kabinet jilid 2. Ia berargumen dengan
mengutip pernyataan salah satu petinggi televisi swasta—berinisial
Toto—yang mengatakan rating tayangan soal perombakan kabinet jauh lebih
kecil, ketimbang tayangan soal sidang Jessica Kumala Wongso.
“Mas toto bahkan menyebut reshuffle ratingnya lebih rendah dari sidang Jessica,” ujar Burhanudin.
Mari mundur kebelakang, pada 04 Februari 2016 lampau rating ILC
tembus 15 besar mengalahkan sinetron-sinetron SCTV, dimana sebelumnya
ILC jarang sekali menembus 50 besar. ILC menduduki posisi 14 dengan
rating 1,8% share 8,5%, demikian dikutip dari wowkeren.com. Sebegitu pentingkah sosok Jesicca sehingga mampu mendobrak rating sebuah acara? Atau jangan-jangan ada pengalihan isu?
Mari kita telisik kembali isu-isu perpolitikan yang menguap tak jelas
kemana. Masih ingatkah Anda dengan isu naiknya harga rokok menjadi Rp.
50 ribu perbungkusnya? Kemana ya mereka? Masih ingatkah Anda dengan
kisruh menjelang Pilkada DKI 2017, dimana soal balon gubernur non-Muslim
vs Muslim ramai diperdebatkan. Atau yang terbaru, mengenai tunjangan
guru yang hendak dihapuskan. Masih ingatkah Anda?
Jangan-jangan Anda semua terbius dengan kopi sianida digital, yang
terus-terusan menghiasi media massa. Sehingga melupakan segala
permasalahan yang ada di negara kita. Sepertinya mereka berhasil
membodohi kita (*semua). []
Post a Comment